Chapter 2
Gawat!
“Gawat! Gawat! Gawat!” Cecarnya seperti orang latah. Kasak-kusuk di dapur seketika terbungkam. Empat pasang mata disertai dengan kernyitan jelas pada masing-masing kening menyambut kehadirannya.
“Apa yang kebakar, Syafa?” Beby bertanya penuh ekspresi.
“Bukan kebakaran! Lebih gawat dari itu.”
“Apa?”
“Melati tiba-tiba pengen pulang. Nggak tahu darimana dia dapat ilham sinting kaya’ gitu!”
“Hah?!” Keempat pasang mata itu kini melotot bundar. Tebaran buku-buku resep yang tadi mendapat perhatian penuh mendadak terlupakan.
“Serius lo?” Keysha paling pertama buka suara. Dan untuk itu ia langsung mendapat penghargaan berupa delikan bengis dari Syafa.
“Lo kejam amat sih sampe nuduh gue main-main? Lo nggak lihat gue apa, Gue udah hampir mati kejang saking paniknya!”
“Aduh! Terus gimana dong?”
Seruan itu berloncatan nyaris dalam saat yang sama. Syafa mendengus. Pertanyaan bingung itu sekarang menghinggapi mereka semua! Sesaat waktu berlalu hening. Masing-masing seolah menunggu yang lain untuk mencetuskan sesuatu. Hm, bagus juga! Syafa mendengus tanpa maksud apa-apa. Bagaimana ya, kalau Melati tahu bahwa keinginan sederhananya untuk pulang ternyata telah menghadirkan kecemasan pada semua penghuni supermarket “Permai Jaya” ini?! Dan yang jauh lebih penting lagi, bagaimana kira-kira tanggapan Marvel nanti?
Uh, memikirkan yang terakhir itu saja sudah membuat Syafa serasa ingin mati di tempat. Ia tahu siapa Marvel. Cowok kalem, tak banyak omong, yang notabene adalah Oomnya. Adik bungsu ibunya yang anak sulung pada sebuah keluarga besar beranggotakan dua belas orang anak. Dan dia hafal betul seluk-beluk tabiat serta pembawaan si Big Boss itu.
Marvel jarang minta tolong pada siapa pun.
Bahkan terkesan ogah-ogahan bergaul dengan orang yang tak punya urusan dengannya.
Bukan sombong, tapi dia memang punya kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang yang tak dikenalnya dengan baik.
Barangkali pula dia termasuk ke dalam golongan pribadi yang tak bisa mengungkapkan perasaan secara frontal dan terbuka. Karena itu nyaris merupakan berita ajaib ketika ia mengumumkan pada semua orang bahwa Melati, gadis lembut bermata sayu itu merupakan calon pendampingnya kelak.
Syafa pun hampir tak yakin dengan apa yang didengarnya. Untunglah itu tidak berlangsung lama. Dan pada akhirnya, ia pun berucap syukur dan turut bertepuk tangan tanda gembira atas pengumuman itu.
Itu kejadian setengah tahun silam. Segalanya berjalan manis di awalnya. Setidaknya begitulah menurut laporan pandangan mata yang sempat direkam Syafa. Tapi sejak tiga bulan yang lalu mulai ada yang tak beres. Entah setan dari mana yang iseng bercokol dan mengaduk-aduk otak Melati, tak seorang pun yang diperkenankan untuk tahu. Tidak Marvel. Tidak pula Syafa. Yang jelas, gadis itu tiba-tiba saja terlihat berusaha merentang jarak. Tanpa secuil penjelasan, dia tiba-tiba sering kedapatan tengah mencari jalan untuk memutuskan segala apa yang telah terjalin. Menghindari pertemuan, membatalkan janji, melakukan segalanya dengan sendiri. Dan puncaknya, berbuat seolah tak ada makhluk bernama Marvel yang meskipun sudah pusing tujuh keliling namun masih tetap setia setiap saat di sisinya. Menantikan sepotong penjelasan atas ketidakmengertiannya. Melipatgandakan kesabaran, tetap dilimpahinya perhatian dan kasih yang tulus buat gadisnya, meski untuk semua itu hampir dibuat sinting karena Melati dengan keji membalasnya dengan sikap sedingin es!
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar