Senin, 15 Februari 2010

Kabut Obsesi Cinta (Chapter 4-Tamat)

Chapter 4
Raka Dan Bella


Raka membuka matanya dengan perlahan. Melihat seisi ruangan dengan mata nanar. Putih, semua serba putih.

'Apa aku sudah mati?' batinnya. Pandangannya buram, dan masih sangat buram.

"Raka...? Kamu sudah sadar?" Suara seseorang menghentakkan hatinya.

"Bella...." gumamnya parau.

"Sudah dua hari kamu tidak sadarkan diri. Kata dokter, kamu gegar otak ringan. Kamu harus banyak istirahat."

Raka tersenyum tipis. Menggenggam jemari tangan Bella yang semula beku. Kini hangat bagaikan matahari yang menyinari lubuk hatinya. Mengapa ia harus mengejar gadis yang tidak mencintainya sama sekali. Ia merasa berdosa telah membiarkan Bella diselimuti kabut tebal. Kini ia berusaha menepis kabut-kabut itu dari kehidupannya.

"Jangan tinggalkan aku, ya?" ujar Raka sendu. Suaranya masih terdengar parau.

Bella tersenyum tipis dengan mata penuh airmata.

"Aku tidak akan meninggalkan kamu, Rak. Selamanya. Percayalah."

Raka tersenyum. Diciuminya jemari Bella dengan lembut.

"Aku sayang kamu, Bel," ujarnya lirih dan pelan.

Bella tersipu bahagia dengan pipi merona merah.

Kini kabut cinta tersebut tak lagi menutupi hati mereka. Kabut telah berlalu. Terhembus angin yang sepoi nan semilir.

Keduanya tersenyum bahagia. Terlebih Bella, yang kini mendapatkan kembali hati pujaannya.



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
(www.dindasweet-86.blogspot.com)

Kabut Obsesi Cinta (Chapter 3)

Chapter 3
Cinta Tania Untuk Dira


Terlihat Raka mengibaskan kotoran yang menempel di celana jinsnya. Membetulkan kancing jaket parasutnya hingga menutupi lehernya yang jenjang. Memakai penutup kepala dan syal. Entah mengapa bayangan-bayagan Tania bermain-main lagi di benaknya. Bayangan itu seakan tidak mau pergi.

'Mengapa Tania menolak cintaku?' batinnya lagi. 'Aku harus mendapatkannya. Harus!'
Raka menuruni anak tangga gasebo dan berjalan melewati semak belukar. Langkah terhenti oleh suara canda seseorang yang telah mencuri perhatiannya. Raka berusaha mempertajam pendengaranya. Sepertinya ia kenal betul dengan suara itu. Ya, tidak salah lagi!

Raka berjalan menghampiri sebuah gasebo lain didepannya. Dengan lampu remang dan redup. Ia melihat dua orang anak manusia sedang memadu kasih.

"Tania?" jeritnya, mengerutkan dahi.

"Dira?" lanjutnya terbelalak tak percaya.

Dira terbelalak kaget melihat kehadiran Raka.

"Raka...."

"Kalian ngapain di sini?" tanya Raka menahan gejolak cemburu yang telah membakar di hatinya.

Ternyata Tania mencintai Dira, sahabatnya. Pantas saja Tania menolak cintanya.

"Kamu keterlaluan, Dir! Kamu keterlaluan!" sergah Raka emosi.

"Raka! Apa maksud kamu!"

Raka menarik baju Dira dengan kasar. Matanya melotot tajam menahan kemarahan. Melirik ke arah Tania dengan tatapan mata tajam pula. Sedangkan Tania hanya tertunduk melihat Raka yang tengah kalut. Tania meringkuk ketakutan di tempat duduknya. Matanya hanya sesekali memicing memperhatikan Raka dan Dira.

"Kamu pagar makan tanaman. Kamu tahu kan kalau selama ini aku cinta banget sama Tania."

"Sudahlah, Rak!" tepis Dira. "Tania tidak mencintaimu."

"Hei, kamu pikir kamu hebat?! Sahabat macam apa kamu?!" Raka mempererat tarikan pada kerah baju Dira. Dan dengan kasar dihentaknya tubuh tegap itu hingga terjerembab di atas rerumputan.

Tak lama kemudian Dira bangkit dengan emosi yang membara. "Kamu mau apa sih, Rak?! Kamu tahu diri sedikit, dong. Tania itu tidak mencintai kamu! Tapi mencintai aku!"

"Hei, kurang ajar!" Raka mendorong tubuh Dira. "Yang pertama kali mengenal Tania itu aku! Bukan kamu!"

"Hm... apa kamu lupa, kamu itu tidak pantas mendapatkan Tania. Kamu itu pecundang!"

"Arrghhh...."

Buuuk! Braakkk. Duuk....

Raka memukul tubuh Dira berkali-kali. Dan menghajarnya tanpa ampun. Raka dan Dira terus berkelahi. Saling baku hantam memperebutkan seorang gadis yang sama-sama mereka cintai.

Dira balik memukul Raka dengan keras. Beberapa kali Raka tersungkur dan bangkit dengan tertatih. Dengan terhuyung Raka menghantam wajah Dira. Dan Dira yang sudah kalap juga memukul tubuh Raka dengan kuat hingga ia terpelanting jauh di rerumputan.

"Sudah, Dir! Sudah...! Jangan berkelahi lagi!" Suara Tania terdengar menengahi kegaduhan mereka.

Raka bangkit dengan sakit di sekujur tubuhnya. Semakin terasa sakit saat melihat Tania lebih memperhatikan Dira. Ternyata benar, Tania sama sekali tidak mencintainya.

Raka beringsut dengan mata memar. Hidungnya berdarah dan pelipisnya sobek. Ia sempoyongan di antara semak belukar. Berjalan tertatih dengan langkah yang tidak teratur. Dan mendadak saja ia tergelincir di bebatuan. Terperosok jatuh di dasar bukit. Terguling hingga terpental dan akhirnya terlentang tak sadarkan diri. Ranting-ranting kecil dan berduri menyayat jaket parasutnya.

Jeritan keras Raka membelah sunyi malam di hutan pinus. Bella tercengang di depan unggun yang masih berkobar. Ia bangkit berdiri dan segera mencari asal suara yang telah mengisi hatinya sekian lama.

Kabut Obsesi Cinta (Chapter 2)

Chapter 2
Cinta Bella


Kabut tipis mulai menyelimuti hutan-hutan kecil di lereng bukit. Angin dingin menusuk tulang hingga ke ulu hati. Pohon-pohon pinus masih basah dan lembab. Api unggun mulai meninggalkan bara berwarna kemerahan. Dengan asap menjulang tinggi.

Di gasebo kecil Raka termangu. Memperhatikan siluet pinus yang berjejer rapi. Bak raksasa yang sangat menakutkan. Sesekali ia mendekap jaket parasutnya. Sambil teringat dengan seorang gadis yang pernah mencuri perhatiannya. Tania, nama gadis itu. Mahasiswi ekonomi di sebuah universitas swasta.

Pertemuan itu memang begitu singkat. Di sebuah toko buku. Saat Raka menabraknya tanpa sengaja, dan gadis itu memaki-maki Raka seenak hatinya. Raka pun berang dan membalas makian kecil itu. Dan ternyata mereka bertemu lagi di salah satu universitas di Jakarta. Pertemuan itu membuat Raka terbayang-bayang dengan gadis judes yang menghardiknya. Kebencian itu pun timbul dengan sendiri. Raka mengolok-olok si Gadis di depan umum. Bahkan di depan mahasiswa lainnya.

Namun kebencian itu mendadak berubah menjadi sebuah kerinduan di hati Raka. Raka berkali-kali mencoba merayunya. Meminta maaf kepada si Gadis. Tapi si Gadis menolaknya mentah-mentah. Ia sama sekali tidak mempedulikan Raka. Meski Raka sangat mengharapkan cinta sang Gadis, namun tetap saja ditolak.

Hal itu membuat Raka sakit hati. Perih rasanya. Terasa kabut-kabut tipis menyelubungi relung hatinya. Entah mengapa kabut-kabut itu semakin menebal, rasanya.

Raka mendesah pelan. Desahan angin menghapus tubuhnya yang beku. Gesekan angin membuat dahan-dahan pinus bergoyang dan riuh dengan suara yang syahdu. Saat menikmati semilir angin, sebuah tangan tiba-tiba saja menutup mata Raka dari belakang. Raka tercekat merasakan tangan dingin yang menutup kedua matanya.

"Dira!" tebaknya asal.

Namun si pemilik tangan diam saja.

Raka berusaha menebaknya lagi. Mungkin hal ini keisengan teman-temannya. "Fadlan! Lepasin, dong," tebak Raka lagi.

Namun lagi-lagi orang di belakangnya itu diam saja. Raka mengulurkan tangannya dan menebak lagi. Namun tidak ketebak.

"Aduh, siapa sih. Jangan bercanda terus, dong," seru Raka menyerah.

Kemudian tangan itu pun membuka matanya dengan perlahan.

"Hei! Bengong aja," sapa seseorang padanya.

Raka mengucek-ucek matanya. Melihat seseorang di depannya dengan terpana.
"Bella?" gumamnya.

Gadis itu tersenyum. Duduk di depannya kemudian.

"Kamu kenapa sih, Rak. Melamun terus. Kamu lagi kasmaran, ya?" selidik Bella.

"Ah, nggak kok. Aku nggak melamum."

"Sudah, jangan bohongi aku. Buktinya, dari tadi aku perhatiin, kamu bengong terus. Aku tahu ada seorang gadis yang mencuri perhatianmu. Siapa sih dia?"

Raka terbelalak sambil menelan air liurnya.

"Melamun? Melamunkan siapa?"

"Udah deh, nggak usah bohong lagi."

Raka mengerinyitkan keningnya. "Kamu tahu dari mana?"

"Aku sudah membaca semua buku catatan harian kamu. Maaf ya, kalau aku lancang."

"Bel...! Ja-jadi... kamu.... " Raka menatap wajah Bella dengan lekat, seperti tidak percaya atas pendengarannya sendiri.

"Maaf, aku nggak sengaja, Rak. Kamu marah?"

Raka diam. Hening. Namun hanya sesaat.

"Siapa Tania? Kamu mengenalnya?" tanya Bella memecahkan keheningan

"Hm, dia anak ekonomi."

Bibir Bella membulat. "Oo."

Hening lagi. Perasaan Bella tercabik-cabik. Sesungguhnya dia sangat mengharapkan Raka menjadi kekasihnya. Namun Raka tidak pernah menggubris perasaan itu. Meski perhatian yang diberikan Bella sangat lebih untuk Raka, Raka seakan tidak peduli.

Tak berapa lama Raka beringsut dari duduknya. Angin dingin semakin menggila seakan menghunus jantungnya.

"Aku pergi dulu, ya. Aku ngantuk," ucap Raka sambil berlalu meninggalkan Bella yang terpaku.

"Tapi, Rak. Tunggu... jangan tinggalkan aku dong, Rak."

"Udah deh, besok aja ngobrolnya," tolak Raka apatis (tanpa perasaan).

Bella terpaku. Kali ini hatinya seolah terhempas ke dalam cadas-cadas yang tajam. Namun Bella dengan sabar hati menunggu kepastian yang tak pasti. Meski berkali-kali hatinya tersayat pedih karena Raka memikirkan gadis lain, Bella tetap saja memberi perhatian penuh terhadap Raka.

Bella terpaku memperhatikan Raka yang meninggalkannya begitu saja. Malam seakan menghadirkan giris sunyi yang luar biasa. Tak terasa airmatanya menitik. Dan setiap begitu, maka ia hanya dapat menuangkan baur perasaannya lewat lembar-lembar buku diarinya. Di sana, ia menaburkan kalimat dalam bentuk puisi. Puisi cinta buat Raka.

Ketika hasrat hatiku
mendambakan dirimu
namun bayanganmu
hanya terlintas dalam angan dan mimpiku

Aku begitu mendambakanmu
mengharap kau merajut benang cintaku
agar menjadi sebuah sutra
yang indah dalam hatiku
dan terlukis sejuta namamu

(Di sudut kamar-Bella Raflesia)


Bella meremas buku diari yang senantiasa menyertainya kemana pun ia pergi. Hatinya masih berdarah dalam penantian. Pemuda itu terlalu angkuh di dalam obesesinya. Dipandanginya jelaga langit. Gemintang bermain mata dalam kerlap-kerlip abadinya. Mereka indah namun tak tergapai tangan. Seperti itulah Raka sekarang. Ia gemintang yang tak terjamah!

Kabut Obsesi Cinta (Chapter 1)

Chapter 1
Cinta Yang Tak Terlihat


Hai, namaku Raka Samudera. Aku mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Aku memiliki histori cinta yang ingin kusampaikan kepada sahabat semua. Well, mungkin ini cuma roman picisan. Maybe, kisah cinta klise. Entahlah. Namun aku merasa perlu menceritakannya sebab aku tidak ingin sahabat semua terpuruk di dalam 'kasus' cintaku yang miris. Ya, miris. Sebab selama ini, aku sudah dibutakan oleh obsesi cinta sehingga tak mampu melihat arti cinta yang sesungguhnya itu sendiri. Aku terkungkung dan terpenjara oleh obsesi meski di lain pihak, ada cinta lain yang justru merupakan cinta yang nyata dan sejati.

Cinta itu bernama Bella Raflesia. Dia adalah teman sekampusku. Dia telah lama mencintai aku dengan sepenuh hati. Namun aku dibius oleh obsesi dan kecantikan Tania Aryani sehingga melalaikan Bella. Aku terus ingin menggapai gadis obsesiku, meski ia serupa gemintang yang tak terjamah. Hei, betapa bodohnya aku, mengharap gemintang penerang temaram hatiku sementara ada pijar kecil yang senantiasa bersinar untukku lewat pelita cinta Bella.

Betapa naifnya aku. Seharusnya aku sudah diganjar karma dari obsesiku sendiri. Namun cinta sejati Bella yang kutampik justru mengulurkan tangannya. Diberikannya aku bahunya untuk bersandar dan menangis. Dan diberikannya satu tempat yang paling istimewa di hatinya. Selamanya. Ya, selamanya.

Kabut Obsesi Cinta (Sinopsis)

Created By Sweety Qliquers
(Samarinda,Kamis_280110,0403PM)


Kabut Obsesi Cinta
Chapter 1 Cinta Yang Tak Terlihat
Chapter 2 Cinta Bella
Chapter 3 Cinta Tania Untuk Dira
Chapter 4 Raka Dan Bella


Sinopsis
Raka Samudera (Raka) adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Selama ini, ia sudah dibutakan oleh obsesi cinta sehingga tak mampu melihat arti cinta yang sesungguhnya itu sendiri. Ia terkungkung dan terpenjara oleh obsesi meski di lain pihak, ada cinta lain yang justru merupakan cinta yang nyata dan sejati.

Ia terus mencoba menggapai gadis obsesinya, meski sang ‘Gadis Obsesi’-Tania Aryani serupa gemintang yang tak terjamah. Betapa bodohnya Raka, mengharap gemintang penerang temaram hatinya sementara ada pijar kecil yang senantiasa bersinar untuknya lewat pelita cinta Bella Raflesia (Bella).

Setelah memergoki Dira-sahabatnya sedang bermesraan dengan gadis pujaannya-Tania Aryani, Raka meraka sakit hati dan kecewa. Akankah Raka tetap menunggu gemintang yang tak terjamah lewat cinta Tania akan berpaling padanya? Ataukah ia akan menerima pijar kecil yang senantiasa bersinar untuknya lewat pelita cinta Bella?


Karakter Tokoh Kabut Obsesi Cinta
Raka Samudera (Raka)
Raka Samudera (Raka) adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Selama ini, ia sudah dibutakan oleh obsesi cinta sehingga tak mampu melihat arti cinta yang sesungguhnya itu sendiri. Ia terkungkung dan terpenjara oleh obsesi meski di lain pihak, ada cinta lain yang justru merupakan cinta yang nyata dan sejati.

Ia terus mencoba menggapai gadis obsesinya, meski sang ‘Gadis Obsesi’ serupa gemintang yang tak terjamah. Betapa bodohnya Raka, mengharap gemintang penerang temaram hatinya sementara ada pijar kecil yang senantiasa bersinar untuknya lewat pelita cinta Bella Raflesia (Bella).

Bella Raflesia (Bella)
Bella Raflesia (Bella) teman sekampus Raka Samudera (Raka). Dia telah lama mencintai Raka dengan sepenuh hati. Namun Raka yang telah dibius oleh obsesi dan kecantikan Tania Aryani (Tania) sehingga melalaikan Bella.

Walaupun cinta sejati Bella selalu diabaikan Raka, tetapi ia tetap mengulurkan tangan untuk Raka. Ia memberikan bahunya untuk Raka bersandar dan menangis. Dan memberi Raka satu tempat yang paling istimewa di hatinya. Selamanya. Ya, selamanya.


Tania Aryani (Tania)
Gadis obsesi Raka Samudera (Raka). Gadis yang dianggap Raka Samudera (Raka) sebagai gemintang penerang temaram hatinya yang tak terjamah. Dan ternyata Tania Aryani (Tania) adalah kekasih sahabat Raka Samudera (Raka), Adira Aryastya (Dira).


Adira Aryasatya (Dira)
Sahabat Raka Samudera (Raka), yang dianggap Raka Samudera (Raka) teman makan teman. Ternyata Tania Aryani (Tania)-kekasihnya adalah Gadis yang selama ini dicintai Raka Samudera (Raka)

Sepotong Kalimat Cinta (Chapter 3-Tamat)

Chapter 3
Sepotong Kalimat Cinta


Besok paper Biologi ini dikumpulkan. Tadi siang di sekolah Dimas mengembalikannya. Tugasku ini — seperti biasa — selesai lebih cepat. Aku memang bukan siswi yang suka menunda pekerjaan, dan kali ini kurasakan betul manfaatnya.

Aku membuka paperku dengan berjuta perasaan. Ah, kira-kira apa ya pendapat Dimas tentang pekerjaanku ini? Ge-er dikit boleh kan kalau Dimas yang cukup pintar itu sampai meminjam punyaku?

Aku mengerutkan kening tiba-tiba. Heran, biasanya dia jujur. Nggak suka nyontek, baik ulangan atau pe-er. Tapi kali ini kenapa minjem paper orang lain, ya? Aku bertanya-tanya sendiri.
Aku menutup paperku dengan gerakan lambat, benakku masih dipenuhi sosoknya yang menarik itu. Eh! Aku mengerutkan kening lagi. Ada selembar kertas yang jatuh.

Aku memungut kertas itu. Ada tulisan tangan di sana.

Boleh kan aku menyukaimu?
Dimas.

Astaga!

Berulangkali kubaca sebait kalimat yang ditulis dengan teramat rapi itu. Aku hampir tak dapat mempercayainya. Jadi untuk itu Dimas meminjam paperku?

Untuk menyelipkan pernyataan cintanya? S-u-k-a? Dimas suka padaku?! Aku bertanya-tanya sendiri. Tapi, kenapa?

Beberapa saat kemudian baru aku menyadari kebodohanku. Tentu saja! Kalau aku bisa menyukainya, kenapa tak dapat terjadi sebaliknya? Apakah memang cinta perlu dipertanyakan?
Aku tersenyum manis dengan hati penuh asa berlimpah. Semua yang terjadi, bagiku bagaikan sebuah mimpi saja. Tapi seandainya memang benar hanya mimpi, sungguh, inilah mimpi paling indah yang pernah kualami.



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Sepotong Kalimat Cinta (Chapter 2)

Chapter 2
Dimas Oh Dimas


Hup. Kuletakkan tumpukan buku tentang serangga yang kucari susah-payah di rak-rak. Heran, Guru Biologi kok mau-maunya baca satu per satu paper anak-anak tentang makhluk menakutkan itu. Atau barangkali di rumah beliau bahkan memelihara ya? Ups, aku menegur diriku sendiri. Kalau sampai kedengaran... bisa-bisa aku tinggal kelas!

"Hai, Lea, cari apa?"

Aku menoleh. Itu Mitha, anak kelas sebelah. Gawat, semoga dia ingat ini perpustakaan. Sama seperti Adel, Mitha menyenangkan tapi agak cerewet.

"Tugas Bio," sahutku singkat.

"Kurasa minggu depan giliran kelasku," keluhnya. "Pasti paper lagi, ya?"

"Yap." Aku mengangguk. Kulirik Mitha duduk di sampingku yang memang ada kursi kosong.

"Eh, Dimas sudah buat belum ya? Kamu sekelas dengannya, kan?"

"Yap. Tapi aku nggak tahu dia sudah bikin apa belum." Aku menjawab dengan sedikit perhatian. Tuh kan, anak kelas sebelah juga menaruh perhatian pada Dimas. Mitha juga. Cowok keren kenapa selalu gampang ketahuan? Lebih hebat lagi, kenapa cowok keren bisa membuat cewek-cewek jadi aktif?

Barangkali zaman memang sudah berubah ya, dan aku saja yang masih ketinggalan. Lebih suka pura-pura cuek, padahal....

"Kamu kok tahu di kelasku ada cowok keren?" gumamku pelan.

"Apa?" Mitha mendekat. "Kamu tadi bilang apa?"

"Nggak!" Aku menyahut cepat ketika menyadari aku kelepasan bicara. Ups, hampir saja!

"Eh, Dimas itu cakep, ya?" Mitha berkata nyaris menyerupai bisikan.

"Yap. Semua bilang begitu," kataku sambil tetap menekuni buku-buku di hadapanku.

"Juga pinter."

"Yap."

"Tinggi dan tegap."

"Yap."

"Berwibawa. Ketua kelas, kan?"

"Yap."

"Jago basket... sudah punya pacar belum?"

"Yap. Eh, mana aku tahu?" Aku mengangkat bahu. Lagi-lagi, pura-pura cuek saja.

"Eh, itu dia!" Suara Mitha berubah penuh semangat. Di sudut ruang, dari balik komputernya kulihat Bu Retno yang petugas di sini mengacungkan telunjuknya sambil membelalakkan mata ke arah kami. (Kurasa aku berhak protes. Yang ribut kan Mitha!)

"Dia kemari!"

"Sstt...." Kali ini aku yang memperingatkan Mitha. (Biar Dimas nggak curiga kalau aku sebetulnya juga ikutan histeris.)

"Lea, paper biologimu sudah selesai belum?"

Ups. Kurasa jantungku berdetak dua kali lebih keras. Aku menggeleng. "Belum."

"Itu bahan-bahan referensi, ya?" Dimas menunjuk beberapa buku di atas meja di depanku.
"
Ya." Mitha yang menjawabkan untukku.

"Kalau sudah selesai boleh pinjam?"

"Eh?" Aku menaikkan kedua alisku. Kulihat Dimas menatapku dengan sepasang matanya yang berbinar dan bagus.

"Papernya."

"Oh." Aku mengangguk, kikuk. "Tentu."

Sepotong Kalimat Cinta (Chapter 1)

Chapter 1
Si Keren Dimas


Aku tahu aku bodoh telah mengharapkannya. Bukankah itu adalah mimpi yang paling konyol? Aku jadi teringat kemarin, saat Adel meneleponku sore-sore.

"Halo, Lea, ya?"

"Yap." Aku menyahut cepat. "Betul sekali."

"Eh, lagi ngapain?"

"Lagi... nelepon."

"Sudah tahu, Non!" Suara Adel terdengar jengkel. "Kita ngerumpi yuk. Di rumahku lagi nggak ada orang, juga nggak ada kerjaan. Jadi daripada bengong, kan?"

Ups, itulah enaknya jadi orang kaya. Tak usah mikirin biaya pulsa yang membengkak.

"Tapi mau ngerumpiin apa?"

"Enakan ngerumpiin siapa?" Adel meralat. "Eh, menurutmu Dimas itu gimana?"
Ups! Hatiku berdebar tiba-tiba. Sudah tentu, habis dia kan yang selama ini merusak semangat makanku, semangat tidurku, juga semangat belajarku. Memangnya ada cowok lain yang lebih keren?

"Gimana?" desak Adel lagi.

"Eh... lumayan." Aku buru-buru menyahut.

"L-u-m-a-y-a-n?" Suara Adel jelas betul tidak terima. "Hanya itu?"

"Yap."

"Masa sih? Yang bener aja!"

"Memangnya menurutmu gimana?" pancingku mencoba tetap cuek.

"Menurutku...." Adel berhenti sejenak. "Keren. Cakep. Fantastis. Manis. Ganteng!"

Aku mau tak mau tertawa juga.

"Masa kamu nggak tertarik sih?" Adel kedengarannya penasaran. "Temen-temen sekelas kita banyak lho yang naksir."

"Termasuk kamu."

"Tentu! Kamu...."

"Ya, kalau sekadar suka sih...."

Sampai di situ lamunanku terhenti. Di pandangan Adel, juga teman-teman lain — bahkan mungkin termasuk Dimas sendiri — aku tampak begitu acuh tak acuh terhadap cowok itu. Padahal sebenarnya, berpapasan dengan Dimas saja dapat membuat hatiku menari dengan begitu gembiranya. Hanya, aku memang bukanlah Adel, Keyla, Nayshilas, atau siapa saja yang berani mengungkapkan perasaan dengan terus-terang. Aku lebih suka memendam rapat-rapat perasaanku.

Aku kemudian terdiam. Lama.

Aku jadi gelisah oleh kesadaran yang baru timbul. Kalau dari teman sekelas saja yang menyukainya sudah begitu banyak, bagaimana kalau jumlah yang sudah banyak itu masih harus ditambah oleh teman-teman dari kelas lain, juga adik-adik kelas? Tak tertutup kemungkinan, kan? Juga dari teman-temannya yang lain, tetangganya atau teman adiknya barangkali.

Segala harapanku memang mustahil! Seharusnya aku tahu itu. Aku terlalu jauh bermimpi. Punya keinginan sih, sah saja sebetulnya, tapi rasanya kali ini aku kelewat jauh.

Minggu, 14 Februari 2010

Sepotong Kalimat Cinta (Sinopsis)

Created By Sweety Qliquers
(Samarinda,Jum’at_290110,1028AM)


Sepotong Kalimat Cinta
Chapter 1 Si Keren Dimas
Chapter 2 Dimas Oh Dimas
Chapter 3 Sepotong Kalimat Cinta


Sinopsis
Aleeya Revalina (Lea) merasa heran, Dimas Anggoro (Dimas) yang tidak suka mencontek di saat ulangan maupun PR malah meminjam paper biologi miliknya. Ternyata Dimas Anggoro (Dimas) mempunyai maksud tertentu untuk meminjam paper biologi milik Aleeya Revalina (Lea), yaitu untuk untuk menyelipkan sebuh note yang berisi pernyataan cintanya? S-u-k-a? Dimas Anggoro (Dimas) suka pada Aleeya Revalina (Lea)?!

Beberapa saat kemudian baru Aleeya Revalina (Lea) menyadari kebodohannya. Tentu saja! Kalau ia bisa menyukai Dimas Anggoro (Dimas), kenapa tak dapat terjadi sebaliknya? Apakah memang cinta perlu dipertanyakan?

Aleeya Revalina (Lea) tersenyum manis dengan hati penuh asa berlimpah. Semua yang terjadi, baginya bagaikan sebuah mimpi saja. Tapi seandainya memang benar hanya mimpi, sungguh, inilah mimpi paling indah yang pernah ia alami.


Karakter Tokoh Sepotong Kalimat Cinta
Aleeya Revalina (Lea)
Gadis SMA pada umumnya yang mulai mengagumi lawan jenisnya. Aleeya Revalina (Lea) mengagumi Dimas Anggoro (Dimas), Cowok terkeren di sekolahnya. Disaat semua teman ceweknya berusaha untuk mendekati dan mengambil hati Dimas Anggoro (Dimas), Aleeya Revalia (Lea) malah bersikap acuh tak acuh itu dikarenakan ia merasa terlalu biasa saja. Lagipula dengan bersikap cuek ia bisa meredam detak jantungnya yang berdebar kencang setiap berpapasan dengan Dimas Anggoro (Dimas).

Dimas Anggoro (Dimas)
Cowok terkeren menurut semua teman-teman ceweknya di sekolah. Walaupun banyak gadik cantik dan kaya yang mendekatinya, Dimas Anggoro (Dimas) malah menaruh hati pada Aleeya Revalina (Lea) gadis manis dan pintar teman sekelasnya.

Sepenggal Masa Lalu (Chapter 4-Tamat)

Chapter 4
Keadaan Alvian


Aira mengepak semua barang-barangnya. Kekecewaan di hatinya tak terobati. Mungkin lebih baik ia kembali ke Jakarta dan melupakan kota kelahirannya. Terlebih ia akan melupakan sosok Alvian yang sangat dikaguminya.

"Aira...." sapa Mama seraya masuk ke kamar Aira. Aira menoleh sejenak. "Apa kamu tidak terburu-buru meninggalkan kota kelahiranmu?"

"Aira harus pergi, Ma. Aira nggak mau tinggal di kota ini. Kota ini membuat Aira sakit hati, Ma. Sakit hati...."

"Aira... tenanglah. Mama tahu bagaimana perasaanmu."

"Mama tahu bagaimana perasaan Aira sekarang, Ma. Hati Aira sudah hancur."

"Aira, Mama tahu tetang permasalahan kamu. Tapi kamu jangan egois begitu, Aira!"

"Egois? Mama bilang Aira egois?" Aira menghentikan kegiatannya. "Dia sudah melupakan Aira, Ma. Dan kini dia sudah punya pilihan lain."

Mama menghela berat.

"Alvian sudah tidak mencintai Aira lagi, Ma. Alvian sudah punya kekasih."

"Dari mana kamu tahu?"

"Aira lihat sendiri, Ma. Dengan mata kepala Aira."

Mama terdiam. Memperhatikan wajah Aira yang sangat membenci sosok Alvian. Tapi apakah Aira tahu bagaimana perasaan Alvian terhadap dirinya?

"Apakah kamu benar-benar mencintainya?" tanya Mama serius. Aira masih terdiam. Dan beberapa saat kemudian mengangguk pelan.

"Aira sangat mencintainya, Ma...." ucap Aira sendu sambil merengkuh tubuh Mama. Terisak dengan berat.

"Apakah kamu akan menerima Alvian apa adanya?"

Aira melepaskan rengkuhannya. Menghapus airmatanya dengan tisu.

"Maksud, Mama?"

"Aira, ketahuilah. Sejak kepergianmu, Alvian sangat merindukanmu. Alvian ingin sekali bertemu denganmu. Namun hal itu belum terwujud sampai kejadian naas itu menimpa keluarganya."

Aira terpaku, terperangah memperhatikan wajah Mama.

"Sebuah truk besar menabrak mobil yang dikendarai Papa Alvian dan keluarganya hingga hancur. Papa dan Mama Alvian tewas dalam kecelekaan itu. Dan Alvian...." Mama menelan air liurnya. Menghapus pipinya yang mulai membasah.

"Kenapa dengan Alvian, Ma?" tanya Aira penasaran.

"Alvian lumpuh, buta dan pendengarannya berkurang."

"Lumpuh? Buta? Tuli?" Aira seakan tidak percaya atas keterangan Mama.

"Apakah kamu masih mencintainya?"

Aira menangis sejadi-jadinya. Mengapa hal itu harus terjadi pada Alvian, pemuda yang sangat ia cintai. Mama beringsut sambil menggamit tangan Aira. Berjalan menemui Alvian di kediamannya. Sendiri dalam lamunan sepi. Alvian duduk di kursi roda. Pandangannya hampa, sehampa hatinya.

Aira terpaku di ambang pintu. Melihat sosok Alvian yang tak berdaya.

"Alvian...." pekiknya dengan suara parau, isaknya menjelma airmata. "Maafkan aku...."

Dengan perlahan Aira menghampiri kursi roda milik Alvian. Kemudian menggenggam erat jemari tangan Alvian. Mencium keningnya dengan penuh kasih.

"Aku mencintaimu, Al...." gumam Aira sambil terus terisak. Alvian yang terduduk tidak dapat berkata apa-apa. Hanya airmata yang membanjiri pelupuk matanya. Betapa ia ingin melihat sosok Aira. Sosok yang dulu sangat dicintainya. Namun sebuah kenangan pahit telah merentangkan hubungan mereka. Sejarak telaga yang tak bertepi.

"Aira...."


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Sepenggal Masa Lalu (Chapter 3)

Chapter 3
Kekecewaan Aira


Sudah dua hari Aira tidak menemukan sosok Alvian. Kemana gerangan sang pujaan hati? Aira kembali membuka jendela kamarnya, dan melihat rumah mewah milik keluarga Alvian. Memperhatikan balkon kamar Alvian yang seperti tidak terurus. Mendadak saja ia terkejut melihat sosok Alvian. Dan segera keluar dari kamarnya menuju balkon. Dengan antusias ia memanggil nama Alvian dari jauh.

"Alvian...!" teriaknya. "Alvian! Ini aku, Aira!" panggilnya lagi. Namun Alvian tidak bergeming barang sedikit pun. Acuh tak acuh, cuek dan sombong.

"Sombong banget, sih!" rutuk Aira kesal. Dari jauh Aira melihat seorang gadis menghampiri Alvian sambil membawakan segelas jus buah. Terlihat mesra seperti sepasang kekasih. Aira terlihat cemburu. Wajahnya berubah cemberut.

"Siapa dia?" tanya Aira dalam hati. "Ugh! Itu pasti pacarnya Alvian!" sewotnya dengan hati belah. "Dasar buaya!"

Aira bergegas saja meraih ponsel di meja belajarnya. Kemudian menekan nomor telepon Alvian. Nyambung....

"Halo...." sapa Alvian berat. Suara itu mengingatkan Aira pada sebuah kenangan manis yang pernah mereka rasakan. Tapi kini Aira berusaha untuk melupakannya.

"Kamu egois, Al. Kamu keterlaluan!" suara Aira mendadak saja meninggi. Alvian yang tidak tahu menahu masalahnya mendadak saja menjadi heran.

"Halo, ini siapa ya?" tanya Alvian lagi dengan suara berat.

"Nggak usah basa-basi, Al! Aku sangat kecewa padamu. Tahukah kamu, betapa hancur hatiku mengharapkan dirimu. Tapi kamu begitu apatis. Kamu buaya, Al. Aku benci melihatmu! Dan aku tidak ingin melihatmu lagi!" sergah Aira, semakin ketus.

Alvian yang di seberang sana mendengarkan makian itu dengan pilu. Berusaha mengingat kembali sebuah suara yang dulu sangat dikaguminya.

"Aira... kamukah itu?" gumam Alvian dengan suara serak. Matanya mulai merebak. Berkaca-kaca dan menetes tanpa sengaja.

"Hm, ternyata ingatanmu masih tajam juga, Al!" tukas Aira lagi.

"Aira, maafkan aku. Aku tidak bermaksud...."

"Sudahlah, Al. Aku kecewa padamu! Nikmati saja hari-harimu. Mungkin kamu lebih baik begitu."

Hati Alvian seakan teriris pedih. Ia menelan air liurnya dengan pahit.

"Aira, dengar dulu penjelasanku...."

"Tidak perlu, Al. Aku tidak butuh penjelasanmu. Sekian lama aku memendam rasa cintaku padamu, dan ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Kamu menghianati aku, Al. Aku sudah cukup jelas melihatnya!" Suara Aira masih tidak bersahabat.

"Jadi kamu sudah mengetahuinya?" tanya Alvian sendu.

"Aku tahu semuanya, Al!" ucap Aira sambil menutup ponselnya.

"Aira... Aira... dengar dulu, Aira...."

Aira mematikan ponselnya dengan sikap sarkastis.

Alvian tertunduk sambil terpaku. Kini gadis pujaannya pun juga tidak dapat menerima kehadirannya. Terlebih, dunia yang begitu angkuh!

Sepenggal Masa Lalu (Chapter 2)

Chapter 2
Surat Alvian


Uh, Aira teringat lagi dengan wajah Alvian. Wajah itu diam-diam mencuri hatinya.

Aira menemukan sepucuk surat berwarna merah muda yang terselip di buku diarinya. Surat itu sudah kelihatan buram. Sejak kepergian Aira meninggalkan kota Yogyakarta. Alvian mengembalikan buku diari Aira yang dipinjamnya.

Aira Larasati,
Mungkin aku sangat merindukanmu. Aku pasti sangat kesepian, dan sendiri. Dan mungkin kepergianmu akan menambah luka di hatiku. Betapa aku sangat menyayangimu. Aku sangat mengaggumimu. Tahukah kamu... aku sangat mencintaimu!
Alvian Erlangga


Aira mendekap surat itu sambil menerawang jauh. Benarkah Alvian mencintainya? Aira tersenyum sambil terus terlayang pada lamunan yang jauh. Hatinya berbunga-bunga. Aira membuka gorden merah muda berbunga indah. Ia membuka sedikit jendela kamarnya. Dimana dulu ia sering mengintai Alvian dari ventalasi itu. Memperhatikan Alvian tak jemu-jemu. Dan kini ia ingin melihat sosok Alvian yang tumbuh dewasa. Mungkin Alvian begitu tampan dan berwibawa. Dengan bentuk tubuh yang porposional serta otot yang kuat. Belum lagi wajahnya yang sangat menggemaskan kaum hawa.

Hm, Aira tersenyum tipis. Kemudian senyum itu berubah kecut. Rumah Alvian kelihatan sepi. "Kemana Alvian?" batinnya.

"Aira..." Sebuah suara menyapanya. Membuyarkan lamunannya untuk sesaat. Aira berpaling dengan perlahan. Menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

"Mama...." serunya sambil beringsut memeluk Mama. "Aira kangen banget, Ma."

"Kenapa nggak telepon Mama dulu sih, biar dijemput."

"Aira mau buat kejutan, Ma."

"Mm, dasar kamu. Yah, sudah, kamu mandi dulu. Mama tunggu di ruang tamu, ya?"

Aira mengangguk seraya melepaskan rengkuhannya. Kemudian meraih handuk di gantungan. Dan menuju kamar mandi.

Sepenggal Masa Lalu (Chapter 1)

Chapter 1
Kepulangan Aira


Pesawat mendarat pukul empat sore di Bandara Adisucipto Yogyakarta. Aira bergegas menghadang sebuah taksi yang bertengger di parkiran bandara. Beberapa saat kemudian Aira membuka pintu taksi dan masuk kedalam. Menjatuhkan pantatnya di jok empuk.

Aira duduk termenung. Setelah lima tahun kepergiannya untuk melanjutkan studi di Jakarta kini ia kembali ke Yogyakarta. Banyak kenangan manis yang masih tersisa. Terlebih terhadap seseorang yang selama ini ia mimpikan. Orang itu adalah Alvian, sahabat Aira sejak kecil. Di saat mereka masih bersama di sebuah perumahan di bilangan Yogyakarta Kota. Masa kanak-kanak yang sangat menyenangkan. Dan betapa kerinduan itu telah menggerogoti hatinya. Diam-diam ia juga mencintai Alvian.

Sore itu Aira tiba di rumah. Rumah model mediterania yang dibangun Papanya masih berdiri kokoh dengan tembok bercat putih. Bunga-bunga kecil yang tumbuh di halaman masih subur, meski letaknya tidak sesuai dengan lima tahun lalu. Pekarangan rumahnya tertata rapi dan asri. Mama memang selalu membersihkannya.

Sesaat Aira terkenang dengan Papa tercinta. Matanya merebak basah. Kini Papa telah tiada. Papa telah pergi dan takkan pernah kembali. Aira terisak, kala sekelibat kenangan indah bersama Papa melintas kembali di benaknya. Kenangan yang tidak dapat dilupakannya.

Beberapa tahun yang lalu Papa dihantarkan ke tempat peristirahatan yang kekal dan abadi, menghadap Ilahi. Sudah menjadi hukum alam dan dunia. Tak seorang pun yang dapat menghalanginya. Semua pasti bermuara kepada-Nya. Ada virus yang menggerogoti otak Papa. Papa terserang kanker otak. Dan di ruang Gawat Darurat rumah sakit Papa menghembuskan napas yang terakhir kalinya.

Rasa sesak di hati Aira masih menjadi belenggu, kian hari mengusik dan masih bergelut menghadapi cobaan yang mahaberat tersebut.

"Ya, Allah, aku sudah ikhlas. Walau Papa adalah orang yang paling aku sayangi, namun ia adalah titipan-Mu. Engkau lebih menyayanginya. Tempatkanlah ia di sisi-Mu ya, Allah...." tutur Aira dalam hati.

Beribu kali kata itu terucap dalam kalbunya, namun beribu kali pula bayangan Papanya menggodanya.

Perlahan Aira membuka pintu gerbang rumahnya. Kemudian menekan bel yang terletak di samping rumahnya. Bel itu masih seperti lima tahun yang lalu. Tak berapa lama, seorang pembantu separuh baya pun membukakan pintu. Menyambut kedatangan Aira yang dianggap sangat mengejutkan. Aira hanya tersenyum memperhatikan Mbok Darmi yang sudah mulai keriput. Wanita tua itu sudah bekerja belasan tahun bersama keluarganya.

Setelah berkangen-kangenan dan peluk-pelukan, Aira pun menghampiri kamarnya. Pelan ia membuka pintu kamarnya. Masih seperti lima tahun lalu. Bersih dan terawat rapi. Mbok Darmi selalu membersihkannya. Di sana, ia menemukan boneka kesayangannya. Boneka itu hadiah dari Alvian saat mereka duduk di bangku SMP.

Sepenggal Masa Lalu (Sinopsis)

Created By Sweety Qliquers
(Samarainda,Selasa_020210,0218PM)


Sepenggal Masa Lalu
Chapter 1 Kepulangan Aira
Chapter 2 Surat Alvian
Chapter 3 Kekecewaan Aira
Chapter 4 Keadaan Alvian


Sinopsis

“Mungkin aku sangat merindukanmu. Aku pasti sangat kesepian, dan sendiri. Dan mungkin kepergianmu akan menambah luka di hatiku. Betapa aku sangat menyayangimu. Aku sangat mengaggumimu. Tahukah kamu... aku sangat mencintaimu!”
(Alvian Erlangga-Alvian)

“Aku tidak butuh penjelasanmu. Sekian lama aku memendam rasa cintaku padamu, dan ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Kamu menghianati aku, Al. Aku sudah cukup jelas melihatnya! Kamu egois, Al. Kamu keterlaluan! Aku sangat kecewa padamu. Tahukah kamu, betapa hancur hatiku mengharapkan dirimu. Tapi kamu begitu apatis. Kamu buaya, Al. Aku benci melihatmu! Dan aku tidak ingin melihatmu lagi!”
(Aira Larasati-Aira)



Karakter Tokoh Sepenggal Masa Lalu

Aira Larasati (Aira)
Setelah lima tahun kepergiannya untuk melanjutkan studi di Jakarta kini Aira Larasati (Aira) kembali ke Yogyakarta. Banyak kenangan manis yang masih tersisa. Terlebih terhadap seseorang yang selama ini ia mimpikan. Orang itu adalah Alvian Erlangga (Alvian), sahabat Aira Larasati (Aira) sejak kecil. Di saat mereka masih bersama di sebuah perumahan di bilangan Yogyakarta Kota. Masa kanak-kanak yang sangat menyenangkan. Dan betapa kerinduan itu telah menggerogoti hatinya. Diam-diam ia juga mencintai Alvian Erlangga (Alvian).

Alvian Erlangga (Alvian)
Setelah sebuah truk besar menabrak mobil yang dikendarai Papa Alvian Erlangga (Alvian) dan keluarganya hingga hancur. Papa dan Mama Alvian Erlangga (Alvian) tewas dalam kecelekaan itu. Dan Alvian Erlangga (Alvian) lumpuh, buta dan pendengarannya berkurang. Kini Alvian Erlangga (Alvian), sendiri dalam lamunan sepi, duduk di kursi roda. Pandangannya hampa, sehampa hatinya. Menanti sang pujaan hati mengahmpirinya... Aira Larasati (Aira).

What Happens In Vegas (Movie)

What Happens In Vegas
Cinta Berawal di Meja Judi
Karya Tom Vaughan





Credits Title
Directed By : Tom Vaughan
Produced By : Michael Aguilar
Written By : Dana Fox
Music By : Christophe Beck
Cinematography : Matthew F. Leonetti
Edititing By : Matt Friedman
Studio : Regency Enterprises
Distributed By : 20th Century Fox
Release Date : 9 May 2008
Running Time : 99 Menit


Cast (What Happens In Vegas)


Asthon Kutcher As Jack Fuller, Jr.
Name : Christopher Asthon Kutcher / Asthon Kutcher
Born : Cedar Rapids, Iowa, US / 7 February 1978 (Age 31)
Occupation : Actor/Producer
Years Active : 1998-present
Spouse : Demi Moore (2005-present)


Cameron Diaz As Joy Mcnally Fuller
Name : Cameron Michelle Diaz /Cameron Diaz
Born : San Diego, California, US / 30 Agustus 1972 (Age 37)
Occupation : Actress/ Model
Years Active : 1988–1993 (model), 1993–present (actress)


Queen Latifah as Dr. Twitchell
Name : Dana Elaine Owens
Also known as : Queen Latifah, The Queen of Rap
Born : Newmark, New Jersey, US / 18 Maret 1970 (Age 39)
Genres : R&B, Soul, Jazz, Hip-Hop
Occupation : Singer-Songwriter, Record Producer, Rapper, Actress, Spokesperson, Author
Instruments : Piano, Vocals
Years Active : 1987-present
Label : Verve, Interscope, Motown, Tommy Boy, Warner Bros, Polygram
Website : http://www.queenlatifah.com/


Rob Corddry, as Jeffrey "Hater" Lewis
Name : Rob Corddry
Born : Weymouth, Massachusetts
Years Active : 1990’s-present


Lake Bell, as Toni "Tipper" Saxson
Name : Lake Caroline Siegel Bell / Lake Bell
Born : New York City, New York, US/ 24 Maret 1979 (Age 30)
Occupation : Actress
Years Active : 2001-present



Sinopsis
Joy McCool (Cameron Diaz) baru saja putus dengan pacarnya. Sementara Jack McCool (Asthon Kutcher) baru saja kehilangan pekerjaannya. Keduanya bertemu di sebuah hotel di Las Vegas dalam sebuah kejadian yang tidak mengenakkan.

Karena kesalahan pihak hotel, Jack yang pergi bersama Hater (Rob Corddry) temannya akhirnya masuk ke kamar Joy yang menginap bersama Tipper (Lake Bell). Setelah meluruskan masalah ke pihak hotel, akhirnya mereka dapat memperoleh kamar sendiri-sendiri.

Tidak seperti Hater dan Tipper yang tak bisa akur, Jack mulai berusaha mendekati Joy. Saat Jack dan Joy berusaha mengenali pribadi masing-masing, keduanya terbawa emosi dan suasana Las Vegas yang gemerlap sampai mabuk berat.

Keesokan harinya, saat mereka terbangun, mereka baru menyadari bahwa mereka berdua telah menikah. Rupanya pengaruh alkohol begitu kuat sampai mereka berdua mengambil keputusan besar tanpa mereka sadari sama sekali.


Trailer What Happens In Vegas



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
(www.dindasweet-86.blogspot.com)

Juno (Movie)

Juno
Hamil Muda Bukan Akhir Dari Segalanya
Karya Jason Reitman


Credits Title
Directed By : Jason Reitman
Produced By : John Malkovich
Written By : Diablo Cody
Music : Mateo Messina
Cinematography : Eric Steelberg
Editing By : Dana E. Glauberman
Distributed By : Fox Searchlight
Relase Date : 1 Sep 2007 (Telluride), 5 Des 2007 (Limited), 25 Des 2007 (Wide)
Running Time : 96 Menit


Cast (Juno)
Ellen Page As Juno
Name : Ellen Philpotss Page / Ellen Page
Born :Halifax, Now Scotia, Canada / 21 February 1987 (Age 22)
Occupation : Actress
Years Active : 1997–present

Michael Cera
Name : Michael Austin Cera / Michael Cera
Born : Brampton, Ontario, Canada / 7 Juni 1988 (Age 21)
Occupation : Actor
Years Active : 1998-present

Olivia Thirlby
Name : Olivia Thirlby
Born : New York, United States / 6 Oktober 1986 (Age 23)
Years Active : 2005-present

Jennifer Garner
Name : Jennifer Anne Garner / Jennifer Garner
Born : Houstan, Texas, U.S / 17 April 1972 (Age 37)
Occupation : Actress
Years Active : 1995-Present
Spouse : Scott Foley (2000-2003), Ben Affleck (2005-Present)

Jason Bateman
Name : Jason Kent Bateman / Jason Bateman
Born : Rye, New York, U.S / 14 January 1969 (Age 41)
Occupation : Actor
Years active : 1981–present
Spouse : Amanda Anka (2001– present)


Sinopsis
JUNO bercerita soal problematika hidup gadis belia yang tengah hamil (teen pregnancy). Kehamilan di luar nikah pada remaja itu dijelaskan bukan sebagai malapetaka, drama penuh emosi, aib dan sesuatu yang sangat memalukan.

Awalnya, Juno (Ellen Page) terlibat hubungan seks pra nikah dengan pacarnya Paulie Bleeker (Michael Cera). Hubungan ini mengakibatkan Juno yang baru berusia 16 tahun hamil.

Tak tahu harus berbuat apa, Juno menceritakan masalah ini pada Paulie. Singkat kata, Juno dan Paulie sepakat untuk menggugurkan bayi dalam kandungan Juno. Namun saat Juno berada di Women Now tempat ia akan melakukan aborsi, Juno berubah pikiran. Ia ingin membiarkan janin dalam rahimnya tumbuh.

Nekat dengan keputusan besar ini, Juno pun mau tak mau harus memberi tahu kedua orang tuanya. Untungnya, walaupun sempat terkejut, kedua orang tua Juno cukup bijaksana menghadapi masalah ini. Juno berencana untuk memberikan bayinya pada keluarga yang ingin mengadopsi bayi.


Trailer Juno




TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
(www.dindasweet-86.blogspot.com)

Selasa, 02 Februari 2010

13 Going On 30 (Movie)

13 Going On 30
Merasakan Menjadi Dewasa
Karya Gary Winick



Credits Title
Directed By : Gary Winick
Produced By : Gina Matthews
Written By : Josh Goldsmith, Cathy Yuspa
Distributed By : Revolution Studios/Columbia Pictures for Sony Pictures Releasing
Release Date : 23 April 2004
Running Time : 97 Menit


Cast (13 Going On 30)

Jennifer Garner as Jenna Rink
Name : Jennifer Anne Garner / Jennifer Garner
Born : Houstan, Texas, U.S / 17 April 1972 (Age 37)
Occupation : Actress
Years Active : 1995-Present
Spouse : Scott Foley (2000-2003), Ben Affleck (2005-Present)

Mark Rufallo as Matt Flamhaff
Name : Mark Alan Ruffalo / Mark Rufallo
Born : Kenosha, Wisconsin, U.S / 22 November 1967 (Age 42)
Occupation : Actor, Director, Producer, Screenwriter
Years Active : 1989-Present
Spouse : Sunrise Coigney (2000-Present)

Judy Greer as Lucy "Tom-Tom" Wyman
Name : Judith Laura Evans / Judy Greer
Born : Livonia, Michigan, USA / 20 July 1975 (Age 34)
Years Active : 1997-Present

Andy Serkis as Richard Kneeland
Name : Andrew C.G. Serkis / Andy Serkis
Born : Ruislip, Middlesex, England, U.K / 20 April 1964 (Age 45)
Occupation : Actor, Director, Author
Years Active : 1989-Present
Spouse : Lorraine Ashbourne (22 July 2002-Present)

Kathy Baker as Beverly Rink
Name : Katherine Whitton Baker
Born : Midland, Texas, U.S / 8 Juni 1950 (Age 59)
Occupation : Actress
Years Active : 1983-Present


Sinopsis
Jika 13 GOING ON 30 punya kaki, mereka pasti takkan pernah menyentuh tanah. Kisah romansa yang tak pernah ada habisnya itu dibuka dengan lagu yang bisa bikin berjingkrak-jingkrak pada era pop sintesis 80 seperti Rick Springfield (“JESSE’S GIRL”), Michael Jackson (“THRILLER”), dan THE GO-GO’S (“HEAD OVER HEELS”) dalam 5 menit secara mendatar.
Setelah menghentakkan kaki Anda..sekarang akan dibawa berlarian ke bukit. Penari dengan hentakan kaki tentu saja akan merasa menikmati saat-saat tersebut.

Pada 1987, remaja aneh, Jenna tidak bisa melihat kecantikan gadis tetangganya yang melebihi dia. Dia tetap bersahabat baik dengan Matty- pengagum tubuh gendutnya dan yang tidak terlalu manis-. Setelah sangat kecewa terlibat dalam permainan 'Seven Minutes in Heaven' pada pesta HUTnya ke 13 tahun, Jenna ingin menjadi lebih tua. Dengan bantuan kekuatan beberapa peri debu Jenna yang berusia 13 tahun menjadi Jenna (Jennifer Garner) editor majalah Manhattan yang mendorong meniru Poise, pertunjukan fashion yang gagal.

Dibandingkan dengan khayalan remaja Penny Marshal dalam BIG hal ini memang tak bisa diacuhkan tapi menyesatkan. 30 lebih menyerupai seperti Memilih Buku petualangan sendiri, di mana satu keputusan kecil dapat mempengaruhi hasil akhir cerita. Harapan spontan Jenna ] benar-benar mengubah masa lalunya, ketika dia mencari-cari dan menemukan Matty (Mark Ruffalo) dewasa, memorinya menunjukkan bagaimana keduanya terpisah setelah dia memilih untuk mengejar popularitas. Kesulitan mereka dapat ditelusur balik pada pesta HUT yang menggemparkan yang membuat referensi bagi Jenna ketika ia memutuskan hal-hal yang benar.

30 mengeraskan pesona dan bakat Garner sebagai bintang utama Hollywood. Penggemar menyadari mereka perlu juga mengagumi kemampuan fisik aktris yang glamour itu meskipun mereka mungkin terkejut, bagaimana bisa ia bertransisi ke komedi. Garner juga mengelola kemanisan alami yang menjual seringai khas remaja dan senyum lebarnya terasa sederhana dan tak dibuat-buat.

Dengan mengabaikan berapa mereka dibayar, Garner dan Ruffalo layak mendapatkan suatu kenaikan. Dua orang ini tidak pernah berhenti bekerja menjual materi yang terasa manis ini dan usaha mereka dibantu oleh Andy Serkis yang antusias dan Judy Greer yang menjijikkan. Jangan tanya aku bagaimana, tetapi 30 lebih menarik dibanding tari "Thriller" dan lelucon canggung Jenna saat berusia 12 tahun adalah hal-hal tak terduga. Juga disisipkan leluconWacko Jacko di sini.

Manis sekali dan bikin lemas, 30 adalah romansa New York yang menyenangkan dengan sejumlah sifat aneh dan sihir yang tepat. Film ini bisa membuat Anda tersenyum dan tersenyum lagi bahkan waktu pertanyaan alur cerita n jelas nyata membuat otak menjadi buntu.


Trailer 13 Going On 30


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
(www.dindasweet-86.blogspot.com)

Jumat, 15 Januari 2010

Beginilah Cinta (2-TAMAT)

Chapter 2
Bella Oh Bella


Ya, begitulah Bella. Orangnya keras, adatnya pedas. Kalo dia lagi ngambek lantaran pendekatan gencar yang Gue lakukan tanpa embel-embel malu-maluin. Jadi deh mukanya kayak cabe yang siap diulek buat dijadiin sambel terasi. Lagaknya segalak macan ompong. Karena kekerasan hatinya itu pula maka sampe kini Gue nggak kesampaian ngerebut hatinya. Entah terbuat dari batu apa hatinya itu.

Padahal, berani sumpah pocong deh, Gue sudah berkorban banyak untuk dia. Seluruh waktu dan hidup Gue nyaris hanya tercurah ke dia. Ke mana-mana dan di mana-mana, di benak dan hati Gue ya cuma ada dia. Dia tok!

Tapi, ya itulah Bella. Meski Gue bersujud di bawah telapak kakinya buat ngemis-ngemis cintanya pun, Gue nggak bakalan terima. Kurun waktu yang lama telah ngebuktiin kalo dia tuh, idealis banget. Alasannya setiap kali nolak Gue, dia bilang begini:

"Eh, Chico, kita tuh mending berteman aja. Misalnya nanti kita sejodoh, toh pada dasarnya kita pasti akan bersatu."

Lantas setiap kali dia ngucapin kalimat itu, maka Gue hanya dapat menelan ludah yang tiba-tiba terasa pahit seperti kopi. Ah, Bella-Bella, sebetulnya apa sih, kekurangan Gue? Padahal Gue kan, nggak jelek-jelek amat bila dibandingkan dengan pesaing-pesaing Gue. Bahkan, konon Gue adalah cowok yang tercakep dibandingkan para penghuni di bonbin (Kebun Bintang)!

Atau, mungkin Bella meragukan cinta Gue? Itu yang sering Gue lontarkan padanya bila sudah kecewa banget. Tapi apa tanggapannya?
Dia bilang gini, "Chico, Chico. Lo ini gimana, sih? Lo tuh sahabat Gue. Jadi Gue nggak perlu meragukan cinta Lo sebagai seorang teman lagi. Lo baik, sangat baik sebagai seorang sahabat. Oke?"

Ups! Kalimat. Just a friend! Itu yang nggak Gue inginkan. Itu yang paling Gue beeeenciii....

Tapi apa mau dikata lagi? Bella memang nggak mencintai Gue. Gue sadar itu. Sebab dia menolak Gue, itu jelas. Sebab ada nama dan wajah lain yang mengisi ruang hatinya. Yang pasti, someone special itu bukan Gue. Karena Bella....

Ah, forget it! Malam ini Gue mesti bobo, karena besok Gue harus kuliah pagi-pagi sekali. Gue hanya berharap seperti malam-malam yang kemarin, semoga Bella dapat mengubah pendiriannya yang setegar batu karang. Atau, biar jodoh yang bicara seperti yang selalu dia katakan. Kalo kita sejodoh, toh pada dasarnya kita pasti akan bersatu.

Yap, mungkin.

Huaaam... Gue ngantuk berat.

Gue lihat di luar jendela saat Gue rebahkan kepala di bantal. Langit kelam berjelaga awan hitam. Hati Gue sunyi dan hampa seperti langit yang nggak berbintang itu. Selanjutnya ada lara yang bersenandung di sana. Nggak Gue tahu persis lagu dan irama apa. Hanya titik-titik airmata Gue yang bisa menjawabnya.



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Beginilah Cinta (1)

Chapter 1
Cinta Itu Aneh!!


Cinta itu aneh!

Sebab sampai sekarang Gue nggak bisa ngerti apa arti cinta. Banyak hal-hal yang nggak adil terjadi di seputar cinta. Misalnya begini: si Playboy ngobral cinta dan hasilnya sukses berat dengan bertepuk dua tangan, meski cinta si Playboy itu palsu. Nah, giliran si Serius yang telah berikrar cinta sampai mati, eh, hasilnya malah bertepuk sebelah tangan. Aneh, nggak?

Menurut teori sih, cinta itu sakral. Artinya, cinta itu bukan sebentuk permainan yang sering dilakukan oleh anak-anak kecil. Tapi dalam prakteknya, cinta itu nggak begitu. Lha, gimana nggak? Gue sering nyaksiin sebaya-sebaya Gue melecehin cinta mereka. Mereka menduain cinta.

Kata mereka, pacar nggak cukup kalo hanya satu. Paling sedikit dua. Buat serep dan jaga-jaga. Uh, emangnya ban mobil pake serep-serep segala. Gue kok, mendadak menjadi bego mikirin cinta. Apa Gue yang nggak becus dalam soal asmara, atau mereka yang kelewat moderat dalam hal ini?!

Tapi lupakanlah. Soalnya Gue nggak terlalu ngambil hati. Ngapain sih pusing-pusing ke hal yang nggak bermanfaat begitu? Mending Gue ngurusin urusan Gue sendiri. Dan terutama ke persoalan yang menyangkut Bella!

Ya, Bella. Ngingat gadis manis itu, Gue selalu senewen dibuatnya. Ngejar dia sama susahnya ngejar layangan yang putus. Mungkin ngejar Si Bella ini lebih sulit. Habis, dia itu suka ngacir tauk ke mana. Kalo layangan kan, palingan nyantol di genteng rumah.

Gue ingat, Gue ngejar Si Bella ketika Gue masih duduk di bangku SMP kelas tiga. Dianya sih, waktu itu masih kelas satu SMP. Jadi ngejarnya juga pake gaya si ‘Amank’, tuh monyet tetangga yang doyan pisang! Namun jangan sama-samain amat Gue dengan si ‘Amank’. Soalnya Gue masih lebih manusiawi daripada si ‘Amank’, sedangkan dia lebih hewani dari Gue.

Oya, ngomong ke soal ngejar-ngejar cewek manis itu, sebetulnya Gue malu nyeritainnya. Bukan kenapa-kenapa, tapi masa’ iya ngejar Laudya Chintya Bella itu makan waktu sampe lima tahun dan belum juga dapet-dapet!

Tapi, meski begitu Gue nggak berputus asa, terlebih-lebih lagi untuk berputus napas atawa bunuh diri. Ih, nggak janjilah, ya? Biar dia ngatain Gue muka badak segala. Biar dia menolak Gue mentah-mentah. Nggak peduli. Cinta Gue sama Bella jalan terus. Dan cinta yang Gue serahin ke dia itu murni 24 karat. Asli, nggak susut atau dipotongin pajak segala.

Eh, tapi jangan menganggap Gue manusia super yang tahan banting. Gue juga bisa patah hati dan menangis. Gue bisa melek semalam-malaman jika mengingat cinta Gue yang malang ini. Tapi, tentu saja Gue nggak bersedih terus-terusan. Sebab Gue pikir masih banyak hal yang belum Gue bereskan. Cucian-cucian yang menumpuk di kamar kost saja belum Gue bereskan. Juga sewa kost untuk bulan lalu belum Gue lunasi.

Beginilah Cinta (Sinopsis)

(Sebuah Cerita Tentang Kasih Tak Sampai)
Created By Sweety Qliquers


Beginilah Cinta
Chapter 1 Cinta Itu Aneh!!
Chapter 2 Bella Oh Bella


Sinopsis

Gue hanya berharap seperti malam-malam yang kemarin, semoga Bella dapat mengubah pendiriannya yang setegar batu karang. Atau, biar jodoh yang bicara seperti yang selalu dia katakan. Kalo kita sejodoh, toh pada dasarnya kita pasti akan bersatu.
Yap, mungkin.
Gue lihat di luar jendela saat Gue rebahkan kepala di bantal. Langit kelam berjelaga awan hitam. Hati Gue sunyi dan hampa seperti langit yang nggak berbintang itu. Selanjutnya ada lara yang bersenandung di sana. Nggak Gue tahu persis lagu dan irama apa. Hanya titik-titik airmata Gue yang bisa menjawabnya.



Karakter Tokoh Beginilah Cinta :

Laudya Chintya Bella (Bella)
Menganggap Chico Jericho (Chico) hanya sebagai seorang sahabat tidak lebih. Menurut Laudya Chintya Bella (Bella), Chico Jericho (Chico) itu pemuda yang baik, sangat baik sebagai seorang sahabat.

Chico Jericho (Chico)
Ngejar -ngejar Laudya Chintya Bella (Bella) ketika ia masih duduk di bangku SMP kelas tiga. Dan si Laudya Chintya Bella (Bella), waktu itu masih kelas satu SMP. Ngejar Laudya Chintya Bella (Bella) itu makan waktu sampe lima tahun dan belum juga dapet-dapet!Tapi, meski begitu Chico Jericho (Chico) tidak berputus asa, terlebih-lebih lagi untuk berputus napas ataw bunuh diri. Biar dia dikatain Bella muka badak dan ditolak mentah-mentah. Chico Jericho (Chico) tidak peduli. Cintanya pada Bella jalan terus. Dan cinta yang diserahkan ke Bella itu murni 24 karat. Asli, nggak susut atau dipotongin pajak segala.

Aku & Aditya (3-TAMAT)

Chapter 3
Cinta Yang Tak Terlihat


Aku menoleh ke sampingku dan melihat Adit yang juga sedang menatapku dengan tatapan matanya yang lembut. Hari ini aku harus mengatakannya. Katakanlah! Jeritku dalam hati. Katakan kalau kamu tidak dapat menemuinya lagi! Namun pada saat kata-kata yang telah aku persiapkan hendak meluncur dari bibirku, aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan sebaliknya merangkul pundak Adit.

Pada saat itu, aku menyadari sesuatu yang telah aku sangkal selama bertahun-tahun. Aku tidak dapat mengakhiri persahabatanku dengan Adit karena aku membutuhkannya setiap hari untuk seumur hidupku. Aku ingin selalu melihatnya tersenyum, mendengarkan canda tawanya dan merasakan kehadirannya di sisiku ketika aku sedang sedih dan gundah. Ternyata aku menyayanginya dan membutuhkannya lebih dari seorang sahabat.

Aku menatap ke dalam bola matanya yang berwarna hitam pekat bagaikan telaga. "Sejujurnya, aku... aku sayang kamu... aku nggak bisa kehilangan kamu...." Airmataku pun tumpah membasahi kemejanya.

Namun Adit hanya diam memelukku dan mengusap rambutku.
Setelah tangisku terhenti, barulah ia memegang kedua pundakku dan menatap lurus ke dalam mataku. "Tahukah kamu Key, apa yang selalu kuminta di setiap hari di dalam doaku?” Ia tersenyum.

“Aku mendoakan kebahagiaanmu. Namun jika ia tidak bahagia bersama Virgo, Tuhan, maka izinkan aku yang membahagiakannya....”

Tangisku pun pecah kembali dan kami berpelukan lama sekali, seperti dua orang yang baru menyadari cinta mereka berdua. Angin bertiup dengan pelan, ombak berdesir dengan lembut... seakan menjadi saksi cinta kami berdua.

Sejak saat itu, aku dan Adit tidak pernah lagi mengenal kata berpisah. Sore itu aku menyadari bahwa aku bertanggung jawab atas kebahagiaanku sendiri. Kata orang, cinta yang sejati tumbuh karena kebersamaan. Kadang kala, orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tak pernah menyatakan cinta kepadamu, karena takut kau berpaling dan memberi jarak. Namun bila suatu saat ia pergi, barulah kau akan menyadari, bahwa ia adalah cinta yang tidak kau sadari. Tampaknya, aku tidak hanya sekedar membutuhkan Adit.... Aku telah jatuh cinta, walau aku tidak pernah menyadarinya sampai detik aku hampir kehilangan dirinya.

Untuk yang tercinta... Aditya Permadi
Ternyata aku cinta dan kutakut…
Kehilangan dirimu yang kukasihi…

(Dari yang Tercinta - Keysha Dinata)



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Aku & Aditya (2)

Chapter 2
Adit VS Virgo


“Tahu nggak, Key, apa masalah kamu?” tanya Adit suatu saat dengan mimik yang lucu. Hanya dia yang dengan berani-beraninya memendekkan namaku, Keysha, menjadi ‘K’. Memendekkan tulisan nama panggilan ‘Key’ menjadi ‘K’ (K= Pengucapan Inggris menjadi Key). Biar demikian, aku cukup menyukainya sih. Aku tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalaku.

“Kamu ini terlalu bagaimana ya, nggak santai! Kamu harus lebih terbuka sama orang lain, lebih easy-going.... Pernah nggak sih, semua yang kamu ceritakan ke aku kamu ceritakan ke pacarmu? Nggak pernah, kan? Kamu harus lebih banyak share sama dia. Wajar saja dia marah kalau kamu nggak suka cerita. Kalau begitu terus, dia akan jadi merasa tersisih, Key,” sambung Adit panjang lebar.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Benar juga, sih. Virgo memang suka marah kalau aku menceritakan soal Adit, bagaimana dekatnya aku dengannya, dan bagaimana aku merasa bebas menceritakan masalah-masalahku. Atau, apa mungkin dia cemburu ya? Aku tertawa geli membayangkannya. Walaupun keren dan banyak cewek yang naksir, Adit itu cerewet sekali kepadaku, sampai-sampai terkadang aku menjulukinya 'my sister' – habis, seperti cewek, sih! Namun, aku yakin dia bukan gay karena ia pernah menceritakan kisah cintanya yang dulu padaku.

Persahabatan kami pun berlanjut terus, sampai tiba waktunya kami berdua harus kembali ke Jakarta karena kuliah kami sudah tuntas. Begitu sampai di Jakarta, aku memperkenalkannya kepada Papaku, yang sangat menyukainya. Namun, ketika aku memperkenalkannya kepada Virgo, reaksi pacarku selama lima tahun tersebut benar-benar tidak kusangka.

“Aku nggak suka sama dia, Key!” ujar Virgo datar, dengan ekspresi masam yang membuat wajah gantengnya menjadi tidak enak dilihat.

“Aku pengen kamu menjauhi dia. Toh sekarang sudah ada aku, kamu juga tidak perlu dia lagi, kan? Kalau mau teman jalan-jalan, kan ada Melati, Aurel, atau Syafa...." lanjutnya sembari menyebutkan nama teman-temanku saat SMA dulu.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Virgo tidak mengerti arti persahabatan Adit bagiku. Dia memang benar-benar cemburu. Namun saat itu, aku mengira kecemburuannya hanya akan berlangsung sementara saja. Toh, kalau dia sudah mengenal Adit lebih baik, pasti dia akan menyukainya.

Di sisi lain, walaupun Virgo sangat tidak ramah kepadanya, Adit tetap ceria dan menganggap Virgo sebagai teman. Ia juga masih sering menghubungiku, dan kadang-kadang ia main ke rumahku untuk menemani adik-adik perempuanku yang masih kecil-kecil. Mereka suka sekali dengannya karena ia pandai bercerita dan masakannya sangat enak. Selain menemani si kecil Beby bermain dan membaca, Adit juga sering membantu memberikan solusi-solusi masalah cowok untuk Chacha yang mulai beranjak remaja.

Tahun demi tahun terlewati, dan Adit tetaplah teman yang terbaik untukku. Kami sering bertemu, sekedar hanya untuk berbincang-bincang. Kami bahkan mengajukan diri untuk menjadi guru Les privat Bahasa Inggris di ‘Ferindo English’ (Les Privat Bahasa Inggris Australia, yang buka cabang di Indonesia) bersama-sama.

Hubunganku dengan Virgo juga menjadi semakin serius. Kami telah berpacaran selama lebih dari tujuh tahun. Ia sudah bekerja untuk Papa, membuat pernikahan semakin berada di dekat mata. Bagiku, semua yang kami lewati bersama telah menjadi suatu masa depan pasti yang tak perlu diramalkan lagi. Ya, mengapa aku harus khawatir? Virgo laki-laki yang baik, dia luwes dalam pergaulan dan akrab dengan semua saudara-saudaraku, mempunyai tabungan yang lebih dari cukup untuk memulai suatu rumah tangga dan kami tidak pernah berselisih lebih dari pertengkaran-pertengkaran kecil. Dan bukankah aku juga telah mengenakan cincin ‘janji’ dari Virgo?

Akan tetapi sore itu aku tidak mengenakan cincin tersebut. Aku tidak pernah mengenakannya apabila sedang bersama-sama Adit. Virgo telah memberikan ultimatum kepadaku seminggu yang lalu, sebelum aku dan Adit berangkat bersama-sama ke Australia untuk menghadiri reuni angkatan kami saat kuliah dulu.

“Aku nggak mau kamu dekat dengan Adit lagi. Kita sebentar lagi akan menikah Key, dan aku sering mendengar orang-orang mempergunjingkan kedekatanmu yang tidak wajar dengan Adit. Bagaimanapun juga dia laki-laki dan kamu perempuan. Aku percaya kepadamu, tapi kamu harus memutuskan hubunganmu dengannya,” ultimatum Virgo. Tanpa ekspresi. Dingin sekali.

Aku & Aditya (1)

Chapter 1
Dia Yang Selalu Ada Untukku


Angin sore berhembus dengan lembut, membungkus diriku dalam hangatnya udara musim panas. Aku melepaskan sandalku dan menjinjingnya. Aku suka merasakan pasir-pasir lembut ini masuk ke sela-sela jariku, merasakan kakiku tertimbun olehnya. Deburan ombak yang berdesir mengikuti irama langkahku terdengar seperti musik di telingaku.

Di sebelahku, Aditya menghirup dalam-dalam udara pantai yang segar dan menentramkan jiwa. Rambutnya yang berwarna hitam kecoklatan ditiup angin dan menari-nari menutupi sebagian wajahnya. Ia tidak berubah sama sekali sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Aku tidak dapat mengingat kapan terakhir kali aku merasa sedamai ini....

Aku pertama kali bertemu dengan Aditya di pantai ini. Hari itu, Adit – begitu panggilanku untuknya, terlihat seperti mahasiswa Indonesia kebanyakan yang bersekolah di Australia. Dalam balutan jeans yang digulung sampai lutut dan kaos putih, ia terlihat santai dan tanpa beban. Dan justru hal itulah yang menarik perhatianku kepadanya.

Perkenalan kami berlanjut ke barter nomor handphone dan alamat, dan tidak lama kemudian kami pun menjadi sahabat karib. Kepadanya yang santai dan easy-going, aku dapat mencurahkan semua masalahku, terutama mengenai pacarku yang sedang bekerja di Indonesia.

Segala kekhawatiranku, kekesalanku dan kecurigaanku pun dihapus Adit dengan mudah melalui canda tawa dan saran-saran yang diberikannya. Kepadanya aku juga menceritakan bebanku sebagai anak tertua di keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki sama sekali—bagaimana aku harus sekolah tinggi demi meneruskan usaha Papa, dan pada saat bersamaan menjadi teladan bagi adik-adikku yang sudah tidak memiliki seorang Mama.

Aku & Aditya (Prolog)

Prolog

Hati Berbunga Rindu
Jiwa Tak Tentu Arah
Inikah Yang Disebut Cinta

Bulan Kedua Itu
Pertama ku Dengan Kamu
Dua Hati Terpaut Suka

Oh Begitu Cepat Waktu Berlalu
Perpisahan Tak Diduga
Kuingin Denganmu Tak Terbatas Waktu
Kau Tetap Slalu Di Hati

Bulan Kedua Itu
Cintaku Tak Kan Kuhapus
Pertama Kau Ucap Kata Cinta

(Melly Goeslaw – Bulan Kedua)

Aku & Aditya (Sinopsis)

Created By Sweety Qliquers
(www.dindasweet-86.blogspot.com)


Aku & Aditya
Prolog
Chapter 1 Dia Yang Selalu Ada Untukku
Chapter 2 Adit VS Virgo
Chapter 3 Cinta Yang Tak Terlihat


Sinopsis
Kata orang, cinta yang sejati tumbuh karena kebersamaan. Kadang kala, orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tak pernah menyatakan cinta kepadamu, karena takut kau berpaling dan memberi jarak. Namun bila suatu saat ia pergi, barulah kau akan menyadari, bahwa ia adalah cinta yang tidak kau sadari. Dan itulah yang terjadi pada Keysha Dinata (Key). Tampaknya, ia tidak hanya sekedar membutuhkan Aditya Permadi (Adit). Ia telah jatuh cinta, walau Ia tidak pernah menyadarinya sampai detik ia hampir kehilangan diri Aditya Permadi (Adit).


Karakter Tokoh Aku & Aditya :

Keysha Dinata (Key)
Perkenalan Keysha Dinata (Key) dan Aditya Permadi (Adit) bermuda dari barter nomor handphone dan alamat, dan tidak lama kemudian mereka pun menjadi sahabat karib. Kepada Aditya Permadi (Adit) yang santai dan easy-going, Keysha Dinata (Key) dapat mencurahkan semua masalahnya, terutama mengenai pacarnya – Virgo Perdana (Virgo) yang sedang bekerja di Indonesia.

Aditya Permadi (Adit)
Terlihat seperti mahasiswa Indonesia kebanyakan yang bersekolah di Australia. Ia terlihat santai dan tanpa beban. Dan justru hal itulah yang menarik perhatian Keysha Dinata (Key) pada Aditya Permadi (Adit).

Virgo Perdana (Virgo)
Virgo Perdana (Virgo) dan Keysha Dinata (Key) telah berpacaran selama lebih dari tujuh tahun. Ia sudah bekerja di perusahaan milik Papa Keysha Dinata (Key). Virgo Perdana (Virgo) laki-laki yang baik, dia luwes dalam pergaulan dan akrab dengan semua saudara-saudara Keysha Dinata (Key), mempunyai tabungan yang lebih dari cukup untuk memulai suatu rumah tangga. Virgo Perdana (Virgo) dan Keysha Dinata (Key) tidak pernah berselisih lebih dari pertengkaran-pertengkaran kecil.

Hingga Ujung Waktu (2-TAMAT)

Chapter 2
Cinta Pertamaku


"Bang Dhika? Ada tamu buat Abang nih. Cewek. Aku suruh masuk ya?" Tiba-tiba suara Melati membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah pintu dan mendapati adik perempuanku sedang menjulurkan kepalanya ke celah pintu kamarku. Di belakangnya, aku samar-samar melihat bayangan seseorang berbaju merah.

Wah, pasti Syafa nih, mau minta maaf! ujarku dalam hati. Dengan sedikit sebal aku pun menjawab, "Ya, suruh masuk saja Mel. Thanks, ya?"

Namun, setelah Melati mempersilahkan tamu tersebut masuk, aku mendapati diriku sedang duduk berhadapan dengan seseorang yang tidak pernah aku sangka akan aku temui lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Gadis yang berdiri di hadapanku sekarang ini bukanlah Syafa, dan juga bukan teman-teman wanitaku lainnya—untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tidak bisa membaca apa yang dia pikirkan, dan aku tidak bisa lagi mengetahui isi hatinya dari raut wajahnya.

"Aurel. Tumben kamu ke sini?" sapaku dengan suara bergetar.

"Sudah hampir lima tahun ya, sejak kita terakhir bertemu."

Aurelia Cempaka, gadis itu, hanya tersenyum tipis dan berjalan menghampiri ranjangku. "Ya. Dhika, Gimana kabar kamu? Aku dengar dari Marvel, kamu kecelakaan mobil beberapa hari yang lalu? Kok bisa?" tanyanya sembari menarik kursi dari belakang meja belajarku dan duduk di sebelah ranjangku, menghadapiku.

Aku menghela napas dan berujar, "Ceritanya panjang Rel, pokoknya ini semua gara-gara pacarku, Syafa. Entah mau apa perempuan itu...."

Dengan tertawa getir, aku menatapnya dalam-dalam, namun ekspresi Aurel tidak berubah, tetap tak dapat dibaca.

"Sejak kapan kamu di Indonesia, Rel? Terakhir aku dengar... kamu kerja di luar negeri?"

Aurel menganggukkan kepalanya. "Iya, aku sekarang kerja di Jepang, jadi konsultan ekonomi di sebuah perusahaan multinasional di sana. Lumayan, aku betah juga. Ini juga aku sedang ambil cuti, makanya aku bisa pulang. Dan kebetulan aku dengar kamu sedang rawat jalan, makanya aku mampir, sekalian menanyakan kabar kamu. Kamu sendiri, bagaimana kabarnya?"

"Aku baik-baik saja, sekarang sudah dapat kerjaan sebagai asisten dokter di Ferindo. Yah, doakan saja ya semoga sukses nantinya, seperti kamu," sahutku sambil bercanda.

Aurel tertawa lebar, dan untuk sesaat aku bagaikan terbawa kembali ke masa lalu, dimana senyum dan canda tawanya hanyalah untukku seorang....

"Bisa saja kamu. Aku juga belum sukses, kan kamu tahu sendiri cita-citaku adalah...."

"... Memberantas kemiskinan di muka bumi ini.," potongku dengan cepat.

Aurel membelalakkan matanya dan menatapku dengan aneh.

"Kok kamu bisa ingat? Kan sudah lama sekali!" sahutnya bingung.

"Yaaa, gimana aku bisa lupa. Kamu kan sudah beratus-ratus kali mengatakannya padaku. Kalau sudah sebanyak itu, tentulah aku pasti ingat!" ujarku, lalu menderaikan tawa dan memberanikan diri untuk mengusap rambutnya. Aliran listrik bagaikan menjalar dalam tubuhku saat aku menyentuh dirinya. Sudah lama sekali....

"Ah, masa sih!" Aurel tersipu malu.

"Kamu selalu begitu deh, ingat hal-hal yang aneh mengenai aku. Tidak pernah ingat yang bagus-bagus."

"Tentu saja aku ingat yang bagus, Rel! Mau bagaimanapun juga, kamu kan cinta pertamaku!" protesku dengan ekspresi lucu.

Aurel berhenti tersenyum dan menundukkan kepalanya, ekspresinya lagi-lagi sulit dibaca. Duh, salah lagi deh.... Harusnya memang tidak boleh bawa-bawa masa lalu lagi! sesalku dalam hati.

"Rel...." ucapku dengan halus, mencoba untuk memperjelas situasi.

"Dhik, sepertinya kamu haus ya, aku ambilkan minum ya!" potongnya dengan ekspresi ceria yang seperti dibuat-buat.

Sebelum aku mampu mengatakan hal-hal lain lagi, dia beranjak dari kursinya dan berjalan menuju meja belajarku untuk mengambil gelas minumku. Namun, pada saat itu, bukan dialah yang aku perhatikan, melainkan bayangan kerlipan sesuatu yang bersinar di tangannya. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya—mungkinkah?

"Ini Dhik, minum ya? Kamu kan lagi sakit, harus banyak minum air!" ujarnya sembari kembali duduk dan memberikan gelas kepadaku.

Dengan senyum lemah aku menurut dan meneguk air yang ada di dalam gelasku dan meletakkannya di meja sebelah ranjangku setelahnya. Sambil tersenyum Aurel meletakkan kedua tangannya di atas lututnya dan kali ini aku dapat melihat secara jelas cincin emas putih berhias berlian yang melingkari jari manis tangan kanannya.

"Rel. Kok tumben kamu pakai cincin? Bukannya seingatku, kamu paling tidak suka ya?" tanyaku sambil mencoba biasa-biasa saja, padahal hatiku sudah tidak enak setengah mati.

Tiba-tiba ekspresi Aurel berubah, rona merah menghiasi wajahnya dan dia menundukkan kepalanya. Aku terdiam, tidak tahu harus berucap apa. Setelah terdiam untuk beberapa lama, akhirnya dia pun bicara.

"Ini cincin tunanganku, Dhik. Aku akan menikah bulan depan dan setelah menikah, aku akan pindah kembali ke Jakarta. Salah satu alasan aku datang hari ini adalah untuk memberitahukan hal tersebut kepadamu, dan untuk mengundangmu ke hari pernikahanku." Suaranya bergetar.

"Kamu harus datang, ya?" Lanjutnya.

Pada saat itu aku dapat merasakan wajahku memucat. Aku merasa mual sekali. Pada saat itu, semua kenangan yang pernah aku lalui bersama Aurel kembali membayangiku secara bergantian....

Saat kami bertengkar untuk pertama kalinya, setelah dua bulan kami berpacaran. Aku sedang marah, marah sekali waktu itu, dan aku berteriak kepadanya agar pergi dariku, agar tidak menggangguku lagi. Aku ingat pada saat itu dia kaget sekali melihatku seperti itu, airmata mengalir di kedua belah pipinya dan dia lari menjauhiku sembari menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, pada saat aku melihatnya menangis karena aku, hatiku bagaikan terkoyak dan aku pun mengejarnya, ingin menarik semua kata-kataku yang telah melukai hatinya, untuk mengatakan padanya bahwa aku mencintainya!

Saat kami berciuman untuk pertama kalinya, setelah hampir setahun kami berpacaran. Itu adalah saat-saat di mana aku sedang merasa benar-benar jatuh, benar-benar depresi dan benar-benar sendiri. Namun Melissa tidak pernah meninggalkanku, dengan sejuta kata-kata penghiburan ia mampu menyejukkan hatiku, dan segala yang ia lakukan membuktikan kepadaku bahwa ia benar-benar mencintaiku. Saat bibir kami bersentuhan, pada saat itulah aku tahu, bahwa memang dialah satu-satunya gadis untukku!

Saat kami mengucap janji untuk saling mencintai selamanya, saat aku menyematkan cincin di jari manisnya. Cincin murah yang aku beli dari hasil kerja sambilanku, cincin yang menandakan bahwa Aurel adalah gadis milikku, dan hanya milikku seorang. Pada saat itu aku benar-benar yakin bahwa masa depan kami tidak mungkin dipisahkan, bahwa kami akan menikah suatu saat nanti dan bila saat itu tiba, Aurel akan menjadi milikku sepenuhnya.

Saat kami berpisah, saat aku meninggalkannya tanpa sekali pun menoleh lagi ke belakang. Aku harus mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya agar dia pergi dan menjauh dariku. Dia tidak tahu bahwa pada saat itu hatiku sama hancurnya dengan dirinya, dia tidak tahu betapa sulitnya bagiku untuk menyakitinya. Namun aku benar-benar berengsek, bahkan setelah putus pun aku terus menyakitinya, aku melakukan hal-hal yang tidak pernah dapat dia lupakan.

Aku tahu, bahwa aku tidak pantas baginya. Tapi aku tidak bisa mengenyahkan perasaan ini, bahwa masih ada suatu tempat di hatiku untuknya bahkan hingga sekarang.

Namun gadis yang sekarang duduk di hadapanku bukanlah Aurel yang dahulu milikku. Dia bukanlah Aurel yang selalu memanjakanku, yang selalu menomor-satukanku, yang selalu mencintaiku. Wajahnya tidak berubah, bibirnya masih menyunggingkan senyum yang sama seperti lima tahun lalu, matanya masih memancarkan cahaya yang sama, cahaya penuh cinta. Hanya saja, tatapan itu bukanlah ditujukan kepadaku lagi. Apakah egois bila aku masih ingin memilikinya?

Ekspresi wajah Aurel perlahan berubah dari malu menjadi bingung. "Dhika? Kamu tidak apa-apa? Kamu masih sakit?" ujarnya khawatir sembari menyipitkan matanya.

"Mau aku panggilin Mama kamu?"

Aku berusaha tersenyum, walaupun sulit. "Aku tidak apa-apa kok, Rel. Kaget saja, tahu-tahu kamu sudah mau menikah. Padahal sepertinya baru kemarin kita berpacaran...."

Aurel tertawa. Tawa yang tulus. "Iya ya, sebenarnya kita berpacaran lama juga ya, hampir tiga tahun waktu masa SMA dulu. Yah, semuanya tinggal kenangan manis. Betul, tidak?" candanya.

Aku terdiam. Mungkin bagi Aurel, semua itu hanya kenangan. Namun bagiku tidak. Sampai detik ini, masih ada bagian dari hatiku yang kusimpan hanya untuk dia. Mungkin untuk selamanya, mungkin hingga ujung waktu.

Sudah lima tahun kita tidak bertatap muka, ataupun saling memberi kabar, namun ketika kami bertemu, aku merasa diriku terbawa kembali ke masa lalu, masa-masa yang bahagia, masa-masa di mana dia adalah milikku seorang.

Gadis-gadis yang aku pacari setelah dirinya, bahkan Syafa pun, tidak akan pernah bisa menggantikan Aurel. Dia cinta pertamaku, dan akan tetap menjadi cinta pertamaku selamanya....

Hanya Aurel satu-satunya gadis yang paling mengerti diriku. Hanya dia yang mengerti betapa besar gengsiku, betapa moody diriku apabila sedang dilanda masalah, betapa besar tekananku bagi diriku sendiri. Saat Aurel memutuskan untuk pergi lima tahun lalu dari hidupku, saat dia bahkan tidak mau menjadi sahabatku, aku merasa bahwa aku telah kehilangan seseorang yang sangat penting dalam hidupku. Seseorang yang telah membuatku menjadi diriku yang sekarang ini. Aku tidak ingin kehilangan Aurel, tidak dahulu, tidak sekarang, tidak selamanya.

"Rel..." mulaiku. Aku ingin mengatakan padanya, bahwa aku masih mencintainya, bahwa hanya dialah satu-satunya gadis yang pernah benar-benar aku cintai. Gadis yang ingin aku jadikan sebagai istriku, sebagai pendamping hidupku, hingga ujung waktu....

Namun dia memotong ucapanku setelah dengan kaget melihat jam dinding di atas ranjangku. "Wah, sudah jam tiga siang, Dhik! Aku harus pergi nih, ada janji sama Reyhan, tunanganku. Dia mau ngajak aku lihat-lihat property di komplek rumah orangtuanya. Yah, aku lega kamu baik-baik saja, Dhik." Aurel tersenyum.

"Kamu harus datang ya, bulan depan! Aku benar-benar harap kamu bisa datang." Dia bangkit dari kursinya dan meluruskan roknya.

Aku menatapnya tanpa dapat berkata apa-apa. Da mengembalikan kursi yang dia duduki ke tempatnya semula dan mengulurkan tangan kanannya kepadaku.

Aku ingin sekali menarik tangan tersebut dan memeluknya, mengatakan padanya bahwa aku tidak mau dia menjadi milik pria lain, bahwa hanya akulah pria yang paling tepat untuknya. Namun... aku tak sanggup. Aku tahu, inilah kebahagiaannya, bersama Reyhan, dan aku tidak akan pernah dapat memberikannya kebahagiaan yang sama, betapa keras aku mencoba. Pada akhirnya, aku menyambut uluran tangannya dan menyalaminya.

"Selamat ya Rel. Aku bahagia untukmu." Kata-kata palsu tersebut meluncur dari bibirku. Aku tidak dapat menyangkal bahwa hatiku sakit sekali ketika mengucapkannya.

"Aku dan Syafa pasti akan datang." Lanjutku.

Aurel tersenyum hangat dan menepuk bahuku. "Begitu dong, Dhik. Oke deh, nice seeing you again. Take care, ya?"

Dia pun beranjak pergi, berjalan menuju pintu kamarku dan membukanya. Sebelum menutup pintu kamarku, Dia menjulurkan kepalanya di celah pintu dan berucap, "Cepat sembuh ya, Dhik!" Kemudian, dia menutup pintu dan... dia telah pergi. Meninggalkanku, seperti aku meninggalkannya lima tahun silam.

Aku tidak sadar bahwa pada saat itu, setetes airmata mengalir di pipiku dan jatuh di atas telapak tangan kiri yang sedang memeluk bantal di pangkuanku. Lantunan lagu masih membayangiku, dan mendengarnya aku tidak lagi terbuai, namun bercampur antara rasa sakit dan kekosongan yang mengisi relung hatiku pada saat ini.

Serapuh kelopak sang mawar
Yang disapa badai berselimutkan gontai
Saat aku menahan sendiri
Diterpa dan luka oleh senja....

Semegah sang mawar dijaga
Matahari pagi bermahkotakan embun
Saat engkau ada di sini
Dan pekat pun berakhir sudah....

Akhirnya aku menemukanmu
Saat kubergelut dengan waktu
Beruntung aku menemukanmu
Jangan pernah berhenti memilikiku....

Hingga ujung waktu
Setenang hamparan Samudra
Dan tuan burung camar
Tak 'kan henti bernyanyi....

Saat aku berkhayal denganmu
Dan berjanji pun terukir sudah
Jika kau menjadi istriku nanti
Pahami aku saat menangis

Saat kau menjadi istriku nanti
Jangan pernah berhenti memilikiku
Hingga ujung waktu....

(Sheila On 7_Hingga Ujung Waktu)



TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com