Chapter 3
Ryan??
“Aduh.”
Ryan dan Chacha bertabrakan di koridor sekolah. Hampir saja mereka berpelukkan. Untung saja ada buku yang dipeluknya di depan dada Chacha. Kalau nggak!! Enak Ryan pastinya.
“Kalau jalan tuh pake mata, jangan pakai dengkul.” Teriak Ryan.
“Woii! Lo tuh yang jalan nggak pake mata. Sembarangan aja nuduh orang. Lagian lo jalan kok pake lubang hidung! Heh!” Sembur Chacha tidak mau kalah.
“Yee dasar cewek stres, dikasih tahu kok nyolot.” Dumel Ryan dalam hati.
Mereka berduan pun pergi tanpa saling lihat satu sama lain. Seperti orang yang tidak saling kenal.
Ryan??
“Aduh.”
Ryan dan Chacha bertabrakan di koridor sekolah. Hampir saja mereka berpelukkan. Untung saja ada buku yang dipeluknya di depan dada Chacha. Kalau nggak!! Enak Ryan pastinya.
“Kalau jalan tuh pake mata, jangan pakai dengkul.” Teriak Ryan.
“Woii! Lo tuh yang jalan nggak pake mata. Sembarangan aja nuduh orang. Lagian lo jalan kok pake lubang hidung! Heh!” Sembur Chacha tidak mau kalah.
“Yee dasar cewek stres, dikasih tahu kok nyolot.” Dumel Ryan dalam hati.
Mereka berduan pun pergi tanpa saling lihat satu sama lain. Seperti orang yang tidak saling kenal.
***
Brakk!!
Chacha menghempaskan buku teksnya. Marah dan kesal bercampur jadi satu. Anak-anak di kelasnya hanya terdiam melihat tingkahnya. Tidak menyangka gadis manis seperti dia kalau sedang marah sangat mengerikan.
“Lo kenapa lagi sih Cha?” Tanya Helen Sahabatnya di sekolah.
“Tuh kakak kelas kita, kelas 2 atau 3 nggak tahu juga deh gue. Eh, tiba-tiba cari masalah sama gue.”
“Dia yang cari masalah sama lo atau lo-nya yang cari masalah sama dia hah?”
“Eh, jaga tu mulut ya sembarangan aja. Ya dia lah yang cari ribut sama gue.”
“Iya deh, jangan marah dong Cha.” Kata Helen, takut kalau Chacha ngamuk lagi - bisa habis satu kelas diberantakin sama dia.
Sejurus kemudian, Pak Rizal masuk ke kelas mereka.
“Selamat pagi semua. Sekarang buka bukunya halaman 45.” Perintah Pak Rizal.
Dengan malas Chacha membuka buku teksnya, moodnya untuk belajar sudah dikuras habis oleh kejadian tadi. Sekarang ia tak bisa berkonsentrasi dengan kelas Pak Rizal.
“Haduh… bosen banget gue, Len!” Gerutu Chacha pada Helen.
Detik demi detik, menit demi menit telah berlalu. Pak Rizal pun sudah keluar meninggalkan kelas. Chacha hanya diam di tempat duduknya, ia tidak mood untuk ikut begosip dengan Helen, Beby dan Tasya.
“Eh, kalian tahu Ryan nggak?” Tanya Helen.
“Ryan? Adrian Yudhistira! Anak kelas 3 itu?” Jawab Tasya.
“Ya iyalah, emangnya siapa lagi!”
“Gila ya tu cowok, cakep banget. Rasanya meleleh gue kalo’ liat dia senyum.” Kata Beby.
“Adrian Yudhistira? Siapa sih yang diomongin sama mereka?” Tanya Chacha dalam hati.
“Hmm… bener banget tu Beb! Apalagi suaranya bagus benget.” Kata Helen.
“Iya tuh! Apalagi waktu dia nyanyi di festival band kemaren, tapi sayang nggak menang. Padahal Band mereka kan keren banget.” Lanjut Tasya.
“Tunggu… tunggu! Jangan-jangan yang mereka omongin ini, cowok rese yang nabrak gue tadi. Huh! Keren? Keren apanya? Tapi, ya lumayan lah.” Batin Chacha.
Chacha tertawa dalam hati. Ia memang tidak memungkiri kalau Ryan itu memang keren, vokalis band lagi.
Chacha menghempaskan buku teksnya. Marah dan kesal bercampur jadi satu. Anak-anak di kelasnya hanya terdiam melihat tingkahnya. Tidak menyangka gadis manis seperti dia kalau sedang marah sangat mengerikan.
“Lo kenapa lagi sih Cha?” Tanya Helen Sahabatnya di sekolah.
“Tuh kakak kelas kita, kelas 2 atau 3 nggak tahu juga deh gue. Eh, tiba-tiba cari masalah sama gue.”
“Dia yang cari masalah sama lo atau lo-nya yang cari masalah sama dia hah?”
“Eh, jaga tu mulut ya sembarangan aja. Ya dia lah yang cari ribut sama gue.”
“Iya deh, jangan marah dong Cha.” Kata Helen, takut kalau Chacha ngamuk lagi - bisa habis satu kelas diberantakin sama dia.
Sejurus kemudian, Pak Rizal masuk ke kelas mereka.
“Selamat pagi semua. Sekarang buka bukunya halaman 45.” Perintah Pak Rizal.
Dengan malas Chacha membuka buku teksnya, moodnya untuk belajar sudah dikuras habis oleh kejadian tadi. Sekarang ia tak bisa berkonsentrasi dengan kelas Pak Rizal.
“Haduh… bosen banget gue, Len!” Gerutu Chacha pada Helen.
Detik demi detik, menit demi menit telah berlalu. Pak Rizal pun sudah keluar meninggalkan kelas. Chacha hanya diam di tempat duduknya, ia tidak mood untuk ikut begosip dengan Helen, Beby dan Tasya.
“Eh, kalian tahu Ryan nggak?” Tanya Helen.
“Ryan? Adrian Yudhistira! Anak kelas 3 itu?” Jawab Tasya.
“Ya iyalah, emangnya siapa lagi!”
“Gila ya tu cowok, cakep banget. Rasanya meleleh gue kalo’ liat dia senyum.” Kata Beby.
“Adrian Yudhistira? Siapa sih yang diomongin sama mereka?” Tanya Chacha dalam hati.
“Hmm… bener banget tu Beb! Apalagi suaranya bagus benget.” Kata Helen.
“Iya tuh! Apalagi waktu dia nyanyi di festival band kemaren, tapi sayang nggak menang. Padahal Band mereka kan keren banget.” Lanjut Tasya.
“Tunggu… tunggu! Jangan-jangan yang mereka omongin ini, cowok rese yang nabrak gue tadi. Huh! Keren? Keren apanya? Tapi, ya lumayan lah.” Batin Chacha.
Chacha tertawa dalam hati. Ia memang tidak memungkiri kalau Ryan itu memang keren, vokalis band lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar