Rabu, 30 Desember 2009

Beby Dan Virgo (7-TAMAT)

Chapter 7
Jangan Pergi, Beby!

Sekarang Virgo berubah. Setiap pulang sekolah, dia tidak lagi ngeloyor pergi atau mendekam di kamarnya. Yang dicarinya pertama-tama adalah Beby.

Dan ia selalu bertanya, ”Beb, mau Bang Virgo masakin apa?”

Walaupun Mama sudah selesai masak.

Atau, ”Beb, mau nonton nggak? Di 21 ada film bagus loh?”

Dan alhasil, Beby menolak dengan wajah heran. Kok Bang Virgo jadi baik? Baiiik banget! Malah, Abangnya yang cakep ini tidak pernah lagi meledeknya. Dan tiap kali Beby mau pergi Ekskul, Virgo nawarin buat ngantar. Padahal dulu Virgo selalu ngomong... ”Ah, gengsi! Entar dikira pacar lo lagi! Bikin pasaran gue sepi aja!”

***

Beby menarik kopernya dengan wajah masih cemberut. Si Virgo keterlaluan banget, sudah tahu Beby berangkat hari ini... Eh, Abangnya itu malah menghilang sejak pagi.

Di Bandara Soekarno-Hatta, Beby mencium pipi Mama dan Papa dengan mata berkaca-kaca.

Mama memeluknya. ”Baik-baik ya, disana.” Pesannya.

Beby menangis. Sedih bukan hanya karena akan pergi, tapi gara-gara si Virgo-Abangnya itu tidak ada saat keberangkatannya.

”Bang Virgo marah sama Beby, ya?” Tanyanya pada Mama.

Mama tersenyum. ”Nggak ko! Bang Virgo sayang sama kamu. Cuma, dia nggak setuju kamu pergi.” Hibur Mama, sambil mengelus rambut Beby.

Tiba-tiba Papa menunjuk ke depan. Tampak seorang cowok jangkung duduk sendirian di kursi tunggu keberangkatan Luar Negeri, membelakangi mereka.
Senyum Beby mengembang. ”Itu kan, Bang Virgo!” Ia berlari kesana.

”Bang Virgo!” Panggil Beby.

Virgo mendongak kaget. ”Eh...” Ia tampak salah tingkah.

”Bang Virgo nungguin Beby, ya? Tanya Beby, ikut duduk.

”Ah! Nggak!” Sangkal Virgo cepat.

”Tadi kebetulan lewat sini, eh tiba-tiba gue pengen duduk-duduk.” Bohongnya konyol.

Beby jadi terharu. Ia tahu Virgo berbohong. Jarak rumah ke Bandara hampir dua jam, masa’ sih kebetulan lewat?

”Lo udah mau pergi, ya?”

Beby mengangguk. Hatinya ikut sedih melihat wajah murung Abangnya itu.

Virgo menunduk, memain-mainkan kunci motor sportnya.

”Nanti Beby suratin via email, ya?”

Virgo mengangguk pelan. ”Jangan lupa telepon, ya?” Tambahnya.

”Disana jangan keluyuran. Jangan sembarangan bergaul, milih teman yang baik. Jangan pacaran sama bule. Jangan suka nangis lagi. Jangan terlambat makan, jangan...”

”Iya.” Beby mengangguk, memotong pesan Virgo yang banyak.

”Tapi...” Virgo menatap Beby khawatir.

”Kalo’ lo disakitin orang, siapa yang ngebelai lo? Kalo’ nggak ada makanan, terus lo lapar, siapa yang mau masakin? Kan, lo nggak bisa masak. Kalo’ lo sakit, siapa yang...?”

”Beby pasti baik-baik aja.” Potong Beby terharu. Ia menghambur, memeluk Virgo erat. Tangisnya tumpah.

”Kalo’ lo sedih disana, pulang ya Beb?”

Beby mengangguk sambil menyeka airmatanya. Dilepaskannya pelukannya. Kemudian diciumnya pipi Virgo. ”Beby sayang Bang Virgo.” Katanya.

Virgo mengangguk. ”Bang Virgo juga.”

Mereka berpelukan lagi.


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers

Beby Dan Virgo (6)

Chapter 6
Beby Nggak Boleh Pergi


Virgo melongo heran melihat Beby memeluk buku segede bantal itu ke kamarnya.

”Ma, si Beby bawa apaan tuh?” Ia mendatangi Mama yang sedang sibuk memasak.

”Kamus bahasa Perancis.” Jawab Mama sambil terus memasak.

”Kamus? Mau ngapain? Memangnya Beby mau jadi guide, apa?”

”Bukan, Beby ikut pertukaran pelajar.” Mama membuka panci.

”Hah! Pertukaran pelajar?” Ulang Virgo tak percaya.

Mama mengangguk, berjalan ke belakang. Virgo mengekor dengan penasaran. ”Kok Virgo nggak dikasih tahu, sih?” Protesnya.

Mama tertawa kecil. ”Beby sudah bilang sama Papa dan Mama.

Virgo cemberut. ”Kok, Si Beby ikut yang begituan sih?”

Kening Mama berkerut, tapi tangannya terus bekerja. ”Beby diminta sekolah buat ikut. Adikmu itu kan, pinter.”

”Mama izinin?” Kejar Virgo terus mengekor.

Mama mengangguk.

”Nggak bisa.” Protes Virgo lagi.

”Virgo nggak ikut-ikutan yang begituan, masa Beby ikut?” Lanjutnya.

”Lho! Mama kan nggak ngelarang kamu ikut, Go.” Balas Mama.

”Tapi Beby kan cewek. Entar disana ada apa-apa, kan gawat.” Alasannya.

”Nggak boleh!” Tegasnya seakan ia yang memutuskan.

Mama meliriknya heran. ”Kamu ini?”

Virgo mencibir. ”Sorry! Virgo nggak minat ikut begituan.”

Mama menggeleng tidak mengerti.

Virgo duduk di kursi. ”Virgo kan sudah bilang... Beby itu cewek, masih kecil dan polos. Entar ada yang mainin gima...” Virgo memilin-milin serbet di meja, tidak menyelesaikan kalimatnya.

Mama duduk di samping Virgo sambil tersenyum lembut.

”Jangan diizinin ya, Ma?” Pinta Virgo memelas.

”Beby itu belajar keras beberapa minggu ini, dia pengen banget ikut. Masa Mama tega sih. Lagipula, ini kesempatan baik untuk masa de...”

”Beby juga punya masa depan disini.” Potong Virgo cepat.

Mama menghela napas. ”Beda, Go. Soal kekhawatiran kamu tentang Beby, Mama yakin Beby bisa jaga diri. Lagipula, disana Beby punya orangtua angkat.” Jelas Mama panjang.

Virgo tambah cemberut.

Mama tersenyum. ”Kamu nggak mau ditinggal beby, ya?”

Virgo diam.

”Kamu ini. Kalau beby ada terus digangguin. Tapi denger Beby mau pergi, kamu malah nggak setuju.” Kata Mama geli.

”Pokoknya Beby nggak boleh pergi!” Kata Virgo keras kepala, lalu ia masuk ke kamarnya dengan wajah tertekuk.

Beby Dan Virgo (5)

Chapter 5
Menunggu Beby Pulang

”Beby kemana sih, Ma?” Tanya Virgo tampak kesal.

”Rapat OSIS,” Jawab Mama acuh tak acuh.

Virgo mondar-mandir di ruang tamu. Uring-uringan sendiri. ”Beby kemana, sih?” Gumamnya jengkel sambil melirik jam.

Papa yang tengah menonton TV menoleh. Mama juga.

”Kenapa?” Tanya Mama heran.

”Janjian sama Beby?”

”Gengsi!” Virgo mencibir. Tapi ia masih juga gelisah. Ia lalu membuka pintu.

”Virgo mau ke warung depan dulu ya, Ma?”

Lima belas menit berlalu. Mama melirik jam, mulai merasa resah. ”Beby kemana ya, Pa?”

Papa ikut melirik jam. ”Macet barangkali.” Katanya menenangkan.

”Kita tunggu di luar aja, yuk?” Ajaknya pada Mama.

Mereka keluar bersama-sama.

”Nunggu di depan Blok aja ya, Pa.” Ajak Mama tak sabar.

Papa mengangguk, menjejeri langkah Mama. Tapi langkah Mama terhenti melihat seseorang yang berdiri gelisah sambil celingak-celinguk di ujung jalan.

”Virgo!”

Virgo tersentak kaget dengan mata melotot.

”Ngapain kamu disini? Katanya mau ke warung?”

”I... Iya, i... ini Virgo baru dari warung.” Bohongnya salah tingkah.

Mama menatapnya dengan senyuman tertahan. ”Nungguin Beby, ya?”

”Ah! Nggak kok!” Sangkal Virgo cepat.

Papa ikut tersenyum. ”Ya, sudah. Kamu saja yang nungguin Beby.” Katanya seraya menggandeng tangan Mama pulang.

Sepuluh menit kemudian Beby membuka pintu dengan wajah cemberut. Tak lama Virgo ikut masuk.

”Kok terlambat, Beb?” Tanya Mama.

”Rapatnya dipanjangin!” Jawab Beby ketus. Diliriknya Virgo dengan mulut yang maju beberapa senti.

”Norak ih, Bang Virgo! Pake nunggu di depan malu-maluin aja! Temen-temen Beby pada ketawa semua deh!”

Virgo menjulurkan lidah. ”Siapa juga yang nungguin lo?” Balasnya tak mau mengaku sambil ngeloyor masuk kamar.

Mama tersenyum geli. Papa juga.

Beby Dan Virgo (4)

Chapter 4
Mendatangi Indra

Indra memaksakan sebuah senyuman.

”Sorry ya, Beb! Gu... gue salah, nggak seharusnya gue nya... nyakitin lo.” Ucapnya tersendat-sendat.

”Maafin gue, ya?” Pinta Indra dengan wajah memelas.

Beby dan Chacha bengong melihat wajah Indra yang babak belur.

Tapi Beby mengangguk juga walau tak mengerti.

Indra tersenyum lagi. Tapi seperti meringis. Kemudian ia berlalu dengan tergesa-gesa.

”Eh!” Chacha menyikut Beby.

”Si Indra kanapa ya, Pake minta maaf segala? Mukanya lagi, kok ancur gitu?”

Beby ikut-ikutan mengerutkan keningnya.

”Jangan-jangan...” Kata Chacha terputus, teringat sesuatu.

Beby menoleh. ”Jangan-jangan apa?”

”Virgo, dia...?” Chacha kembali terdiam.

”Virgo?” Beby semakin bingung.

”Bang Virgo kenapa?” Desaknya.

Chacha menelan ludah. Menyumpahi Virgo dalam hati.

”Kemarin Bang Virgo nelpon gue, dia nanya kenapa lo nangis. Terus gue...” Chacha tidak melanjutkan. Ia menatap Beby takut-takut.

”Maafin gue, Soalnya Bang Virgo bilang Cuma pengen tahu. Jadi...”

Beby tersandar lemas.

Jadi Bang Virgo yang nonjok Indra sampai babak belur begitu?

Ada rasa bersalah dan haru yang menyergap Beby.

***

Cowok jangkung yang sebentar lagi jadi Mahasiswa itu lagi asyik ribut dengan gitarnya.

Beby masuk, memperhatikannya tanpa suara.

Virgo menoleh. ”Apa?” Tanya sambil kembali ribut. Mulutnya mengeluarkan bunyi yang aneh.

”Makasih ya, Bang.” Ucap Beby pelan.

”Emang gue ngasih lo duit?”

”Karena memperhatikan Beby. Tapi lain kali jangan sampai mukul begitu.”

Virgo menoleh, menghentikan nyanyian kacaunya.

”Mukul siapa?” Tanyanya dengan kening berkerut, berlagak heran.

”Kasihan loh si Indra, dia sampai ketakutan gitu.” Lanjut Beby.

”Indra? Indra mana?” Virgo pura-pura bingung.

”Lo ngomong apa, sih?” Suaranya terdengar kesal.

”Biar Abang nggak mau ngaku, tapi Beby tahu kok kalo’ Bang Virgo yang mukulin si Indra.” Kata Beby yakin.

”Makasih ya, sudah mengkhawatirkan Beby. Tapi, sebenernya Beby nggak pa-pa kok!” Lanjut Beby tersenyum manis. Kemudian ia keluar.

Virgo terkekeh.

”Hihihi, ternyata si Indra bener-bener pergi minta maaf.” Gumamnya senang sambil menyanyi lagi. Nyanyian aneh... suara aneh!!!

Beby Dan Virgo (3)

Chapter 3
Beby Nangis???


Virgo menguap, diliriknya jam kamarnya. Jam tujuh lewat. Ia keluar. Eh, kok masih sepi sih? Sayup-sayup terdengar suara Ungu dari kamar Beby. Baru saja Virgo akan membuka kamar Beby ketika telinganya menangkap isakan kecil. Eh! Kok Pasha Ungu nangis, sih? Versi baru, ya? Ia berpikir sejenak. Atau...

Virgo menempelkan daun telinganya ke pintu. Benar! Si Beby yang menangis.

Virgo duduk di depan pintu kamar Beby, sibuk berpikir apa yang membuat si bontot itu menangis. Gara-gara Mama pergi nggak ngajak si Beby?

Virgo menggeleng.

Beby kan udah gede, nggak suka ngekor lagi. Gara-gara dia suka ngeledekin Beby? Virgo kembali menggeleng. Perasaan selama ini ledekannya masih wajar-wajar aja. Atau...

Mata Virgo membulat.

Pasti gara-gara cowok! Si Beby mungkin lagi jatuh cinta tapi nggak kesampaian. Atau mungkin ada cowok yang nyakitin Beby, ya?

Virgo menggeram.

Ia lalu mengendap-endap mendekati telepon di ruang tamu yang persis berada di samping kamar Beby. Dipencetnya beberapa nomor.

”Hallo?” Ucapnya berbisik.

”Hallo.” Terdengar suara nada heran di ujung telepon.

”Chacha, ya?” Virgo masih berbisik.

”Iya. Ini siapa, sih?”

”Virgo.” Bisik Virgo lagi sambil melirik deg-degan ke pintu kamar Beby.

”Siapa?”

”Virgo!” Ulang Virgo berbisik serak.

”Virgo yang mana?”

”Virgonya Beby!”

”Ohhhhh... Abangnya Beby.”

”Eh, si Beby kenapa sih?”

”Kenapa gimana?” Tanya Chacha bingung.

”Kok dia nangis?” Virgo kembali melirik kamar Beby. Mudah-mudahan Beby nangis terus dan nggak keluar! Doanya dalam hati.

Chacha terdiam di seberang.

”Wooiii! Gue tanya si Beby kenapa?” Ulang Virgo mulai tak sabar.

”Ng...”

Virgo mendesis jengkel. ”Mau ngomong nggak, sih?”

”Entar si beby marah kalau...”

”Gue nggak bakal ngasih tahu, deh!” Sela Virgo cepat.

”Bener nih?”

Virgo mengangkat dua jarinya. ”Eh! Bener! Bener!” Ucapnya cepat, sadar kalau Chacha tidak bisa melihatnya.

”Indra ngecewain Beby.”

”Apa?!” Virgo berteriak marah. Ia mendekap mulutnya, kaget dengan suaranya sendiri. Matanya melirik curiga ke pintu kamar Beby. Pintu itu tidak terbuka. Virgo menghembuskan napas lega.

”Hallo? Bang Virgo? Lo masih ada kan?”

”Iya, iya! Si Indra tadi kenapa?” Virgo kembali berbisik.

”Si Indra ngomomg kalo’ dia tuh suka sama Tasya, padahal dia tahu kalo’ Beby tuh suka sama di...”

”Kurang ajar!” Desis Virgo marah.

”Eh, tapi...?”

”Indra itu kelas berapa?” sela Virgo.

”Kelas I-2. Mau ngapaian, Bang?” Tanya Chacha khawatir.

”Nggak kok!” Virgo mengubah suaranya menjadi manis.

”...”

”Cuma pengen tahu aja.” Bohongnya.

”...”

”Sudah ya, thanks buat infonya.” Lanjutnya lagi mengakhiri.

”Eh, tapi bener loh... nggak bilang ke Beby?”

”Iya... iya! Bye... Bye... Chacha manis!”

”...”

Virgo mengepalkan tangannya. Senyumnya menghilang.

”Awas lo, Ndra!” Geramnya dengan wajah sangar.

Beby Dan Virgo (2)

Chapter 2
Masak Sendiri

”Bebyyy!” Teriak Virgo yang baru pulang. Ia meneguk segelas air es. Tapi Beby tidak muncul. Virgo membuka pintu kamar Beby. Cewek kelas I SMA itu sedang asyik mendengarkan lagu lewat ipod.

”Hoooooii!” Teriak Virgo kencang membuat Beby terloncat dengan wajah shock.

Virgo terkekeh. ”Mama mana?” Tanyanya tanpa merasa berdosa.

”Pergi!” Jawab Beby ketus.

”Lunch-nya kok nggak ada?”

”Mama nitip duit, beli sendiri katanya.”

”Masak sendiri, ah!” Kata Virgo sambil berjalan keluar.

Beby mengekorinya. ”Mau masak apa, Bang?”

Virgo membuka kulkas, menengok kedalamnya... melihat apa yang bisa dimakannya.

”Telur,” Jawabnya sambil mengeluarkan sebutir telur. Kemudian ia menyiapkan penggorengan dan menyalakan kompor. Dengan bersiul-siul kecil ia mulai memasak. Ia memang jago memasak.

Telur yang telah di goreng ditaruhnya di piring lalu dipotong-potongnya menjadi kecil. Ia lalu mengambil tomat, bawang merah, cabe dan entah apa lagi lalu ia mulai memotong-motong semua itu.

”Katanya mau goreng telur, kok pake’ tomat?” Tanya Beby yang sedari tadi berada di sampingnya, heran.

”Telur kuah ala Virgo,” Jawab Virgo seenaknya.

Ia lalu mencampurkan semua itu dengan menambahkan bumbu-bumbu dapur Mama. Kemudian ia memasak lagi dengan memasukkan telur yang tadi, air dan entah apa lagi.

Beby bingung.

Tercium aroma harum yang membuat perut Beby berteriak-teriak. Beby menelan ludah.


”Kaya’nya enak ya, Bang?”

”Oh, so pasti itu. Virgo!” Balas Virgo sombong.

”Masakin Beby juga, dong!” Pinta Beby.

”Masak sendiri! Cewek kok nggak bisa masak, payah.” Omel Virgo.

Beby cemberut. ”Ayo dong, Bang!” Bujuknya memelas.

Virgo mencibir. ”Nggak!”

Beby berjalan pergi dengan wajah kesal bercampur sedih.

Virgo melirik. Merasa kasihan juga. ”Nih!” Teriaknya keras.

”Awas kalau nggak dihabisin.”

”Makasih ya, Bang.” Ucap Beby sambil mengambil piring.

Virgo memasang wajah galak, pura-pura tidak mendengar. Tapi sesekali diliriknya Beby yang makan dengan lahap. Ada senyim di bibirnya.

Beby Dan Virgo (1)

Chapter 1
Beby Dan Virgo

Buuumm!!!

Virgo yang sedang memandikan sepeda motor Sport-nya tersentak kaget mendengar suara itu. Tanpa mencuci tangannya yang penuh busa shampo, ia berlari kencang ke kamarnya.

”Bebyyy!!!” Terdengar lengkingan Virgo dari kamarnya.
Mama yang sedang membaca di ruang tamu menoleh heran.

Di dalam kamar, tepatnya di samping buku-buku yang berserakan, Beby tertunduk gemetar.

”Gue kan udah bilang, jangan masuk ke sini!” Omel Virgo dengan suara menggelegar.

Beby semakin gemetar. ”So... sor... sorry! Beby nggak se... seng... sengaja!”

”Nggak sengaja, nggak sengaja!” Potong Virgo ketus.

”Ngapain lo disini?” Tanyanya galak.

”Beby cuma mau minjem...”

”Minjem, minjem!” Sela Virgo lagi, tidak memberi kesempatan pada Beby.

”Minjem apa nyolong?” Virgo melotot.

”Minjem.” Jawab Beby hampir menangis.

”Minjem tapi nggak bilang-bilang?! Mana berantakin kamar lagi!”

”Beby beresin, deh...”

”Nggak usah!” Sergah Virgo tambah melotot.

”Lo keluar aja sono! Cepat!” Usirnya seraya membuka pintu lebar-lebar.

Beby melangkah pelan. ”Tapi...” Protesnya takut-takut.

”Apa tapi-tapi?!” Virgo memasang tampang kejam.

Beby berlari keluar dan duduk di samping Mama. Ia menyembunyikan wajahnya di belakang Mama.

Virgo membanting pintu kamarnya dan berjalan keluar dengan mata yang masih terus melotot pada Beby.

”Awas kalau berani masuk lagi!” Ancamnya.

”Virgo.” Lerai Mama sambil mengelus rambut Beby.

”Dia yang salah, Ma. Masa’ kamar Virgo diberantakin. Buku-buku pada jatuh semua.” Adu Virgo.

”Kan’ Beby Cuma mau minjem buku.” Bela Beby.

”Minjem apa nyolong?! Nggak minta Izin dulu!” Virgo mendekati Beby yang segera bersembunyi kembali di belakang Mama.

Beby seperti tikus yang hanya menongolkan sedikit kepalanya untuk menengok.

”Awas lo, kalau berani masuk lagi!” Virgo mengacungkan telunjuknya yang tertutup busa pada Beby yang cemberut.

”Virgo!” Tegur Mama.

Virgo mencibir. ”Dasar anak manja!”

Beby Dan Virgo (Sinopsis)

(Tentang Sebuah Hubungan Antara 2 Saudara)
Sweety Qliquers



Tali Kasih Beby & Virgo
Chapter 1 Beby & Virgo
Chapter 2 Masak Sendiri
Chapter 3 Beby Nangis ???
Chapter 4 Mendatangi Indra
Chapter 5 Menunggu Beby Pulang
Chapter 6 Beby Nggak Boleh Pergi
Chapter 7 Jangan Pergi, Beby!


Sinopsis
Mengisahkan hubungan dua saudara yang lucu, menggemaskan, sekaligus mengharukan. Adalah Virgo, seorang sulung yang bandel dan protektif. Dan Beby, si bungsu yang manja dan merupakan satu-satunya rival bagi kakaknya sendiri.

Walaupun Virgo iseng, tapi di dalam hatinya yang paling dalam... ia sangat menyayangi Beby-adiknya. Virgo terlalu gengsi untuk mengakui bahwa ia sangat menyayangi Beby. Setelah mengetahui bahwa Beby akan mengikuti pertukaran pelajar di Perancis, Akankah Virgo mengakui bahwa dirinya sangat menyayangi Beby?


Karakter Tokoh Tali Kasih Beby Dan Virgo :


Virgo Perdana (Virgo)
Seorang sulung yang bandel dan protektif pada adiknya. Ia sangat menyayangi Beby Galia Putri (Beby), tetapi ia terlalu gengsi untuk mengakuinya. Ia baru mau mengakuinya setelah Beby Galia Putri (Beby) akan ikut pertukaran pelajar ke luar negri.


Beby Galia Putri (Beby)
Si bungsu yang manja dan merupakan satu-satunya rival bagi kakaknya sendiri-Virgo Perdana (Virgo). Walaupun Kakaknya itu iseng dan tidak pernah menunjukkan rasa sayangnya, Beby Galia Putri (Beby) tahu bahwa Kakaknya itu sangat menyayanginya.

Sambutlah Cintaku (6-TAMAT)

Chapter 6
Sambutlah Cintaku

Sore, di rumah Chacha.

“Cha, lo tahu nggak siapa yang ngirimi lo surat itu?” Tanya Reza pada Chacha.

“Nggak! Emangnya lo tahu siapa?”

“Ryan, anak kelas 3. Temen sekelas gue.”

“Hah, kok bisa sih. Nggak mungkin banget, pertama kali kita ketemu aja tu anak galak banget. Akhir-akhir ini setiap kita ketemu, dianya cuek banget tuh sama gue. Kaya’ gue ini nggak ada aja.”

“Lo nggak percaya amat sih sama sahabat lo dari kecil ini, Cha.”

“Ya habisnya lo kan iseng banget orangnya. Tampang-tampang tipu kaya’ lo susah dapet kepercayaan. Hehehe.”

“Ah, sialan Lo Cha. Eh, tapi kali ini gue serius loh. Dia sendiri yang bilang ke gue. Dia galak plus cuekin lo kaya’ gitu soalnya dia mau menutupi perasaannya yang sebenernya ke lo. Kalo’ dia itu sebenernya suka sama lo.”

“Arghh… udah ah nggak usah omongin dia lagi, males gue denger nama dia.” Padahal dalam hati Chacha, ia senang banget. Ternyata selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

“Katanya nggak suka, kok muka lo merah gitu! Udah lah Cha ngaku aja, kalo’ lo tuh juga suka sama Ryan. Sama gue ini, ngapain juga Lo malu.”

“Kok lo tahu sih Za kalo’ gue juga suka sama Ryan?”

“Waktu di kantin kemaren. Waktu gue bilang lo dapet salam dari si Ryan. Sebenernya sih gue ngetes doing, eh nggak tahunya lo-nya malu-malu gitu. Ya ternyata dugaan gue selama ini nggak salah dong.”

“Eh, lo bilang kemaren gue juga dapet salam kan. Emangnya dari siapa,Cha?” Tanya Reza penasaran.

“Kasih tahu nggak ya?” Goda Chacha

“Ah, rese lo Cha! Eh, ngomong-ngomong temen sekelas lo yang namanya Helen itu udah punya pacar belum?” Tanya Reza.

“Nah, ya ketahuan! Jadi lo suka juga sama Helen, ngobrol dong Sob!”

“Maksud lo ‘juga’ apa?”

“Yang titip salam buat lo kemaren ya si Helen.”

“Jadi maksudnya? Helen juga suka sama gue?”

“Ya iyalah.”

“Ya ampun Cha, kenapa Lo nggak pernah bilang sih?”

“Gue-nya aja baru tahu kemaren. Hmm… gue tahu, jadi ini alasan lo kenapa pindah ke sekolah gue.”

“Iya, gue suka sama Helen waktu dia pertama kali main ke rumah Lo ini.”

“Segitunya, jadi Cuma karena cinta lo bela-belain buat pindah sekolah. Dasar, cowok yang aneh.

“Ya udah deh Cha, Kalo’ gitu gue pulang dulu.” Pamit Reza buru-buru.

Mau kemana sih buru-buru amat. Biasanya juga sampe makan malem Lo baru pulang.” Sindir Chacha.

“Mau ke rumah Helen plus nembak dia.” Jawab Reza malu-malu sambil menstater motor sportnya.

“Ok deh! Good Luck Ya!” Teriak Chacha. Reza mengacungkan jempolnya sambil melajukan motor sport-nya.


***


Di sekolah.

“Ciee, kaya’nya ada yang baru jadian nih. Seneng bener kaya’nya, traktiran mana nih?” Goda Chacha yang melihat Reza datang bersama Helen sambil bergandengan tangan.

“Lo kapan nyusul?” Tanya Reza.

“Sama siapa Pak? Pacaran sama nyamuk?”

“Ya sama Ryan dong.” Helen yang menjawab mewakili Reza.

“Kok Lo udah tahu sih, Len.”

“Kalo’ bukan si Reza yang cerita, lo pasti nggak bakalan mau cerita sama gue kan?” Todong Helen.

“Eh tuh pngeran pujaan Lo dateng.” Tunjuk Reza dan Helen serempak pada Ryan yang berjalan menuju mereka.

“Cha, boleh ngomong berdua aja nggak?” Tanya Ryan pada Chacha sambil melirik ke arah Helen dan Reza.

“Di kantin aja ya!” Jawab Chacha malu-malu.


***


Di Kantin

“Cha, sebenernya gue suka sama lo. Sejak pertama kita ketemu waktu itu.” Kata Ryan ragu-ragu pada Chacha. Takut kalau Chacha akan marah dengan pernyataan cintanya.

“Kalo’ lo suka sama gue, kenapa lo galak banget waktu kita ketemu pertama kali? Dan sekarang-sekarang ini, lo kaya’ nganggap gue nggak ada.”

“Gue malu buat nyatain cinta gue ke lo. Setiap ketemu Lo rasanya jantung gue mau copot. Cha, Lo mau kan jadi cewek gue?” Jawan Ryan polos.

“Sorry Yan, gue nggak bisa…” Jawab Chacha menggantung. Ryan yang mendengarnya hanya menunduk kecewa.

“Nggak bisa… nggak bisa nolak maksudnya. Gue juga suka sama Lo kok, Yan. Sejak pertama kita ketemu.” Lanjut Chacha.

“Jadi, kita?” Ryan menegaskan pernyataan Chacha sambil memegang lembut tangan gadis itu.

Chacha mengangguk malu-malu.

“Cieee… makan-makan nih!” Kata Reza dan Helen yang ternyata sudah menguping pembicaraan mereka dari tadi.

“Akhirnya jadi juga lo nembak Chacha, Yan!” Kata Rendy, Indra dan Virgo berbarengan.

“Ok! Gue traktir semuanya!” Teriak Ryan.

Reza, Helen dan tiga sekawan itu pun bersorak gembira.


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers

Sambutlah Cintaku (5)

Chapter 5
Jangan-Jangan???


“Cha!”

“Apa?” Chacha memandang Helen sambil menyuapkan baksonya.

“Gue boleh nanya nggak?”

“Kenapa sih lo, Len? Sejak kapan lo mau nanya aja harus ijin gue dulu?”

“Ya, gue takut aja kalo’ lo marah kalo’ gue nanyain ini.”

“Emang Lo mau nanya apa sih?”

“Lo pacaran sama si Reza?” Tanya Helen yang mengundang tawa Chacha.

“Kok lo ketawa sih, emangnya pertanyaan gue lucu apa?” Dahi Helen sampai berkerut mendengar tawa Chacha.

“Lo tuh yang lucu, kenapa juga lo nanya begituan?” Pertanyaan Helen dijawab Chacha dengan pertanyaan juga.

“Ya nggak pa-pa sih, nanya doang. Jadi, lo pacaran nggak sih sama si Reza?”

“Ya ampun Helen, Reza itu sahabat gue kali.”

“Sahabat? Bukannya lo baru kenal dia seminggu?”

Chacha tertawa lagi. “Reza itu sahabat gue dari kecil. Kita itu emang deket banget, udah kaya’ adek – kakak gitu. Gue juga nggak tahu kenapa dia pindah sekolah disini.”

“Ohh…” Helen mengangguk.

Chacha tersenyum. Dia menoleh ke arah kiri. “Nah, tuh si Reza! Kesempatan bagus nih.”

“Reza! Sini Lo!” Panggil Chacha. Reza dan dua orang temannya pun berjalan menuju tempat duduk Chacha dan Helen.

“Aduh Chacha, ngapain sih lo pake manggil dia segala?”

“Kenapa emangnya? Nggak pa-pa kali.” Chacha tersenyum nakal!

“Kita boleh gabung nggak nih, Cha?” Tanya Reza.

“Ya bolehlah, Makanya gue panggil lo kesini!” Chacha berdiri, mengambil tempat di sebelah Helen dan memberi tempat duduknya pada Reza dan kedua temannya.

“Cha… Len… kenalin nih temen-temen gue. Ini Putra… yang ini Valent!” Reza memperkenalkan satu-persatu temannya.

“Ya ampun Cha, cakep banget si Reza!” Helen berbisik kepada Chacha.

“Pasti kalian lagi ngomongin gue kan?” Tuduh Reza.

“Idih GR banget!” Jawab Chacha cuek.

“Za, gue mau kasih tahu Lo sesuatu!”

“Apaan?” Tanya Reza penasaran.

“Ada yang titip salam buat lo!” Jawab Chacha.

“Masa’ sih? Lo juga!”

“Gue serius kali, Za!”

“Lo pikir gue becanda apa?”

Sepertinya obrolan itu seperti milik Chacha dan Reza. Helen, Putra dan Valent hanya sebagai pendengar setia saja.

“Cha… tuh!!!” Reza memonyongkan bibirnya ke arah kanan.

Mereka berlina serentak menoleh. Kemudian mata mereka berempat bertumpu ke arah Chacha.

“Apa?” Tanya Chacha yang langsung melotot ke arah Reza.

“Aduh gawat nih, ketahuan deh. Jangan-jangan Reza tahu nih, kalo’ gue suka sama Ryan! Awal Lo Za!” Gerutu Chacha dalam hati.

“Apaan sih? Kenapa lo semua pada ngeliatin gue kaya’ gitu? Iya gue tahu kok, kalo’ gue tu cantik.” Kata Chacha sambil tertawa kecil.

“Idih PD!!” Serentak Helen, Reza, Putra dan Valent menjawab.

Akhirnya, pecahlah tawan lima sekawan itu.


***


“Please, jangan tanya… jangan tanya…” Batin Chacha.

“Cha, kenapa si Reza suruh lo liat si Ryan?”

“Aduh, dia nanya kan! Jawab apaan gue?” Batin Chacha.

“Hmm… gue juga nggak tahu!” Jawab Chacha sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Jangan bo’ong deh Cha! Burlan kasih tahu gue!”

“Eh, tuh Bu Miranda udah dateng!” Kata Chacha ketika melihat Bu Miranda yang sedang berjalan menuju kelas mereka.

“Piuhh… untung aja ada Bu Miranda, kalo’ nggak pasti si Helen bakalan maksa gue buat cerita!” Batin Chacha.

Chacha memandang Helen, terpancar rasa tidak puas di wajahnya.

“Sorry Len, gue nggak bisa cerita sekarang!” Sesalnya dalam hati.

Sambutlah Cintaku (4)

Chapter 4
Si Iseng Reza


Chacha mengobrak-abrik isi tasnya. “Aduh mana sih dompet gue, perasaan gue taruh di dalam sini deh. Kok nggak ada sih. Aduh siapa sih yang iseng ngumpetin.”

“Heh, surat siapa nih? Pasti ada yang iseng ngerjain gue nih. Pasti Jadul banget nih orang, hari gini masih surat-surataan.” Tanya Chacha dalam hati.

“Woyyy!!”

“Ahhh! Sialan, kaget gue!”

“Hehehe, sorry tuan putri!” Jawab Reza.

“Good doggy!”

“Huh! Jahat banget sih lo Cha. Masa’ gue disamain sama anjing sih. Muka gue keren gini, ya sebelas duabelas lah sama Pasha Ungu.” Jawab Reza narsis.

Chacha tertawa melihat kelakuan sahabatnya sejak kecil itu. Reza memang tidak pernah berubah.

“Sorry deh! Gue kan Cuma bercanda, Za! Jangan marah dong!”

“Iya gue marah banget sama lo. Kecuali Lo mau traktir gue makan, baru gue mau maafin lo!” Jawaban Reza membuat Chacha ketawa.

“Beres deh!!!” Chacha tersenyum pada Reza.

“Hmm… surat dari siapa tu? Baru seminggu lo di sekolah ini udah punya secreet admirer.” Tanya Reza.

“Gue juga nggak tahu. Surat nyasar kali, masa’ dia bilang dia suka sama gue.”

“Waduh, kasian banget tuh cowok ya. Masa’ bisa suka sama Lo sih?”

“Kenapa memangnya?” Tanya Chacha.

“Kaya’nya gue harus bawa tuh cowok ke dokter spesialis mata deh, kok bisa-bisanya dia naksir lo. Atau mungkin dia khilaf kali ya?”

“Arghh… sialan lo!! Emangnya gue sejelek itu apa, sampe nggak pantes buat disukain cowok?” Chacha memukul lengan Reza dan Reza hanya menjerit kecil.

“Emang iya.” Jawab Reza sambil berlari meninggalkan Chacha yang sedang mengamuk.

“Awas lo, gue nggak jadi traktir lo makan!” Teriak Chacha pada Reza yang sudah berlari meninggalkannya.

“Nggak pa-pa, dompet lo kan udah sama gue!” Teriak Reza sambil melambai-lambaikan dompet Chacha.

“Rezaaa!!! Balikin dompet gue!!!” Teriak Chacha lagi.

“Emang ada yang naksir gue di sekolah ini atau ada yang iseng ngerjain gue ya? Ah, bodo’ amat gitu aja dipikirn.” Tanya Chacha dalam hati sambil memasukkan surat itu ke kantong baju seragamnya.

Selasa, 29 Desember 2009

Sambutlah Cintaku (3)

Chapter 3
Ryan??

“Aduh.”

Ryan dan Chacha bertabrakan di koridor sekolah. Hampir saja mereka berpelukkan. Untung saja ada buku yang dipeluknya di depan dada Chacha. Kalau nggak!! Enak Ryan pastinya.

“Kalau jalan tuh pake mata, jangan pakai dengkul.” Teriak Ryan.

“Woii! Lo tuh yang jalan nggak pake mata. Sembarangan aja nuduh orang. Lagian lo jalan kok pake lubang hidung! Heh!” Sembur Chacha tidak mau kalah.

“Yee dasar cewek stres, dikasih tahu kok nyolot.” Dumel Ryan dalam hati.

Mereka berduan pun pergi tanpa saling lihat satu sama lain. Seperti orang yang tidak saling kenal.


***

Brakk!!

Chacha menghempaskan buku teksnya. Marah dan kesal bercampur jadi satu. Anak-anak di kelasnya hanya terdiam melihat tingkahnya. Tidak menyangka gadis manis seperti dia kalau sedang marah sangat mengerikan.

“Lo kenapa lagi sih Cha?” Tanya Helen Sahabatnya di sekolah.

“Tuh kakak kelas kita, kelas 2 atau 3 nggak tahu juga deh gue. Eh, tiba-tiba cari masalah sama gue.”

“Dia yang cari masalah sama lo atau lo-nya yang cari masalah sama dia hah?”

“Eh, jaga tu mulut ya sembarangan aja. Ya dia lah yang cari ribut sama gue.”

“Iya deh, jangan marah dong Cha.” Kata Helen, takut kalau Chacha ngamuk lagi - bisa habis satu kelas diberantakin sama dia.

Sejurus kemudian, Pak Rizal masuk ke kelas mereka.

“Selamat pagi semua. Sekarang buka bukunya halaman 45.” Perintah Pak Rizal.

Dengan malas Chacha membuka buku teksnya, moodnya untuk belajar sudah dikuras habis oleh kejadian tadi. Sekarang ia tak bisa berkonsentrasi dengan kelas Pak Rizal.

“Haduh… bosen banget gue, Len!” Gerutu Chacha pada Helen.

Detik demi detik, menit demi menit telah berlalu. Pak Rizal pun sudah keluar meninggalkan kelas. Chacha hanya diam di tempat duduknya, ia tidak mood untuk ikut begosip dengan Helen, Beby dan Tasya.

“Eh, kalian tahu Ryan nggak?” Tanya Helen.

“Ryan? Adrian Yudhistira! Anak kelas 3 itu?” Jawab Tasya.

“Ya iyalah, emangnya siapa lagi!”

“Gila ya tu cowok, cakep banget. Rasanya meleleh gue kalo’ liat dia senyum.” Kata Beby.

“Adrian Yudhistira? Siapa sih yang diomongin sama mereka?” Tanya Chacha dalam hati.

“Hmm… bener banget tu Beb! Apalagi suaranya bagus benget.” Kata Helen.

“Iya tuh! Apalagi waktu dia nyanyi di festival band kemaren, tapi sayang nggak menang. Padahal Band mereka kan keren banget.” Lanjut Tasya.

“Tunggu… tunggu! Jangan-jangan yang mereka omongin ini, cowok rese yang nabrak gue tadi. Huh! Keren? Keren apanya? Tapi, ya lumayan lah.” Batin Chacha.

Chacha tertawa dalam hati. Ia memang tidak memungkiri kalau Ryan itu memang keren, vokalis band lagi.

Sambutlah Cintaku (2)

Chapter 2
Ternyata Mimpi


“Hai sayang!!!”

“Ngapain sih nih orang…” Batin Chacha.

“Minggir, gue mau lewat!!”

“Busyet… galak bener non.”

“Suka-suka gue dong!!”

Chacha melangkah ke arah kanan tetapi dihalangi oleh pemuda dihadapannya yang tidak dikenalnya itu, Ia melangkah ke arah kiri pun dihalangi juga. Ia mula merasa takut.

“ Ya Allah, lindungilah hambamu ini.” Doanya dalam hati.

“Tenang aja non, nggak usah takut sama gue…” Kata pemuda itu sambil mencolek dagu Chacha.

“Apa-apaan nih, maen pegang-pegang aja! Jangan kurang ajar lo!!”

Chacha mulai mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

“Jangan khawatir nggak ada orang disini, Cuma kita berdua aja.” Jawab pemuda itu sambil selangkah demi selangkah mendekati Chacha. Selangkah demi selangkah pula Chacha mundur.

“Mama… tolong!!!” Teriak Chacha dalam hati. ia melihat sekumpulan cowok-cowok berseragam SMA yang sedang berjalan kearahnya sambil bersiul.

“Kaya’nya orang baik-baik tuh. Mendingan gue minta tolong aja sama mereka.” Batinnya lagi.

“Tolonggg!!!” Teriak Chacha sambil berlari ke arah sekumpulan cowok-cowok berseragam SMA itu. Pemuda yang tidak dikenalnya itu pun ikut mengejar Chacha.

“Hah… itu kan kakak-kakak kelas gue yang cegat gue di kantin tadi. Argh… mampus deh gue. Mana mau mereka nolongin gue!” Batin Chacha.

Ryan, Indra, Rendy dan Virgo terkejut mendengar suara cewek yang sedang menjerit.
“Tolong gue! Ada preman yang kejar-kejar gue!” Chacha berhenti berlari tepat di depan mereka berempat.

“Preman!!!” Teriak mereka berempat serempak.

“Hmm, ini kan adik kelas gue yang gue kerjain tadi siang.” Batin Ryan.

“Mana?” Tanya Rendy.

“Itu!” Chacha menunjuk ke arah pemuda yang sedang berlari ke arah mereka.

“Busyet!! Gede banget badan tu orang!” Spontan kata-kata itu yang keluar dari mulut Virgo.

“Halah… itu sih kecil! Jangan sebut gue cowok, kalau nggak berani ngelawan dia.” Indra mengedipkan matanya pada Chacha.

“Huh! Dasar cowok! Orang lagi ketakutan, sempat-sempatnya ngegodain.”

“Hey nona cantik mau lari kemana lo!” Terdengar suara garang dari pemuda itu. Spontan Chacha berlindung dibelakang mereka berempat.

“Sorry nih, Bang! Sopan dikit dong sama cewek.” Ryan mulai bersuara. Timbul rasa kasihan di hatinya pada gadis itu.

“Nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kalian!!” Bentak pemuda itu pada Rendy, Ryan, Indra dan Virgo.

“Sorry lagi nih Bang, dia ini cewek gue!”

Chacha terkejut mendengar pernyataan Rendy. Karena jengkel, Chacha meninju punggung Rendy.

“Aduh!”

“Rasain siapa suruh lo bilang kalo’ gue tu cewek lo hah.”

“Hahahaha!!” Ryan,Indra dan Virgo tertawa melihat tindakan Chacha.

“Halah! Sudah… kesini lo!” Pemuda itu menarik dengan kasar tangan Chacha.

“Argh!! Tolong!!” Dengan serentak mereka pun berhenti tertawa.

“Dapat!” Ryan sempat memegang tangan kiri Chacha sedangkan tangan kanan Chacha ditarik pemuda itu.

“Lembut juga tangan nih cewek.” Guman Ryan dalam hati.

“Eits, tahan Bang! Apa-apan nih?”

“Jangan ikut campur urusan gue!! Paham!! Lepasin tangan nih cewek!”

“Eits, nggak bisa. Dia ini teman kita, nggak salah dong kalo’ kita nolongin dia!”

Maka terjadilan adegan tarik-menarik tangan Chacha. Sudah seperti perlombaan tarik tambang di acara agustusan. Dengan bantuan Indra, Virgo dan Rendy, Ryan menarik tangan Chacha dengan kuat.

“Busyet sakit bener tangan gue, kaya’ mau copot! Mama tolongg!!!”

“Byurr!!!”

“Hup… Hup… Hup…” Mulut Chacha mangap-mangap seperti ikan kekurangan air.

“Chacha!! Makanya kalau bangun tuh jangan kesiangan, Jadi kamu mimpi yang aneh-aneh.” Cerocos Bu Keysha (Mama Chacha).

“Hehehe… tidurnya kemaleman Ma, jadi bangunnya kesiangan deh.”

“Ayo bangun, mandi sana nanti telat lagi kamu ke sekolahnya. Nanti suruh Bik Inah buat cuci selimut kamu yang basah itu!”

“Mama aja yang suruh, kan Mama yang bikin selimut Chacha jadi basah.”

“Eh, ngejawab lagi. Emangnya Mama harus pake cara apa buat ngebangunin kamu, kalo’ nggak disiram sama air mana bisa kamu bangun. Pake ngigau segala lagi.”

“Ngigau apa Ma?”

“Mama… Mama… tolong… Mama…” Bu Keysha menirukan suara Chacha tadi.

“Hahaha!” Ibu dan anak itu pun tertawa terbahak-bahak.

“Hah, itu pasti gara-gara gue mimpi dikejar-kejar sama preman tadi. Kenapa juga gue bisa mimpi kaya’ gitu?” Batin Chacha.

Sambutlah Cintaku (1)

Chapter 1
Genk Sekolah

“Hei, lo!!”

“Hmm… Lo panggil gue?”

“Iya, lo… sini!”

Chacha menghampiri gerombolan cowok-cowok itu. Dan yang memanggilnya adalah ketua geng di sekolahnya itu. Inilah sampah masyarakat, memanfaatkan sekolah untuk berbuat anarkis dan berkelakuan seperti preman pasar saja. Huh! Memang tidak berguna.

“Ada apa?”

“Lo anak kelas 1 kan?”

Chacha mengangguk.

“Asal lo tahu aja! Gue yang berkuasa di sekolah ini…”

“Tunggu… tunggu! Terus apa hubungannya sama gue?” Potong Chacha.

“Heh bisa nggak sih lo, kalo’ ada orang ngomong tuh jangan dipotong?”

Chacha hanya mendengarkan kata-kata cowok-cowok itu sambil lalu. Dia melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang wajah cowok-cowok tidak berguna dihadapannya. Lagaknya sok berkuasa! Kalau cakep kaya’ Choky Sitohang sih nggak pa-pa. Nah ini udah jelek, hidup lagi!!!

“Ok! Bisa-bisa aja!” Chacha berlalu begitu saja meninggalkan mereka semua.

Ryan, Indra, Rendy dan Virgo terbengong-bengong. Tidak menyangka adik kelasnya itu berani meninggikan suara kepada cowok idaman para cewek. Selama ini belum ada yang berani melakukannya.

“Kita kerjain aja nih cewek. Gimana Yan? Tiba-tiba Indra menyahut.

“Apa? Lo gila kali ya? Lo nggak lihat apa tadi dia kasar banget. Cewek kok nggak ada lembut-lembutnya sama sekali. Ngomongnya aja kasar gitu. Gimana mau ngedekitin dia. Salah-salah malah muka gue yang kena tonjok sama tuh cewek! Lagian dia adik kelas kita.” Bantah Ryan.

“Ini namanya tantangan Yan. Nggak masalah kalau dia itu adik kelas kita, justru itu bonus untuk kita!” Dukung Rendy. Sudah lama mereka tidak berbuat ulah dengan adik-adik kelasnya.

“Terserah lo-lo pada deh… gue cabut dulu!” Ryan berlalu meninggalkan mereka menuju kelas.

“Ah… payah nih si Ryan.”

“Lo mau ngerjain tuh anak?” Tanya Virgo kepada Indra.

“Pastinya. Tuh cewek pasti bisa gue taklukin!” Dengan bangganya Indra menjawab.

“Ok… deh!!!”

Mereka bertiga berbalik. Dan… mampus!

“Apa yang kalian lakukan disini? Kenapa tidak masuk kelas? Waktu istirahat sudah habis. Cepat masuk!” Bentak Bu Olivia sambil bertolak pinggang, menunjukkan wajah yang sadis sekali…

“Eh… Bu Olivia… ma...aff Bu…” Mereka segera berlari menuju kelas.

Sambutlah Cintaku (Sinopsis)

(Tentang Cinta Pada Pandangan Pertama)
Created By Sweety Qliquers


Sambutlah Cintaku
Chapter 1 Genk Sekolah
Chapter 2 Ternyata Mimpi
Chapter 3 Ryan???
Chapter 4 Si Iseng Reza
Chapter 5 Jangan-Jangan???
Chapter 6 Sambutlah Cintaku


Sinopsis
Bercerita tentang cinta pada pandangan pertama. Ada yang percaya sama cinta pada pandangan pertama nggak? Mungkin bukan cinta kali ya, suka mungkin iya. Tapi itulah yang terjadi pada Rossa Anastasya (Chacha) dan Adrian Yudhistira (Ryan). Yang juga menular pada Reza Phalevi (Reza) dan Helenia Tiara Azizah (Helen).

Akankah mereka akan mengungkapkan rasa cintanya?? Ataukah hanya mereka pendam saja di dalam hati?? Atau hanya sekedar berbagi cerita saja pada sahabat-sahabat mereka??


Karakter Tokoh Sambutlah Cintaku :


Rossa Anastasya (Chacha)
Ia tak pernah mau mengakui rasa sukanya pada Adrian Yudhistira (Ryan). Ia selalu saja menepis rasa cintanya pada Ryan. Ia sudah terlanjur pesimis, karena setiap bertemu dengan Adrian Yudhistira selalu saja ada yang diributkan.

Adrian Yudhistira (Ryan)
Kakak kelas Rossa Anastasya (Chacha) dan teman sekelas Reza Phalevi (Reza). Karena ingin menutupi rasa sukanya pada Rossa Anastasya (Chacha), setiap kali bertemu dengannya selalu saja ada yang diributkan.

Helenia Tiara Azizah (Helen)
Sahabat Rossa Anastasya (Chacha) di sekolah. Diam-diam ia menaruh hati pada Reza Phalevi (Reza), yang ternyata sahabat Rossa Anastasya (Chacha) juga. Helenia Tiara Azizah (Helen) sempat mengira bahwa Rossa Anastasya (Chacha) dan Reza Phalevi (Reza) ada hubungan khusus melibatkan hati.

Reza Phalevi (Reza)
Sahabat Rossa Anastasya (Chacha) sejak kecil, yang tinggal dalam satu perumahan yang sama hanya berbeda blok saja. Cinta pada pandangan pertama pada Helenia Tiara Azizah (Helen). Dan rela pindah sekolah hanya untuk mengejar cinta sejatinya.

Noda Ungu (3-TAMAT)

Chapter 3
Keysha Seruningtyas

Aurel meluncur tenang dengan Honda Jazznya. Jalanan Bandung sepi dari lalu lalang mobil pribadi. Di dalam mobil terdengar Cinta Pertama Dan Terakhir dari Sherina. Sambil memikirkan kira-kira kalimat pembuka yang ingin disampaikannya ke Keysha. Aurel mampir ke rumah bunga, mencari pemanis kado sesuai pesanan Papa. Aurel mengambil satu tangkai bunga tulip putih.

Sisa hujan meninggalkan danau kecil di pelataran Coklut Book Café. Rei baru tahu kalau sepinya lalu lintas ternyata tersedot ke sini.

“Apa sih yang membuat orang-orang rame-rame ke sini? Padahal enakan tidur di rumah.” Batin Aurel.

Parkiran cafe padat dengan mobil pibadi. Aurel mengambil tempat parkir dekat trotoar. Memasuki Coklut Book Café terasa suasana hangat menyambut. Sepertinya tempat ini dikelola dengan baik oleh si pemilik. Kehangatan pribadi si pemilik tercermin dari kehangatan suasana dan keramahan pelayan. Seorang wanita anggun menyapa setiap tamu yang datang di sebelah pintu masuk. Hampir semua space telah terisi. Rupanya hujan membuat orang-orang di sini enggan keluar. Hanya ada satu tempat yang kosong, dipojok ruangan, tempat yang paling enak untuk mengerjakan sesuatu karena tidak terganggu orang lalu lalang. Di meja tertulis…

Exclusive corner
Tempat telah dipesan


Aurel terpaksa mengambil tempat itu sementara. Lagipula Aurel hanya sebentar, nanti kalau orang yang memesan datang, Aurel akan pindah ke tempat lain. Aurel melihat sekeliling, menikmati suasana café yang tenang, aura yang dipancarkan begitu lembut. Aurel kini mengerti kenapa Papa sangat betah menulis di sini berjam-jam. Aurel celingukan. Seorang wanita memperhatikan Aurel sejak kedatangannya beberapa menit lalu.

“Sepertinya wanita yang tadi di depan pintu. Jangan-jangan itu yang namanya Keysha, tapi aku masih ingin santai dulu. Menikmati suasana café yang hangat dan nyaman.” Batin Aurel.

“Selamat malam?” sapa wanita bergaun hitam yang dari tadi memperhatikan Aurel.

“Oh, selamat malam. Maaf saya menempati meja ini. Cuma sebentar kok. Saya sedang menunggu seseorang.”

“Maaf anda ini siapa?”

“Saya Aurelia Cempaka, putri pengarang novel Keajaiban Cinta, beliau sering dikenal sebagai Dhika Fatamorgana.” Aurel mengulurkan tangan.

“Saya Keysha Seruningtyas.” Keysha menyambut tangan Aurel dengan senyum hangat.

Muka Aurel pucat. Rasanya Aurel pernah bertemu orang ini. Dimana? Aurel ingat peristiwa dalam mimpi. Aurel mengalami de javu, kejadian yang terulang.

“Ada apa Aurel? Muka Aurel pucat?”

“Oh, nggak pa-pa kok Tante, mungkin karena Aurel kedinginan.”

“Sudah beberapa hari Andhika tidak kesini, ini tempat favoritnya. Saya selalu mengosongkan tempat ini. Andhika datang setiap saat. Jamnya tidak tentu. Kadang pagi-pagi sekali beliau datang atau sekedar makan siang di sini. Saya sering membiarkannya asyik sendirian berjam-jam bersama notebook. Bagaiman kabar Andhika?”

***
Aurel menceritakan kondisi Papa yang harus menjalani istirahat di rumah. Papa harus mengurangi aktivitas di luar, sementara kegiatan menulis dilakukan dirumah.

“Ini ada titipan buat Tante Keysha. Saya mohon diri, saya harap Tante mau menerima, saya permisi dulu. Selamat malam.”

“Terima kasih, Maaf sudah merepotkan Aurel. Selamat malam. Hati-hati di jalan Aurel.” Keysha mengantar Aurel sampai keluar. Sejenak Keysha terpaku sampai Aurel berlalu.

Di Exclusive Corner, Keysha mencium wangi lembut setangkai tulip yang diletakkan di atas bingkisan merah. Di dalam kotak terdapat sebuah novel karya Dhika Fatamorgana yang belum jadi. Sampul depan tertulis serangkaian kata tepat di bawah judul :

(Penantian Cinta Sejati)

Sebagian diriku ada yang hilang ribuan tahun lalu
Kini telah kutemukan
Kepingannya masih seperti dulu
Kutemukan diantara tumpukan dunia yang mulai lusuh
Aku mencari dimana dahagaku akan berakhir
Tak jua kutemui oase atas lelahnya perjalanan
Kejenuhan ini telah menyesakkan dada
Menghabiskan stok air mata manusia rapuh seperti diriku
Sebuah gambar puzzle menunggu satu keping untuk menjadi sempurna
Akankah puzze itu sempurna?

Andhika Kusuma selalu punya cara untuk meraih hati Keysha. Sekalipun akan menjadi manusia bodoh.

“Puzzle itu akan sempurna Andhika.” Keysha melelehkan air mata pertama untuk Andhika, wangi tulip putih menjadi antiklimaks tiga dekadenya.
TAMAT
Copyright Sweety Qliquers

Noda Ungu (2)

Chapter 2
Pengakuan Papa


Aurel bertanya-tanya dalam hati, kantuknya menghilang seketika. Perlahan Aurel membuka jendela kamar. Udara pagi menyerbu masuk tanpa permisi. Aurel menyalakan komputer, mengklik list winamp lalu connect ke dunia maya. Aurel memeriksa kotak suratnya di Yahoo.

“Ada berita apa ya selama aku ke Aceh. Sibuk gak karuan, sampai buka email aja gak ada waktu. Lagipula gak enaklah, di sana aku harus membantu orang yang susah, bukannya piknik atau jalan-jalan ambil gambar foto.” Batin Aurel.

Uh…. Aurel melepaskan nafas panjang.

Ada 4 email dari sesama sukarelawan dan 4 email tak dikenal dengan nama Long_Kiss, sisanya email sampah. Satu persatu email dibuka, rasa penasaran memenuhi benak Aurel. Anehnya si pengirim menulis subjectnya : buat si petualang sejati, Aurel makin penasaran, setahu Aurel tidak ada yang tahu Aurel menjadi relawan, teman-teman kampus pun tidak, selama ini Aurel dikenal sebagai redaktur majalah kampus. Siapa ya?

Long_Kiss #1 klik
Buat petualang sejati, Aurelia Cempaka
Maaf Papa mengatakan ini lewat email, Papa tak kuasa memendam cerita ini sendiri. Papa harap Aurel mau mengerti dan menyimpan rahasia ini baik-baik. Mungkin sekarang Aurel sedang sibuk melaksanakan tugas sebagai relawan, hingga tak banyak waktu buat Papa. Papa maklum. Papa tidak marah. Papa bangga Aurel punya niat yang tulus dan visi yang bagus. Tidak semua orang mau bekerja tanpa dibayar atau dibayar dengan sedikit uang. Teruslah berkarya anakku. Pasti ada hadiah dari Allah untuk tangan-tangan ikhlas. Mungkin sekarang Aurel belum merasakan. Kehidupan Aurel masih panjang. Mungkin nanti akan ada keajaiban d isaat Aurel terjebak dalam masalah, saat itulah Aurel akan merasakan keajaiban tangan Allah mengangkat Aurel dari kubangan masalah. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Hidup ini misteri. Jangan takut menerjang badai Aurel, karena banyak orang yang mendoakan Aurel. Mungkin Aurel bertanya darimana Papa memperoleh email Aurel. Papa menemukan kartu nama Aurel di kamar, disana ada alamat email Aurel.


***


Tumben Papa mengirimi Aurel email, biasanya langsung ngobrol lama di telepon. Hati Aurel berdebar, seperti mau pergi jauh, ngasih wejangan buat anak gadisnya. Tunggu. Ini dia email kedua. Pasti lanjutannya..

Long_Kiss #2 klik
Aurel, Papa akan mulai bercerita. Aurel jangan kaget, Papa minta sebelumnya Aurel harus merubah cara pandang Aurel. Papa minta Aurel jangan menanggapi ini dengan emosi sesaat. Pahamilah ini dengan sudut pandang Papa, untuk beberapa saat Aurel meminjam sudut pandang Papa dulu. Baru Aurel memutuskan akan bereaksi seperti apa. Terima kasih Aurel mau menuruti keinginan Papa. Maaf Papa banyak meminta.

Aurel, belasan tahun lalu terjadi sebuah peristiwa yang selalu Papa ingat sampai sekarang. Kamulah orang pertama yang tahu. Mama tentu tidak tahu, sebab Papa tahu apa reaksi Mama jika mengetahui ini. Papa pikir, Papa dapat melupakan kejadian itu seiring dengan waktu. Pada awalnya Papa dapat mengatasi masalah ini dengan tenggelam dalam kesibukan. Namun, dalam kesendiran bayangan itu selalu hadir memenuhi pikiran, dada Papa terasa sesak, terkadang Papa menangis sendiri.

Awal kuliah Papa mengenal seorang gadis, namanya Keysha, dia teman Oom Aditya sahabat Papa sewaktu kuliah. Keysha bukan gadis cantik, yang jelas dia tidak sama dengan gadis-gadis lain yang papa kenal. Dia memang tidak memoles wajahnya dengan kosmetik, tapi siapapun yang pernah mengenalnya, pasti setuju kalau Keysha berkepribadian hangat, rendah hati, empatinya luar biasa, dia tidak bisa melihat orang lain menderita. Keysha bukan orang kaya, tapi selalu menolong teman yang kesusahan, siapapun orang itu. Pernah Keysha memberikan seluruh uang tabungannya untuk menolong teman yang keluarganya tidak bisa makan. Padahal Keysha sendiri selama sebulan hanya makan nasi putih tanpa lauk. Saat itulah Papa mulai tertarik. Papa heran, kok ada manusia seperti ini.

Lalu Papa mulai sering main ke rumahnya, telepon atau sekedar memberi perhatian kecil. Lama kelamaan ada sesuatu diantara kami. Kita berdua menyadari apa yang terjadi. Kami semakin dekat tanpa ada ikatan. Kami sering bercerita masa-masa SMA, berita politik, kehidupan kampus, bahkan sampai masalah pribadi. Kita jadi sering bersama dalam setiap waktu. Keysha sangat peduli dengan Papa, Keysha orang yang paling sabar menghadapi papa, merawat papa dengan kasih sayang jika penyakit papa kambuh. Papa sangat menyayanginya. Meskipun begitu Keysha tidak pernah meminta status dari papa terhadap hubungan yang kami jalani.


***


Dada Aurel semakin berdebar. Jadi Papa sering mengirim email buat Aurel? Papa nggak pernah cerita. Aurel menyalahkan diri sendiri kenapa gak pernah ngecek email. Aurel berkali-kali menyalahkan dirinya sendiri. Bukan salah Aurel kalau tak ada waktu buat buka email, banyaknya pekerjaan membuat Aurel kalang kabut dan kehabisan waktu untuk keluarga. Aurel kembali ke inbox dengan double klik.

Long_Kiss #3, klik
Waktu kakek pulang dari Jerman, kakek ingin Papa menikah segera dengan seorang gadis keturunan bangsawan teman seperjuangan kakek. Gadis itu adalah Mama. Papa tak kuasa menolak perjodohan. Resikonya berat jika Papa tidak menikah dengan gadis yang derajatnya sama, istri Papa tidak akan diakui sebagai anggota keluarga besar Burhandihardjo (Keluarga konglomerat di Jogyakarta, Keluarga besar Andhika Kusuma Burhandiharjo_Papa Aurel). Papa terpaksa menerima tawaran kakek karena papa belum bekerja, calon mertua Papa telah menyediakan pekerjaan dengan gaji tinggi. Seharusnya Papa bisa menolak perjodohan itu. Sejak dulu Papa diajarkan patuh terhadap orang tua. Adat jawa melarang Papa untuk menolak kenginan orang tua. Menurut mereka apa yang dilakukan orang tua buat kita adalah yang terbaik. Papa baru menyadari sekarang, selama ini papa hidup sebagai pecundang bukan petarung seperti yang Aurel lihat ketika Papa memimpin perusahaan. Papa merasa bersalah karena meninggalkan Keysha begitu saja. Waktu Papa ke rumahnya untuk meminta maaf dan menceritakan kondisi yang sebenarnya, Keysha hanya diam dan sesekali tersenyum. Papa tidak mengerti ekspresi wajah dan senyumnya. Ekspresi yang selalu membayang di pikiran Papa.

Hari itu hari terakhir Papa melihat Keysha, setelah itu Papa tidak tahu dimana Keysha berada. Oom Aditya juga tidak tahu kabarnya. Papa tahu Keysha terluka, tapi dia menyembunyikannya dalam senyum, lalu tiba-tiba menghilang untuk merajut hati yang terkoyak. Sampai Papa menikah, hubungan itu tidak pernah berawal dan berakhir. Beberapa bulan lalu Papa membaca iklan di internet tempat nongkrong para penggemar buku, namanya Coklut Book Café, pemiliknya bernama Keysha. Meskipun telah 30 tahun berpisah, Papa tetap mengenali wajah khasnya, senyumnya di foto yang dipajang disamping artikel. Lalu papa menghubung Keysha, kita sering bertemu di cafenya. Bernostalgia dengan getar-getar yang dulu Papa rasakan. Kebetulan koleksi buku dan minumannya lengkap. Papa sering menghabiskan waktu disana berjam-jam untuk menyelesaikan tulisan tanpa ada yang mengganggu. Keysha menyediakan corner khusus buat Papa. Dan membiarkan Papa berakrab ria dengan notebook. Hubungan kami kembali muncul ke permukaan. Efeknya papa jadi jarang sakit, karena ada yang memperhatikan Papa. Belakangan papa tahu kalau Keysha janda, Papa ingin kembali menjalin kisah dengan Keysha sekaligus menebus kesalahan Papa.

28 tahun cukup buat Papa membuat keluarga besar Mama bangga. Mama sama sekali tidak peduli dengan papa. Papa lelah dengan ini semua. 28 tahun Aurel, hidup Papa buat Mama, tanpa penghargaan, tanpa komunikasi yang enak, Papa selalu harus mau menuruti keinginan Mama. Kadang Mama tidak mau mengerti kalau Papa sedang tidak bisa memenuhinya. Mama selalu marah jika keinginannya tidak dipenuhi, sebulan lalu Mama tidak mau menemani Papa check up karena cemburu sama perawat dokter Reyhan. Akhirnya dokter Reyhan yang datang ke rumah. Papa jadi malu sama dokter Reyhan, untung beliau memahami. Sudah tua begini belum sembuh juga penyakit Mama. Papa tidak tahu harus berbuat apa. Dalam kondisi ini, Keysha jadi oase di siang hari dan embun pagi Papa. Keysha tidak mengetahui kondisi rumah tangga Papa. Dia hanya tahu semua baik-baik saja seperti yang orang lihat.


***

Aurel semakin penasaran, debaran di hati Aurel tak kunjung reda. Ternyata memang benar kata orang, air yang tenang menyimpan gejolak. Aurel tak pernah lihat ada yang salah dengan perkawinan Mama-Papa. Rasa kagum Aurel terhadap Papa kian bertambah. Seperti apa rasanya 28 tahun tanpa penghargaan diri, Aurel seperti bisa merasakan gejolak di hati Papa. Perasaan benci mulai merayapi hati Aurel ke Mama. Oh God…

Long_kiss #4, klik
Aurel, Papa telah memikirkan ini baik-baik. Keputusan ini Papa ambil karena kamu sudah dewasa, Papa ingin meminta pendapatmu. Enam bulan terakhir Papa sering bangun malam memikirkan kondisi yang Papa alami. Akibatnya, pagi hari Papa baru bisa tidur. Hal ini membuat Mama uring-uringan. Membuat kepala Papa ingin pecah. Mama nggak mau mengerti, Mama hanya menyalahkan, menuntut ini itu. Waktu Papa bercerita sering terbangun malam dan terjaga sampai pagi, Mama menuduh Papa chatting untuk cari pacar baru. Padahal Papa email ke Aurel, karena tidak bisa tidur lagi, papa browsing lihat perkembangan dunia atau ngecek kondisi perusahaan.

Aurel, Papa ingin berpisah dengan Mama. Aurel masih anak Papa, walau bagaimanapun hubungan Aurel sama Papa akan selamanya. Papa tetap yang akan menjadi wali nikah Aurel. Aurel boleh berpetualang kemanapun Aurel suka. Jadilah petualang yang tangguh. Papa jenuh. Papa ingin, kehidupan Papa kembali normal, Keysha-lah yang bisa memenuhi kebutuhan Papa, seperti Nenek yang bisa mengerti Papa. Papa ingin istirahat dari segala macam kejenuhan yang menghimpit. Papa tidak bisa lagi berhubungan dengan Mama. Mungkin ini noda buat perkawinan Papa dan Mama. Noda ungu, noda yang Papa inginkan. Noda yang seharusnya tidak ada, tapi noda itu sangat indah buat Papa. Papa tidak ingin seumur hidup menyesal karena mengambil keputusan yang salah. Papa ingin menghabiskan sisa umur Papa dengan orang yang mau mengerti, mencintai dan merawat Papa, dan sebaliknya. Maafkan Papa Aurel, ini yang terbaik menurut Papa. Mungkin Aurel akan membenci perbuatan Papa. Lakukanlah Aurel. Tapi please jangan benci Papa, Aurel adalah bahan bakar agar semangat hidup Papa tetap menyala. Jika kebencian telah tertanam di hati Aurel, Papa jadi sedih.

Terima kasih Aurel mau mendengar isi hati Papa
Salam sayang buat petualang sejati
Papa Aurel


***


Membaca email terakhir, serasa Aurel mau pingsan. Untung di kamar, bukan di warnet. Aurel bisa pingsan sesuka hati di kamar. Aurel tidak selemah itu. Aurel menganggap masalah tersebut biasa yang terjadi dalam rumah tangga. Aurel pikir kejadian ini cuma di sinetron pengisi waktu luang ibu-ibu rumah tangga. Ini bukan masalah berat jika kita mau mengembalikan semua pada Allah, Sang pemilik jagat raya.

Aurel bangkit dari duduk, menatap keluar, hamparan sawah dan pepohonan hijau dengan latar belakang gunung yang indah itu masih disana, diam, tenang, megah, seolah tak terjadi apapun. Jika Allah menghendaki, gunung itu dapat meletus. Begitu pula yang terjadi dengan Papa sekarang. Aurel menggeliat, meregangkan seluruh otot badan. Lalu menuju kamar mandi mengambil air wudhu, ritual dhuha tak berniat ditinggalkan. Aurel seperti punya hutang yang belum dibayar. Dalam damainya Dhuha, Aurel memohon petunjuk.

Ya Allah, berilah papa petunjuk. Kuatkanlah beliau untuk bertahan, Rei tahu cerai adalah perbuatan halal yang tidak engkau sukai. Papa hanya manusia biasa sepertiku. Yang punya keterbatasan. Jika saatnya nanti Papa harus melepas semua yang beliau miliki sekarang, maka lepaskanlah dengan ringan, janganlah engkau beri beban yang tidak sanggup beliau pikul. Ya Allah buatlah Papa kembali ke jalanMu, gerakkanlah hatinya untuk selalu mengingatMu setap saat. Papa masih sering meninggalkan sholat, padahal hanya engkau tempat yang kuat untuk berpijak.

Ya Allah di waktu Dhuha ini mudahkanlah segala urusan papa, mudahkanlah apa yang menurut beliau sulit. Dan janganlah Engkau menggerakkan hatiku yang lemah ini untuk memelihara dan tenggelam dalam perasaan benci.
Amin

Mukena Aurel basah oleh air mata. Aurel tahu hanya Allah yang dapat menolong Aurel keluar dari kesulitan ini. Segera Aurel melepas mukena dan mandi. Aurel ingin sarapan bersama Papa-Mama.


***


Sejak shubuh Mama sudah bangun menyiapkan segala kebutuhan Papa, mulai menemani jalan pagi, mencuci piring, mencuci baju sampai membuat sarapan.

“Pa, Mama sudah siapkan obat di meja makan, jangan lupa diminum. Ingat jangan terlalu banyak makan jeroan. Pagi ini mama mau ke acara launching baju pengantin dari serat alami. Bayak perancang terkenal yang datang. Lumayan kan buat nambah ilmu Mama. Supaya BoUTIQuE nggak ketinggalan jaman.” kata Mama panjang lebar sembari memoles eye shadow.

“Ya terserah Mama sajalah. Apa yang menurut Mama baik ya lakukan. Tapi kali ini Papa tidak bisa menemani.” sahut Papa sambil membaca koran.

“Kok papa gitu sih. Kayaknya nggak mendukung Mama deh, kalau Papa nggak bisa ngomong enak mending diam aja, daripada ganggu mood Mama. Nggak pa-pa kok mama pergi sendiri, lagian kalau Papa ikut paling-paling jelalatan lihatin daun muda. Iya kan? emang Mama enggak tahu. Ya udah deh ngomong sama Papa nggak ada habisnya. Mama pergi dulu.”

“Hati-hati ya Ma!”

Aurel mendengar pembicaraan Mama-Papa, baru sekali ini Aurel mendengar dengan telinga Aurel sendiri. Aurel hampir tak percaya. Mama yang selama ini Aurel kenal, telah berubah. Mama yang lembut dan penuh sayang, Mama yang mengerti kebutuhan keluarga. Aurel bisa merasakan letupan emosi di hati Papa. Aurel juga merasakan kepedihan. Betapa yang Papa butuhkan adalah rasa damai.

Setelah Mama pergi, Aurel mengetuk pintu kamar Papa.

“Permisi Pa, apa Aurel boleh masuk?” Tanya Aurel lembut.

“Come on girl, this is free area. Ada apa sih kok kamu serius sekali, pasti kamu mau curhat ya? kita ngobrol disamping yuk, sambil kamu sarapan. Kamu belum sarapan kan?” Papa sok menutupi gejolak dihatinya.

Aurel mengambil sepiring nasi goreng dan segelas air putih. Aurel memenuhi ajakan Papa. Sarapan sambil ngobrol-ngobrol ditemani pemandangan menyejukkan mata. Sambil makan Aurel mendengarkan Papa bercerita tentang proses penulisan novel terbarunya. Aurel tekun menyimak cerita Papa. Aurel menyelesaikan sarapan pagi tepat kata terakhir keluar dari mulut papa.


***


“Nah, sekarang giliran Aurel mau nanya sesuatu sama Papa.”

“Oke.”

“Pa, jadi papa sudah membuat keputusan? Papa yakin?” pertanyaan Aurel merubah raut wajah Papa.

“Aurel baru membaca email Papa. Maaf ya Pa, baru sempat. Abis di base camp banyak kerjaan. Kalau itu keputusan Papa dan itu yang terbaik, Aurel mendukung Papa. Tadi Aurel tidak sengaja mendengar pembicaraan Mama-Papa. Terus terang Aurel tidak percaya membaca email Papa, kejadian barusan membuat Aurel tak dapat menolak kenyataan yang terjadi. Papa tidak usah memikirkan perasaan Aurel. Aurel baik-baik saja dan Aurel bisa mengatasi keadaan yang ada. Kalau Aurel boleh memberi saran, apa Papa tidak sebaiknya melanjutkan sandiwara 28 tahun itu? Dan membiarkan Mama seolah tetap menjadi ratu di hati Papa. Aurel akan menympan ini semua. Aurel tidak membenci Papa atau Mama. Walau bagaimanapun Mama-Papa adalah orang tua Aurel, yang akan menikahkan Aurel dengan orang yang mencintai Aurel kelak.” ucap Aurel.

“Terima kasih Aurel, Papa menghargai pendapatmu. Kamu akan merasakan posisi Papa jika kamu telah menikah nanti. Papa berharap tidak terjadi pada rumah tangga Aurel.” Papa terdiam sejenak, sepertinya Papa ingin mengatakan sesuatu.

“Aurel, Papa minta tolong antarkan ini ke Coklut Book Café, berikan pada Keysha, jangan katakan dari papa. Makasih ya Aurel.” mata Papa berkaca-kaca.

Noda Ungu (1)

Chapter 1
Papa Mama Tercinta


Sejenak Aurel memandang keluar jendela pesawat yang sebentar lagi mendarat di bandara Ali Sadikin. Hamparan awan memenuhi mata elangnya yang sipit dan tajam. Aurel tersenyum damai. Aurel ingat waktu kecil dulu ingin tidur di atas awan, ingin tahu seperti apa rasanya awan. Mungkin seperti kapas wajah milik Mama. Aurel ingin suatu saat terbang di atas awan, kini Aurel ingat impiannya dulu menjadi kenyataan, terbang menggunakan pesawat (tentu saja), bukan sayap seperti malaikat kecil dalam dongeng. 20 menit lagi Aurel menginjakkan kaki di bumi parahiyangan tercinta, setelah 1 tahun tak pulang ke rumah. Ini semua demi cita-cita Aurel bergabung dengan LSM asing untuk Aceh Development. Aurel sengaja tidak memberitahu Andhika Kusuma dan Syafa Kirana (Papa-Mama Aurel) atas kepulangannya. Lagipula Papa harus banyak istirahat dirumah karena penyakit lamanya kambuh lagi, kebanyakan begadang. Kalau tahu Aurel pulang, Papa pasti memaksa untuk menjemput Aurel di bandara. Mama juga sibuk di BoUTIQuE (nama butik milik Syafa Kirana-Mama Aurel).

Kadang Aurel merasa bangga dengan kedua orang tuanya. Pada satu titik tertentu mereka bukan orang yang suka mengejar uang. Maka Papa-Mama langsung memberi lampu hijau waktu Aurel mengutarakan niat ingin menjadi sukarelawan di Aceh. 3 tahun lalu Papa rela melepas jabatan Presdir perusahaan real estate yang sekarang di limpahkan ke Oom Marvel, adik papa yang baru pulang dari New York. Papa ingin menikmati hidup sebagai manusia biasa. Kembali menjalani hari-hari tanpa stres di kantor. Tak ada lagi meeting panjang yang melelahkan pikiran. Juga deadline-deadline yang membuat manusia tak ingat waktu. Papa memutuskan menulis buku dan novel melanjutkan cita-cita semasa SMA. Sedangkan Mama memutuskan keluar dari perusahaan asing yang telah membesarkannya selama 20 tahun. Mama mendirikan BoUTIQuE dengan uang hasil tabungan selama bekerja. Mama sangat menikmati pekerjaannya, sampai-sampai tak memperhatikan papa. Akibatnya papa sering sakit untuk memperoleh perhatian dan kasih sayang dari mama.

“Kepada penumpang Flower Arlines, pesawat sebentar lagi mendarat, cek kembali barang bawaan anda, jangan sampai ada yang tertinggal. Terima kasih atas kepercayaan anda menggunakan jasa kami.”

Begitu pesawat mendarat, Aurel mampir sebentar ke Shop Corner (sebuah took oleh-oleh di Bandara) membeli oleh-oleh untuk Papa dan Mama. Papa suka memesan pulpen buat siapapun yang pulang dari perjalanan jauh dan mama suka sekali dengan bros.

Setelah mendapat barang yang dicari, Aurel segera membayar di kasir. Aurel ingin cepat sampai rumah. Tak sepert biasanya Aurel selalu menyempatkan diri menyeruput cappucino hangat di Coffee Beans (Sebuah café kopi di Bandung yang sering dikunjungi Aurel). Aurel ingin sekali memeluk Papa-Mama. Aurel kangen. Selama menjadi sukarelawan Aurel kehilangan kehangatan keluarga. Taksi mengantarkan Aurel tepat di depan rumah.

Aurel mampir ke BoUTIQuE yang terletak persis di seberangnya. Di sana Mama sering menghabiskan waktu. Aurel ingin mengejutkan mama. Tampak mama sibuk memasang scraft di manekin.

“Pesanan scraf saya sudah ada Bu?” Aurel menggoda Mama.

“Aurel…” Mama langsung memeluk Aurel.

“Bagaimana kabarmu sayang? Kamu baik-baik saja kan?Mama khawatir. Kenapa tidak kasih tahu Mama dulu kalau mau pulang. Kan Mama sama Papa bisa jemput kamu.”

“Aurel mau kasih kejutan. Tara…ini oleh-oleh buat Mama. Sorry Ma, Aurel nggak sempet jalan-jalan waktu di Aceh, tadi Aurel mampir di Corner Shop bandara. Mama pasti suka deh.”

“Nggak apa-apa sayang. Kamu malah repot-repot beli oleh-oleh buat Mama. Kamu pulang dalam keadaan sehat Mama sudah senang, yang penting adalah kesehatan kamu. By the way, kebetulan Mama baru aja membuat setelan pesta yang cocok dengan bros ni. Makasih ya sayang” Mama mencium pipi Aurel dan memeluknya erat.

“Ma, Aurel kangen Mama. Di sana Aurel nggak bisa makan Sop Seafood buatan Mama. Aurel juga kangen Papa. Gimana kondisi Papa?” Aurel mendadak teringat Papa.

“Yuk kita ke rumah. Mama sampai lupa.”

Mereka berdua menyeberang jalan menuju rumah utama. Kemudian langsung ke ruang keluarga yang menyatu dengan pemandangan dari luar. Biasanya Papa suka menghabiskan waktu di sana, viewnya terlihat kontras sekali. Dari beranda terlihat hamparan sawah dan pepohonan hijau dengan latar belakang gunung yang indah. Membuat siapapun malas beranjak. Papa rela menghabiskan waktu berjam-jam ditemani laptop kesayangannya.

“Pa, coba lihat siapa yang datang.” Mama mengagetkan Papa yang sedang membuat bagian akhir novelnya

“Iya sebentar. Suruh tunggu dulu di ruang tamu, sebentar lagi Papa selesai, tanggung nih.” Papa menyahut tanpa melihat ada Aurel di belakang.

“Silakan sang maestro melanjutkan tugas, saya tidak akan mengganggu, saya akan menunggu sampai maestro selesai.”

Papa mengenal betul suara seseorang yang dibelakangnya.

“Aurel…” Papa memeluknya erat.

Aurel memeluk Papa erat, sama eratnya dengan pelukan Papa. Ada energi hangat menyembul diantara keduanya. Sesuatu yang selalu dirasakan Aurel setiap kali Papa memeluk Aurel, seolah Aurel tak ingin Papa dimiliki yang lain, selain Aurel dan Mama. Meski Aurel tahu diluar sana seorang wanita telah memberi kehangatan seperti ini pada Papa. Sesuatu yang tak pernah Papa peroleh dari Mama. Aurel ingin wanita itu pergi dari kehidupan Papa, tapi Aurel tak bisa menghalangi apa yang Papa butuhkan buat hidupnya. Perasaan Aurel kembali ungu.

“Apa kabar maestro?”

“Apa kabar juga petualang?”

Mereka berdua tertawa bersama, tawa renyah yang Aurel selalu rindu kala jauh dari rumah. Mama ikut merasakan kehangatan itu. Tawa mereka berderai. Cerita mengalir seru dari mulut Aurel selama di Aceh. Papa dan Mama bertukar cerita tentang aktivitas akhir-akhir ini. Malam menyapa pelan, ketika rangkaian cerita ketiganya hampir selesai. Mama mempersilahkan Aurel membersihkan diri dan istirahat. Aurel mencium pipi Papa-Mama, lalu minta ijin istirahat.


***

Aurel meletakkan 2 ransel besar di kamar, rasa penat mulai menyergap. Aurel menikmati segarnya air shower hangat. Selama menjadi sukarelawan kebiasaan mandinya yang lama tak pernah dilakukan lagi. Air shower menelusuri tubuh Aurel yang lelah dan penuh sisa keringat. Aurel membaluri tubuh dengan scrub, membilas, dan terakhir berendam di bath up yang telah diberi minyak aromaterapi. 45 menit Aurel sudah siap dengan baju tidur, tak lupa Aurel mengoleskan krim malam untuk wajah. Doa pengantar tidur mengiring Aurel sampai pulas.

Pukul 3.30 pagi Aurel terbangun oleh jam biologisnya. Aurel mengambil air wudhu, sholat tahajud, tadarus sambil menunggu shubuh. Setelah sholat shubuh Aurel tidak kembali tidur. Aurel mengingat mimpi semalam. Aurel bertemu dengan seorang wanita, usianya tidak jauh dari usia Papa. Pertemuan tak sengaja di bandara dalam perjalanan Aceh-Bandung. Wanita itu tidak sengaja menabrak Aurel yang sedang keluar dari Corner shop dan meminta maaf atas kelalaiannya, ia ingin mentraktir Aurel minum kopi buat menebus kesalahan. Karena tergesa-gesa, maka ia hanya memberikan kartu nama. Aurel terpaksa menerimanya.

Keysha Seruningtyas
Coklut Book Café
Meet me at : Tulip raya 86 Bandung
‘Hidup Akan Berarti Bila Hari Ini Kita Memberi Arti’

Mengapa ada seorang Keysha tiba-tiba masuk dalam mimpiku? siapa dia?, apakah aku mengenalnya? Rasanya tidak. Apa hubungannya denganku?

Noda Ungu (Sinopsis)

(Tentang Sebuah Penantian Cinta Sejati)
Created By Sweety Qliquers


Noda Ungu
Chapter 1 Papa Mama Tercinta
Chapter 2 Pengakuan Papa
Chapter 3 Keysha Seruningtyas


Sinopsis
Novel romantis yang akan mengajarkan kita tentang arti cinta dan cinta sejati. Mengisahkan tentang seorang Aurelia Cempaka (Aurel) anak seorang penulis terkenal Andkhika Kusuma (Dhika Fatamorgana) yang menjadi saksi atas rapuhnya cinta kedua orang tuannya. Aurelia Cempaka (Aurel) mengetahui bahwa selama 20 tahun ini Andhika Kusuma (Papanya) tidak pernah sedikit pun mencintai Syafa Kirana (Mamanya). Selama ini Aurelia Cempaka (Aurel) tak pernah menyadari dibalik keharmonisan keluarganya, ternyata Andhika Kusuma (Papanya) selalu mempertanyakan cintanya pada Syafa Kirana (Mamanya).

Hanya karena sebuah perjodohan keluarga dan kepastian masa depan yang cerah dan mapan Andhika Kusuma (Papa Aurel) mau menikahi Syafa Kirana (Mama Aurel). Andhika Kusuma (Papa Aurel) rela meninggalkan Keysha Seruningtyas (Pemilik Coklut Book Café) cinta sejatinya di waktu kuliah dulu.

Akan berpihak kepada siapakah Aurelia Cempaka (Aurel) ? Syafa Kirana (Mamanya) yang tak pernah menghargai kehadiran Andhika Kusuma (Papanya) disisnya ? Ataukah Keysha Seruningtyas (Mantan kekasih papanya) yang selalu membuat Andhika Kusuma (Papanya) bahagia dan merasa nyaman berada disisinya ?

Apakah Aurelia Cempaka (Aurel) akan tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga kedua orang tuanya, tetapi membiarkan Andhika Kusuma (Papanya) lebih menderita lagi di akhir sisa hidupnya? Atau mendukung keputusan Andhika Kusuma (Papanya) bercerai dengan Syafa Kirana (Mamanya) untuk bersanding dengan Keysha Seruningtyas-mantan kekasih papanya di masa kuliah terdahulu, wanita yang selalu membuat bahagia Andhika Kusuma (Papanya) ?


Karakter Tokoh Noda Ungu :


Aurelia Cempaka (Aurel)
Putri dari seorang penulis terkenal Andhika Kusuma (Dhika Fatamorgana) dan seorang sukarelawan. Putri dari sebuah keluarga yang terlihat harmonis dan bahagia di luarnya. Ia ingin Papanya bahagia, tetapi Papanya akan merasa bahagia bila bersama wanita lain selain Mamanya.

Andhika Kusuma (Papa Aurel)
Seorang pria yang tak mampu menolak perjodohan kedua orang tuanya. Sejak dulu ia diajarkan patuh terhadap orang tua. Adat jawa melarangnya untuk menolak kenginan orang tua. Menurut mereka apa yang dilakukan orang tua itu adalah yang terbaik. Ia baru menyadari sekarang, selama ini ia hidup sebagai pecundang bukan petarung seperti yang Aurel (Anaknya) lihat ketika ia memimpin perusahaan. Ia berusaha untuk mencintai istrinya, tapi ia tak bisa. Ia masih mencintai Keysha Seuningtyas (Mantan kekasihnya).

Syafania Kirana (Mama Aurel)
Putri dari salah satu konglomerat di Bandung. Seorang istri yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri. Mengurus bikinis butik miliknya. Seorang istri yang sama sekali tidak pernah memperdulikan suaminya. Ia tak pernah menghargai suaminya. Ia jarang melakuakan komunikasi yang nyaman dengan suaminya. Ia ingin suaminya menuruti semua keinginannya. Selalu cemburu buta pada suaminya.

Keysha Seruningtyas (Mantan Kekasih Papa Aurel)
Bukan wanita yang cantik, yang jelas dia tidak sama dengan wanita-wanita lain yang Papa Aurel kenal. Dia memang tidak memoles wajahnya dengan kosmetik, tapi siapapun yang pernah mengenalnya, pasti setuju kalau Keysha berkepribadian hangat, rendah hati, empatinya luar biasa, dia tidak bisa melihat orang lain menderita. Keysha bukan orang kaya, tapi selalu menolong teman yang kesusahan, siapapun orang itu. Hingga ia rela memberikan seluruh tabungannya untuk menolong orang, walaupun akhirnya membuatnya hidup serba kekurangan.

Pastikan Dia Jangan Menunggu (7-TAMAT)

Chapter 7
Pastikan Dia Jangan Menunggu


“Seharusnya Bang Virgo nggak perlu repot-repot kaya’ gini. Sampai nganterin ke rumah segala. Aku kan udah minta tolong sama Chacha.”

“Chacha memang datang ke rumah kemarin. Tapi aku bilang ke dia, kalau aku mau nganter sendiri kesini.”

“Memangnya ada yang penting?” Beby duduk di hadapan Virgo. Menatapnya.

“Kalau nggak ada yang penting, emangnya nggak boleh nemuin kamu?”

“Bukannya gitu. Biasanya Bang Virgo kan....”

”Nggak pernah cariin kamu, apa lagi sampai ke rumah?” potong Virgo tersenyum.

“Sorry Beb, kaya’nya selama ini aku terlalu sibuk sama diriku sendiri, ya?”

“Nggak pa-pa. Melukis kan bukan hal yang jelek.”

“Bukan itu. Maksudku....”

Beby menunduk. “Aku ngerti kok.”

”Seharusnya aku bisa lebih memahami kamu, Beb.”

“Nggak perlu. Pahami aja keinginan Bang Virgo.” Beby menelan ludah pahit.

“Sudah terima amplop coklat yang kutitipin sama Mamanya Bang Virgo?”

“Iya, sudah.”

“Ryan bilang, itu panggilan kerja buat Bang Virgo ya?”

Virgo mengangguk. “Pertambangan Minyak di Batam.”

“Bang Virgo terima?”

”Menurut kamu gimana?”

“Aku nggak punya hak buat ngasih pendapat.” Beby menggeleng.

“Kenapa nggak tanya sama Kak Tasya aja?”

“Tasya?” Virgo memajukan tubuhnya.

“Karena kamu ngeliat aku meluk dia?”

“Sebenernya bukan cuma itu.”

“Apa lagi?”

“Aku nggak pengen ngebahas itu.”

“Kalau kamu belum tahu pasti gimana aku sama Tasya. Kenapa langsung memutuskan?”

“Itu masalah pribadi Bang Virgo. Kenapa aku harus tahu? Kenapa harus ngebahas masalah itu sama aku?” elak Beby.

“Karena kamu ada hubungannya dengan masalah ini.”

“Aku?” Beby tertawa. Pahit.

“Aku kan bukan apa-apanya Bang Virgo.”

“Kalau kamu bukan apa-apa, dia nggak akan cemburu. Tasya bukan tipe orang yang bisa menyerah begitu aja sebelum bertanding.”

“Nggak perlu ada pertandingan. Kan memang sudah ada pemenangnya.”

“Kamu!” Virgo mengultimatum.

“Kamulah pemenangnya!”

“Udah cukup, aku nggak mau ngebahas ini lagi. Bang Virgo ngaco!” Beby bangkit.

Bagaimana dia bisa tahan duduk berhadapan begitu dan membiarkan Virgo mempermainkan perasaannya, mengobrak-abriknya?

“Duduk, Beb. Aku belum selesai.”

“Apa lagi?!”

“Aku diwisuda besok.”

“Terus?”

“Kamu mau ngedampingi aku, kan?”

“Kenapa nggak minta Kak Tasya aja, buat ngedampingi Bang Virgo?”

“Tasya lagi, Tasya lagi!” Virgo menggeleng kesal.

“Aku minta kamu yang nemenin! Bukan Tasya!”

“Apa sih yang Bang Virgo mau sebenernya?”

“Waktu Tasya minta balikan, aku nggak tahu kenapa kaya’nya ada yang lain dihatiku Beb. Di hatiku sudah nggak ada namanya lagi. Di hatiku cuma ada kamu....”

Beby menggeleng.

“Cukup, Bang Virgo bikin aku bingung. Aku kan bukan siapa-siapanya Bang Virgo…”

“Karena aku nggak pernah ngebalas semua yang kamu berikan?”

“Memang nggak harus, kan?”

“Beb, waktu kamu ke paviliun itu....”

“Aku nggak mau ngedenger penjelasan Bang Virgo tentang alasan, kenapa Bang Virgo meluk Kak Tasya waktu itu. Itu urusan Bang Virgo.”

“Urusanmu juga.” Virgo menatap tajam.

“Aku perlu menanyakan ini, Beb. Sebelum kuputuskan ke Batam atau nggak.”

“Bang Virgo mau ke Batam?” Beby menatap Virgo tanpa menyadari matanya menyimpan kepanikan.

“Tergantung jawabanmu.”

“Aku?”

“Iya, dan bukannya Tasya! Please, jangan ngomongin dia lagi. Kita sedang mendiskualifikasikan dia.” Virgo menarik napas sejenak.

“Kamu mau aku pergi ke Batam dan terikat kontrak yang memisahkan kita berdua untuk waktu yang cukup lama?”

Beby tidak tahu harus menjawab apa. Kalau menuruti kata hatinya, maka dia ingin menjawab tidak.

“Bang Virgo mau pergi?”

“Buat aku, kerja di manapun sama aja kalau nggak ada kamu. Tapi kalau ada kamu, aku pilih kerja di sini. Lagipula sudah ada perusahaan lagi yang menawariku disini. Kalau kamu mau aku tetap disini, minta aku jangan pergi Beb!”

Beby mendongak. Menatap hitamnya mata Virgo yang bagus.

“Aku nggak mau Bang Virgo pergi,” ucapnya pelan.

“Aku....”

Virgo menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

“Aku nggak akan pergi,” jawabnya pasti.

“Aku nggak akan pergi, Beb! Aku akan selalu ada buat kamu!”




TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Pastikan Dia Jangan Menunggu (6)

Chapter 6
Hatiku Patah


“Mau nolongin gue nggak, Cha?”

“Apa?”

“Kalau pulang, lo lewat rumah Virgo, kan?”

“Kadang-kadang. Memangnya kenapa?”

“Kalau lewat, tolong mampir sebentar dong. Ada beberapa barang gue yang ketinggalan di rumah dia.”

Chacha menoleh. Menatap Beby dengan dahi berkerut.

“Ada apa sih sama lo?”

“Nggak ada apa-apa kok!” Beby tersenyum.

“Kenapa harus gue yang ke rumah Virgo? Kenapa bukan lo?”

“Gue sibuk. Harus belajar buat ujian semester.”

“Biasanya minta Virgo buat ngajarin.”

“Gue Cuma nggak mau ngerepotin dia aja lagi.”

“Hei, sebenernya ada apa sih sama lo?” ulang Chacha heran.

Beby menarik napas panjang, menunduk sedikit.

“Lo bener, Cha. Gue memang bukan apa-apa buat Virgo.”

”Ooww, Beby.” Chacha memeluk Beby.

“Dia bilang kaya’ gitu ke lo?”

“Gue ngeliat sendiri, Cha. Tasya balik lagi.”

“Dia bilang mau balikan lagi sama Tasya? Lo nggak minta penjelasan sama dia apa?”

“Virgo nggak bilang apa-apa dan nggak ngejelasin apa-apa. Gue ngeliat dia meluk Tasya. Apa itu nggak ngejelasin semuanya?”

“Beby!”

Beby menelan ludahnya dengan susah payah.

“Seharusnya gue nggak usah terlalu deket sama dia dari dulu, Cha.” Sesalnya.

“Kalau aja lo mau ngedengerin gue, Beb.”

“Iya. Tapi sekarang udah nggak ada gunanya lagi. Semuanya udah selesai.” Beby tersenyum pahit.

“Jangan lupa ya, Cha? Tolong ambilin barang-barang gue.”

“Mau titip sesuatu buat Virgo, nggak?”

Beby menggeleng.

“Nggak akan ada gunanya lagi, Cha!”

***

“Nah, itu dia pulang!”

Beby tertegun di ambang pintu. Mama berdiri dari duduknya. Menyambutnya. Tapi yang membuat Beby bingung adalah kehadiran Virgo di ruang tamu sekarang.

“Kemana aja sih, Beb? Udah ditungguin lama tuh, sama Virgo.”

“Jalan-jalan sama Chacha.”

“Tante tinggal ke dalam ya, Go.”

Virgo mengangguk. “Terima kasih, Tante.”

Pandangannya dialihkan ke Beby setelah Mama gadis itu menghilang. Sementara Beby masih saja berdiri di tempatnya.

“Kenapa ngeliatin aku kaya’ ngeliat UFO gitu sih?” Beby tertawa kecil.

“Tumben Bang Virgo kesini? Ada apa?”

“Nganterin barang-barang kamu.”

Pastikan Dia Jangan Menunggu (5)

Chapter 5
Air Mataku Menitik


“Ada telepon buat Beby nggak Ma?”

“Nggak ada tuh.” Mama mendongak, menatap Beby dengan alis berkerut.

“Kamu nunggu telepon dari siapa sih, Beb? Penting ya sampai nanyain tiap hari?”
Beby tersenyum pahit. Menggeleng perlahan. Jadi Chacha benar. Dia memang tidak berarti apa pun untuk Virgo.

Sudah lebih dari sebulan Beby tidak lagi menemui Virgo. Terakhir adalah saat Beby mengantarkan amplop titipan Ryan. Itu pun Virgo tidak ada di rumah. Dia hanya ditemani Mama Virgo. Setelah itu Beby menjauh. Mencoba menahan diri. Dia harus tahu, apa memang ada yang bisa diharapkan.

Tapi ternyata tidak! Sama sekali tidak!

Virgo tidak mencarinya. Tidak menelepon. Tidak datang ke rumah.

Mungkin dia memang harus melupakan. Tidak usah mengharapkannya. Tapi bisakah? Sebulan ini saja Beby sudah merasa kehilangan.

“Oya, Beb. Tadi Chacha kesini. Katanya, mau pinjam diktat organik buat kuis besok. Mama suruh cari sendiri di kamarmu. Tapi katanya nggak ada.”

Tertinggal di tempat Virgo saat Beby memaksa cowok itu mengajarkannya sebelum ujian kemarin. Dan dia lupa mengambilnya kembali untuk dipinjam Chacha besok.

“Beby pergi dulu, Ma.”

“Lho, baru pulang kok mau pergi lagi?”

“Ambil diktat di rumah temen, Ma. Kasihan Chacha, besok dia perlu banget.”

Sekalian mengambil semua barangnya yang tertinggal di paviliun Virgo.


***


“Bang Virgonya ada, Mbok?” Rumah besar itu sepi saat Beby tiba di sana. Cuma Mbok Inah yang menyambutnya.

“Ada di paviliun, Non. Biasa, sedang melukis. Masuk saja ke dalam.”

Beby melangkah masuk. Menyusuri taman belakang yang luas sebelum sampai ke paviliun.

“Bang Virgo!”

Beby tertegun di ambang pintu. Batal melangkahkan kaki untuk masuk. Merasakan seluruh dunia berputar terbalik. Dan dia terjebak dalam pusaran tanpa henti.

Virgo menoleh. Mendapatkan Beby tertegun di ambang pintu. Dia bisa membaca seluruhnya. Keterkejutan. Kesakitan. Semua di mata itu. Perlahan dilepaskannya pelukannya pada Tasya.

“Beby.”

“Sorry, aku nggak tahu kalau Bang Virgo ada tamu.” Beby mencoba tersenyum.

“Nggak pa-pa kok.” Virgo menghampiri. Tenang seperti biasa.

“Oya, kenalin. Ini Tasya. Sya, ini Beby.”

Beby melebarkan senyumnya. “Sorry ganggu. Aku Cuma mau ambil barang-barangku yang ketinggalan.”

“Kececeran dimana-mana tuh.”

“Nggak pa-pa, nggak penting kok. Cuma diktat itu aja yang mendesak. Bisa tolong ambilin nggak, Bang?”

Virgo meraih diktat organik Beby di atas lemari.

“Makasih! Aku pulang dulu, Bang.”

Beby berbalik cepat. Melangkah cepat melintasi taman belakang rumah Virgo.

“Beby!” Kejar Virgo.

“Katanya mau ngambil barang-barang yang lain?”

“Nggak pa-pa! Nggak penting-penting banget kok. Bisa tolong dikumpuin dulu nggak, Bang? Nanti aku minta tolong Chacha buat mampir ngambil kesini. Dia suka lewat sini kalau pulang kuliah.”

“Kenapa nggak kamu ambil sendiri aja?”

“Aku sibuk. Lagian udah hampir ujian semester. Aku kan harus belajar keras.”

“Nggak pengen aku ajarin kaya’ biasanya?”

“Nggak usah, Nanti ganggu Bang Virgo. Lagian, aku harus mandiri kan?” Beby tersenyum lagi. Menyamarkan semua rasa yang sempat terlihat Virgo tadi.

“Aku pulang, Bang.”

“Kuantar, Beb.”

Hampir setahun berada di dekat Virgo, menghampirinya selalu, Virgo tidak pernah menawarinya mengantar pulang. Itu pun setelah seharian Beby menemaninya di paviliun. Atau membereskan paviliun yang seperti kapal pecah. Virgo bahkan tidak pernah mengantar sampai ke depan rumah, tempat Beby memarkirkan mobilnya.

Lalu kenapa baru sekarang, setelah segalanya terlambat?

“Aku bawa mobil.”

“Aku antar sampai depan, ya?”

“Nggak usah. Bang Virgo kan ada tamu. Tuh udah ditungguin.”

“Hati-hati, Beb.”

Beby mengangguk. Virgo bahkan tidak pernah berpesan seperti itu.

Di dalam mobil, airmata Beby mengalir deras.

Pastikan Dia Jangan Menunggu (4)

Chapter 4
Virgo Dan Tasya


“Virgo!”

“Kapan balik dari Amsterdam?”

“Kemarin. Aku tadi telpon kamu, tapi katanya kamu keluar. Jadi hari ini aku kesini.”

Tasya masih saja cantik, seperti dulu. Lebih cantik malah. Tapi membuat Virgo merasa sangat asing.

“Kamu masih suka ngelukis, Go?”

“Seperti yang kamu lihat.”

“Aku dengar kamu sudah lulus. Selamat, ya? Kapan wisudanya?”

“Bulan depan.”

Genggaman tangannya pun sudah terasa lain. Tasya yang kembali sekarang sudah terasa lain. Tasya yang kembali sekarang bukan seperti Tasya yang dilepasnya pergi dulu.

“Tempat ini tidak pernah dibereskan, ya?” Tasya mengalihkan pembicaraan. Mencoba mencairkan kedinginan Virgo.

“Kadang-kadang.” Kalau Beby datang dan Virgo tidak sedang melukis. Virgo akan berselonjor di sofa panjang, mendengarkan kicauan petasan injak itu dan membiarkan gadis itu menata paviliunnya sesuka hati.

“Virgo, gimana kalau kita keluar aja?”

“Sorry Sya, aku capek banget.”

“Aku temenin di sini, ya?”

“Nggak usah, kamu nggak liat apa tempat ini kotor banget.”

“Nggak pa-pa. Aku pengen ngeliat kamu ngelukis kaya’ dulu lagi.”

Bagaimana bisa, sementara suasana di antara mereka tidak lagi sama seperti dulu?


***


“Kenapa cita-citamu berubah?” tanya Virgo dua tahun yang lalu saat Tasya memutuskan berangkat ke Amsterdam.

“Kesempatan ini jarang sekali datang, Go. Aku nggak bisa mengabaikannya begitu saja, ketika tawaran ini disodorkan padaku.”

“Dan karena itu, berarti kita harus berpisah?”

“Cuma sementara!”

“Tapi kamu bahkan nggak bisa memastikan kapan akan kembali. Gimana kalau kamu nggak kembali?”

“Aku pasti kembali.”

“Sampai kapan?”

“Nggak lama!”

“Setahun, dua tahun, sepuluh tahun ? Atau kamu pengen aku nungguin kamu seumur hidup ?”

“Virgo!”

“Kuliahmu sudah setengah jalan, Sya.”

“Bisa kulanjutin lagi, kalau aku kembali.”

“Asal kamu kembali belum jadi nenek-nenek.”

“Kamu nggak suka aku pergi?”

“Ya! Aku nggak suka kamu membuang semua yang sudah kamu miliki cuma untuk mengejar sesuatu yang baru. Yang nggak pasti!”

“Aku nggak membuangnya, Go. Aku cuma menunda. Aku nggak akan pernah tahu, kalau aku nggak pernah mencoba.”

“Gimana kalau kamu gagal?”

“Aku bisa kembali, dan meneruskan kuliahku yang di sini.”

“Asal kamu tidak terlambat. Asal pintu belum tertutup rapat saat kamu kembali.”

Virgo tidak bisa mengerti. Tidak bisa memahami. Tasya sudah punya segalanya. Keluarga. Cita-cita yang bakal diraihnya dalam dua tahun mendatang. Virgo yang mencintainya, yang didapatnya setelah menyingkirkan tidak sedikit saingan.

Dan sekarang Tasya bermaksud meninggalkan semua demi sebuah kesempatan ke Amsterdam. Hanya karena gadis itu menerima tawaran untuk hidup dan belajar musik di Negeri Kincir Angin itu. Tawaran dari salah seorang Oomnya!

Musik?! Astaga! Virgo tahu betul, Tasya tidak pernah berminat pada dunia yang satu itu.

“Aku nggak bisa menghalangimu. Aku cuma berharap, kamu sudah kembali sebelum semuanya terlambat.”

Termasuk dalam hal memperoleh kembali hati Virgo.


***


“Beby siapa, Go?” Tasya meraih diktat Beby yang tergeletak di atas sofa.

“Adik tingkat di kampus.” Virgo mengambil diktat itu dan meletakkannya di atas lemari.

“Dia sering kesini ya? Kok bukunya ada di sini?”

“Bukan urusanmu.”

“Tentu saja urusanku kalau semua belum terlambat.” Tasya menatap Virgo sambil tersenyum.

“Belum terlambat kan, Go?”