Chapter 1
Rossa & Rendy?
“Chacha… Chacha… kita main rumah-rumahan yuk!” Ryan berteriak memanggil-manggil namaku dari luar rumah. Idiihh... si Ryan ini aneh banget, masa’ cowok ngajak main rumah-rumahan sih. Mengalahkan aku saja yang cewek.
“Aduh Yan, malas ah...” Balasku berteriak juga di depan pintu rumah.
“Ya Chacha, ayolah...” Kata Ryan lagi sambil mengerdip-ngerdipkan bulu matanya. Ih Waaw... bulu matanya aja lentik banget melebihi bulu mataku.
“Aduh Ryan! Sekali aku bilang nggak… ya nggak!! Aku males main sama kamu ah, masa’ cowok kok kelakuan kaya’ cewek sih. Terlalu manja... cowok kok lemah gemulai... ewww.”
”Ya udahlah nggak pa-pa, kalo’ kamu nggak mau temenan sama aku!!” Balas Ryan sambil berlari meninggalkan rumahku. Aarrrggghhh... aku jadi merasa bersalah sama Ryan. Ah sudahlah, enakkan tidur siang aja.
Tapi siapa sangka, sejak hari itu Ryan tak pernah lagi main ke rumahku. Jangankan untuk main ke rumahku, ngomomg sama aku aja dia nggak mau. Setiap kali Ryan melihatku, dia lari.
Seperti melihat hantu saja. Sampai liburan panjang sekolah, aku sudah tak pernah melihat Ryan dan keluarganya lagi. Yang aku dengan Ryan sekeluarga pindah ke Amerika. Segitu besarkah salahku? Aku memang benar-benar keterlaluan!! Tapi daripada aku pikirin dia, lebih baiku aku pikirin Ayah dan Bunda-ku saja.
Bagaimana dengan Ryan sekarang? Aku tak tahu... Sekarang aku telah beranjak dewasa, hidup dengan duniaku sendiri. Tapi cerita masa kecilku itu... tak pernah hilang dari memoriku. Kalau pun seandainya aku bisa bertemu dengan Ryan... apa yang harus kulakukan?Ah... sudahlah!! Biarkan semuanya berjalan dengan apa adanya.
“Aduh Yan, malas ah...” Balasku berteriak juga di depan pintu rumah.
“Ya Chacha, ayolah...” Kata Ryan lagi sambil mengerdip-ngerdipkan bulu matanya. Ih Waaw... bulu matanya aja lentik banget melebihi bulu mataku.
“Aduh Ryan! Sekali aku bilang nggak… ya nggak!! Aku males main sama kamu ah, masa’ cowok kok kelakuan kaya’ cewek sih. Terlalu manja... cowok kok lemah gemulai... ewww.”
”Ya udahlah nggak pa-pa, kalo’ kamu nggak mau temenan sama aku!!” Balas Ryan sambil berlari meninggalkan rumahku. Aarrrggghhh... aku jadi merasa bersalah sama Ryan. Ah sudahlah, enakkan tidur siang aja.
Tapi siapa sangka, sejak hari itu Ryan tak pernah lagi main ke rumahku. Jangankan untuk main ke rumahku, ngomomg sama aku aja dia nggak mau. Setiap kali Ryan melihatku, dia lari.
Seperti melihat hantu saja. Sampai liburan panjang sekolah, aku sudah tak pernah melihat Ryan dan keluarganya lagi. Yang aku dengan Ryan sekeluarga pindah ke Amerika. Segitu besarkah salahku? Aku memang benar-benar keterlaluan!! Tapi daripada aku pikirin dia, lebih baiku aku pikirin Ayah dan Bunda-ku saja.
Bagaimana dengan Ryan sekarang? Aku tak tahu... Sekarang aku telah beranjak dewasa, hidup dengan duniaku sendiri. Tapi cerita masa kecilku itu... tak pernah hilang dari memoriku. Kalau pun seandainya aku bisa bertemu dengan Ryan... apa yang harus kulakukan?Ah... sudahlah!! Biarkan semuanya berjalan dengan apa adanya.
@@@
”Woiii Rossa!!!”
”Ahhh... aduh lo tuh ya, bisa nggak sih nggak teriak-teriak. Gue kaget tahu nggak sih!!” Marahku pada Beby, rekan kerjaku di kantor sambil tanganku mengusap-usap ’BERRY’ Boneka Teddy Bear kecil berwarna pink pemberian... RYAN. Ya, setelah kepergian Ryan yang tanpa pesan aku selalu mengingatnya. Apa aku jatuh cinta pada Ryan?? Aku sendiri pun tak tahu jawabannya.
”Ah lo Ros, gitu aja kaget. Makanya dari tadi jangan ngelamun aja. Apa sih yang lo lamunin dari tadi hah???”
Aku hanya tersenyum ceria sambil memamerkan sebaris gigiku yang tersusun rapi seperti Iklan pasta gigi di TV.
”Gue nggak ngelamun kali. Gue cuma lagi inget kenangan masa kecil...” Jawabku dengan senyum semanis mungkin dan mengerjap-erjapkan mataku.
”Idiih, males deh!! Keluar deh kelakuan sok imutnya. Udah ah gue males ngomong sama lo. Eh iya, lo dicariin tuh sama Pak Adrian, disuruh ke ruangannya. Sana gih..”
Aku hanya tersenyum mendengar omelan Beby. Aduh, kenapa ya aku dipanggil boss?? Tok...tok...tok...aku mengetuk pintu dengan sopan sekali.
”Masuk...” Terdengar suara dari dalam menyuruhku masuk. Aku melangkah masuk sambil membawa pulpen dan agenda. Sampai di depan meja Adrian, aku langsung duduk. Adrian yang menyadari kehadiranku segera mengalihkan matanya dari layar komputer dan memandangku. Aku dengan tanpa rasa bersalah, memandangnya dengan tersenyum.
”Apa saya suruh kamu duduk??” sergah Adrian. Suaranya yang bagaikan petir di siang bolong itu membuatku kaget dan berdiri tegak persis seperti seorang prajurit yang sedang menunggu arahan dari komandannya. Untung saja kursi yang aku duduki tidak jatuh ke lantai. Dan saat itu juga, kulihat wajah Adrian seperti mau tertawa. Mungkin karena responku yang sangat berlebihan.
”Kalo’ mau ketawa, ketawa aja. Sampai monyong-monyong tuh bibir nahan ketawa. Malu sama gigi, giginya karatan kali??” Desisku dalam hati. Kalau sampai aku ngomong nyaring sama si Boss, bisa dipecat entar.
”Ya.. ada apa Pak?” Tanyaku kemudian. Dan kulihat Adrian memandangku dengan mata yang semakin tajam. Tiba-tiba aku merasa sangat kecil seperti semut dan Adrian seperti gajah yang mau menginjakku sampai mati.
”Kemana saja kamu kemarin? Kalau tidak niat bekerja di sini... bilang saja. Dengan senang hati saya akan mencari penggantimu!!” Aku berpikir keras mencari jawaban dimanakah aku berada kemarin. Hmm... kemarin aku kan cuti, bukannya dia sendiri yang ngasih izin. Aduhh... gimana sih nih Boss, aneh banget!
”Rossa!!!!!”
”Siap Komandan, laksanakan!!” Jawabku kaget.
”Ha??”
”Kemarin saya kan cuti Pak. Bapak sendiri kan yang ngasih izin.” Jawabku cepat.
”Ohh... iya ya saya lupa. Ya sudahlah, kamu catat semua apa yang saya katakan...”
”Baik Pak.”
”Huhhuh... dasar Boss Pikun!” Makiku dalam hati.
”Jam 2 siang ini, saya mau bertemu dengan wakil Amazon Company. Tolong, atur pertemuannya. Jangan lupa namanya... Pak Susilo Widodo.”
”Eh Rossa... sedang apa kamu??”
”mencatat apa yang Bapak bilang di Agenda saya. Tadi kan Bapak yang suruh.”
”Ha...ha...ha... ya... ya.”
”Gimana sih nih si Boss. Dasar pikun. Aneh banget lagi hari ini, tadi marah-marah sekarang malah ketawa-tawa nggak jelas. Boss yang aneh!!” Batinku.
”Ke...ke...napa Pak?” Tanyaku takut-takut.
”Nggak pa-pa, saya lupa kalau saya sendirilah yang menyuruhmu mencatat semua perkataan saya di agenda. Ya sudah, kamu boleh keluar sekarang.”
Karena bingung memikirkan kelakuan Bossku hari ini. Aku sampai tidak sadar kalau aku salah membuka pintu.
”Rossa, sedang apa kamu disitu?”
”Ha?” Aku memalingkan tubuhku menghadap Pak Adrian.
”Itu yang kamu buka pintu lemari arsip, bukan pintu ruangan saya.” Wajahku memerah mendengar apa yang dikatakan pak Adrian. Aduhh... mau ditaruh dimana nih muka. Tanpa membuang waktu aku langsung keluar dari ruangan Bossku.
”Ahhh... aduh lo tuh ya, bisa nggak sih nggak teriak-teriak. Gue kaget tahu nggak sih!!” Marahku pada Beby, rekan kerjaku di kantor sambil tanganku mengusap-usap ’BERRY’ Boneka Teddy Bear kecil berwarna pink pemberian... RYAN. Ya, setelah kepergian Ryan yang tanpa pesan aku selalu mengingatnya. Apa aku jatuh cinta pada Ryan?? Aku sendiri pun tak tahu jawabannya.
”Ah lo Ros, gitu aja kaget. Makanya dari tadi jangan ngelamun aja. Apa sih yang lo lamunin dari tadi hah???”
Aku hanya tersenyum ceria sambil memamerkan sebaris gigiku yang tersusun rapi seperti Iklan pasta gigi di TV.
”Gue nggak ngelamun kali. Gue cuma lagi inget kenangan masa kecil...” Jawabku dengan senyum semanis mungkin dan mengerjap-erjapkan mataku.
”Idiih, males deh!! Keluar deh kelakuan sok imutnya. Udah ah gue males ngomong sama lo. Eh iya, lo dicariin tuh sama Pak Adrian, disuruh ke ruangannya. Sana gih..”
Aku hanya tersenyum mendengar omelan Beby. Aduh, kenapa ya aku dipanggil boss?? Tok...tok...tok...aku mengetuk pintu dengan sopan sekali.
”Masuk...” Terdengar suara dari dalam menyuruhku masuk. Aku melangkah masuk sambil membawa pulpen dan agenda. Sampai di depan meja Adrian, aku langsung duduk. Adrian yang menyadari kehadiranku segera mengalihkan matanya dari layar komputer dan memandangku. Aku dengan tanpa rasa bersalah, memandangnya dengan tersenyum.
”Apa saya suruh kamu duduk??” sergah Adrian. Suaranya yang bagaikan petir di siang bolong itu membuatku kaget dan berdiri tegak persis seperti seorang prajurit yang sedang menunggu arahan dari komandannya. Untung saja kursi yang aku duduki tidak jatuh ke lantai. Dan saat itu juga, kulihat wajah Adrian seperti mau tertawa. Mungkin karena responku yang sangat berlebihan.
”Kalo’ mau ketawa, ketawa aja. Sampai monyong-monyong tuh bibir nahan ketawa. Malu sama gigi, giginya karatan kali??” Desisku dalam hati. Kalau sampai aku ngomong nyaring sama si Boss, bisa dipecat entar.
”Ya.. ada apa Pak?” Tanyaku kemudian. Dan kulihat Adrian memandangku dengan mata yang semakin tajam. Tiba-tiba aku merasa sangat kecil seperti semut dan Adrian seperti gajah yang mau menginjakku sampai mati.
”Kemana saja kamu kemarin? Kalau tidak niat bekerja di sini... bilang saja. Dengan senang hati saya akan mencari penggantimu!!” Aku berpikir keras mencari jawaban dimanakah aku berada kemarin. Hmm... kemarin aku kan cuti, bukannya dia sendiri yang ngasih izin. Aduhh... gimana sih nih Boss, aneh banget!
”Rossa!!!!!”
”Siap Komandan, laksanakan!!” Jawabku kaget.
”Ha??”
”Kemarin saya kan cuti Pak. Bapak sendiri kan yang ngasih izin.” Jawabku cepat.
”Ohh... iya ya saya lupa. Ya sudahlah, kamu catat semua apa yang saya katakan...”
”Baik Pak.”
”Huhhuh... dasar Boss Pikun!” Makiku dalam hati.
”Jam 2 siang ini, saya mau bertemu dengan wakil Amazon Company. Tolong, atur pertemuannya. Jangan lupa namanya... Pak Susilo Widodo.”
”Eh Rossa... sedang apa kamu??”
”mencatat apa yang Bapak bilang di Agenda saya. Tadi kan Bapak yang suruh.”
”Ha...ha...ha... ya... ya.”
”Gimana sih nih si Boss. Dasar pikun. Aneh banget lagi hari ini, tadi marah-marah sekarang malah ketawa-tawa nggak jelas. Boss yang aneh!!” Batinku.
”Ke...ke...napa Pak?” Tanyaku takut-takut.
”Nggak pa-pa, saya lupa kalau saya sendirilah yang menyuruhmu mencatat semua perkataan saya di agenda. Ya sudah, kamu boleh keluar sekarang.”
Karena bingung memikirkan kelakuan Bossku hari ini. Aku sampai tidak sadar kalau aku salah membuka pintu.
”Rossa, sedang apa kamu disitu?”
”Ha?” Aku memalingkan tubuhku menghadap Pak Adrian.
”Itu yang kamu buka pintu lemari arsip, bukan pintu ruangan saya.” Wajahku memerah mendengar apa yang dikatakan pak Adrian. Aduhh... mau ditaruh dimana nih muka. Tanpa membuang waktu aku langsung keluar dari ruangan Bossku.
@@@
”Aduh, bego banget sih sekretaris gue. Masa’ nggak bisa ngebedain mana pintu lemari sama pintu keluar sih.” kata Adrian pada diri sendiri dan tertawa.
”Woi Yan... apa yang lo ketawain? Dari ruangan gue kedengeran kali, udah gila kali ya lo... ketawa sendiri.” Kata Rendy yang langsung nyelonong aja masuk ruangan Adrian.
”Eh lo tuh ya Ren, nggak pernah diajarin sopan santun apa? Masuk ruangan Boss nggak ketok pintu dulu, nyelonong aja.” Omel Adrian pada Rendy.
”Alah lo Yan... sama gue ini, nyantai aja kali. Gue kan sohib lo.”
”Enak aja.”
”Ok fine! Gue keluar... dan jangan harap lo bisa ngeliat muka gue yang ganteng ini lagi.”
”Ihh Waw... ngambek lo?” Goda Adrian pada Rendy.
”Eh, lo masih lama nggak? Ini udah jam makan siang kali, lo rajin amat masih kerja.”
”Makan siang?” Mata Adrian mengerling ke arah jam tangannya. What?? Udah jam 1... cepet banget sih.
”Yan!!”
”Ya udah yuk, Kita makan siang.”
Adrian dan Rendy kemudian keluar ruangan. Di luar, Adrian melihatku sedang memainkan Teddy Bear Pink-nya.
”Rossa!!” Adrian memanggiku.
”Ya!” Jawabku tanpa memandang wajah Adrian.
”Woi Rossa... asyik aja maen boneka. Aduh sayangku lo nggak denger? Boss lo manggil tuh!” Rendy menegurku.
”Ha!! Maaf Pak, saya nggak tahu.” Jelasku dengan wajah penuh rasa bersalah.
”Tiada maaf bagimu...” Belum sempat Adrian menjawabku, Rendy sudah memotongnya.
”Yeee... siapa juga yang minta maaf sama lo. Weee...”Aku menyahut Rendy sambil menjulurkan lidah kearahnya.
”Aduh sayangku, kalo lagi marah makin cantik deh.”
”Nggak perlu marah-marah dulu kali sayang, gue juga udah cantik. Huh!!”
”Hei... hei... stop! Kok malah berantem sih?” Adrian memotong perkelahianku dan Rendy.
”Tunggu... tunggu. Sayang? Mereka saling memanggil sayang? Apa-apan nih? Apa ada yang terlewatkan sama gue? Batin Adrian.
”Ya, Rossa marah ya? Sorry deh. Sebagai tanda maaf gue traktir makan deh. Mau ya?”
”Nggak mau.”
”Ayolah Rossa. Rendy mau minta maaf tuh sama kamu. Dia mau traktir kita makan.”
”Enak aja! Siapa juga yang mau traktir lo, gue cuma mau traktir Rossa doang.” Jawab Rendy pada Adrian.
”Nggak usah Pak. Terima kasih! Saya nggak mau ditraktir sama Rendy gila ini.
”Lo marah beneran ya sama gue?” Tanya Rendy.
”Hahaha... nyantai aja kali Ren, gue nggak marah kok sama lo. Hari ini gue lagi puasa, lain kali aja ya traktirnya?
”Makin cantik aja si Rossa kalo ketawa kaya’ gitu. Gue jadi terpesona.” Batin Adrian.
”Ya udah yuk Yan, kita makan siang berdua aja. Biarin aja nih cewek gila disini sendiri.
”Yee... lo tuh yang gila.” Sahutku.
@@@
”Ren... lo deket ya sama Rossa??”
”Nggak deket-deket amat Sih, lumayan lah. Ya gitu deh. Kenapa emangnya?”
”Nggak, kaya’nya tadi kalian saling panggil sayang gitu. Nggak mungkin kan kalo’ nggak ada apa-apa diantara kalian?”
”Hahaha... biasa aja kali, kita emang biasa kaya’ gitu. Ah lo, kaya’ nggak tahu gue aja.”
”Maksudnya?”
”Ha? Nggak pa-pa. Udah ah, yuk kita makan aja...” Namun sebuah senyuman penuh arti terukir di bibir Rendy.
”Ada apa diantara mereka?” Batin Adrian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar